Ergh ...
Topan menggeliat, pria itu sedikit terkejut melihat tangannya ada jarum infus. Ia tambah terkejut lagi melihat Ana tidur dengan posisi duduk dilantai dan kepala nya di ranjang.
Ia melepaskan jarum infusnya lalu turun dari ranjang dan mengangkat tubuh Ana lalu membaringkannya di atas kasur. Topan membenarkan selimut agar Ana bisa tidur dengan nyaman.
Pria itu membelai lembut rambut dan wajah sang kakak. Ia menatap wajah Ana dengan lekat. Banyak rasa yang ia pendam di hatinya terhadap wanita cantik di depannya itu.
Mengapa, mengapa aku harus jatuh cinta padamu kak. Jatuh cinta yang mungkin tidak akan pernah terbalaskan.
Topan tergugu, ia sungguh tidka mungkin mengungkapkan rasa hatinya kepada Ana.
" Dek, maafin aku. Aku sungguh lupa sarapan mu. Maafin aku. Kamu jadi sakit."
Topan menarik tangannya dari wajah Ana. Ada rasa senang dan rasa sakit yang bersamaan ia rasakan. Senang karena Ana begitu mengkhawatirkannya meskipun wanita itu tengah di alam bawah sadar, tapi sakit Ana memang hanya menganggapnya sebagai adik saja.
Apa, apa yang aku harapkan. Jangan kemaruk Pan. Keluarga ayah dan mommy serta abang sudah memberikanmu kehidupan yang sangat luar biasa. Jangan pernah membuat goncangan apapun. Sebaiknya simpan rapat rapat semua yang kau rasakan. Biarlah itu jadi rahasia hatimu.
Topan kembali merangsek keatas ranjang. Ia membaringkan dirinya disebelah Ana. Entah mendapat keberanian dari mana, Topan mencium kening Ana sekilas.
Buk
Tangan Ana melayang dan jatuh ke atas dada Topan. Posisi Ana seperti memeluk guling di tubuh Topan. Terang saja Topan menjadi diam tidak bergerak sedikitpun. Ia bahkan berkali kali mengatur nafasnya.
Kak, jika begini terus aku bisa lepas kendali. Kalau aku menerkam mu bagaimana?
Topan benar benar tidak bisa memejamkan matanya sepanjang sisa malam tersebut hingga suara adzan berkumandang. Ia segera melepaskan diri dari belitan tangan Ana dan menuju ke kamar mandi segera.
" Kak bangun, ayo sholat subuh dulu."
Ana yang menjumpai dirinya sudah di atas ranjang sedikit terkejut. Tapi ia yakin Topan lah yang mengangkatnya. Selama ini kalau Ana ketiduran disembarang tempat, adik kecilnya itu yang selalu membawanya ke atas tempat tidur.
" Kamu sudah baikan?"
" Alhamdulillah sudah, maaf membuat kakak khawatir."
" Aku yang harusnya minta maaf. Baiklah ayo sholat dulu setelah ini cari sarapan. Kau tidak boleh bekerja dengan perut kosong."
Topan mengangguk patuh. Ia memang sedikit lalai dalam hal makan. Sepertinya ia harus lebih ketat kepada diri sendiri agar tidak lagi merepotkan Ana.
Pukul 05.30, Topan dan Ana sarapan bubur ayam yang tadi Topan beli. Mereka sarapan dengan hikmad tanpa ada pembicaraan sama sekali hingga keduanya selesai.
" Kak maaf ya, jadi ngrepotin. Aku janji akan lebih peduli dengan jadwal makan ku."
" Tidak apa apa, aku juga minta maaf kemarin sungguh lupa soal sarapan mu."
" Aku sekarang akan pasang alarm agar nggak telat makan. Biar kakak nggak repot lagi ngingetin aku."
Ana memicingkan matanya mendengar ucapan dari Topan. Ia merasakan ada hal yang tersirat dari apa yang disampaikan adiknya itu.
" Kamu nggak mau lagi diingetin kakak?"
" Bu-bukan begitu, aku cuma nggak mau kakak mengkhawatirkan ku. Bentar lagi kakak mau menikah, aku nggak ingin memecah pikiran kakak terhadapku."
Ana terdiam, apa yang diucapkan oleh Topan memang benar. Tapi entah mengapa ia sedikit merasa tidak rela jika Topan benar benar mandiri dan tidak bergantung padanya. Ada sesuatu yang terasa akan hilang.
" Baiklah jika begitu, ingatkan terus dirimu untuk makan. Aku pulang dulu."
Ana melenggang keluar studio. Topan yang menawarkan untuk mengantar pulang pun ditolak oleh Ana. Padahal Ana tidak membawa kendaraan apapun karena semalam ia diantar oleh Abra.
Ana berjalan menyusuri jalan sendiri. Pikirannya kemana mana memikirkan ucapan Topan.
" Mandiri? Tidak ingin merepotkan? Haish, apa apa an sih bocah itu!"
Bukannya pulang ke rumah Ana malah memesan ojol menuju rumah sang abang. Ana butuh bicara kepada kakak iparnya.
Tok tok tok
" Assalamualaikum."
" Waalaikumsalam."
Dari dalam rumah tampak seorang wanita berusia 40 tahunan sedikit berjalan cepat menuju pintu.
" Ehh non Ana. Masuk non."
" Bi Tini, kak Kiran ada di rumah nggak bi?"
" Ada non, lagi nemenin si kembar sarapan. Ayok masuk."
Ana mengekor Bi Tini, sang art milik Kai dan Kiran. Tadinya Kiran menolak memakai jasa art tapi Kai memaksa. Ia tidak ingin istrinya itu kelelahan mengurus si kembar dan rumah. Meskipun rumah yang mereka tempati juga tidaklah besar.
" Hay sayang sayang aunty."
Kaivan dan Kieran beranjak dari tempat duduknya dan memeluk Ana. Padahal kemarin mereka baru saja bertemu, namun kedua bocah kembar itu sungguh antusias jika bertemu dengan paman dan bibi nya. Bukan hanya Ana, Akhza, Abra dan Topan juga sering berkunjung ke rumah mereka untuk sekedar bermain dengan si kembar.
" Lho An, tumben pagi pagi ke sini? Nggak ke kampus kah?"
" Ana off kak hari ini, lagian Ana nggak dari rumah. Ana dari studio adek."
Kiran mengerutkan keningnya, ia sedikit bertanya dengan apa yang diucapkan Ana.
" Semalam Topan perutnya kambuh kak. Ana merawatnya."
" Apakah sudah tidak apa apa sekarang?"
Ana mengangguk, tapi ekspresi wajah Ana tidak menyiratkan bahwa semuanya baik baik saja.
" Ada apa? Kenapa wajahmu di tekuk begitu?"
Ana membuang nafasnya kasar, ia kemudian menceritakan pembicaraannya dengan Topan tadi selepas sarapan kepada Kiran. Kiran mencoba mencerna setiap kata yang disampaikan oleh sang adik ipar dengan baik baik. Hingga ia merasa sesuatu yang aneh.
" Ana sayang sama Topan?"
" Sayang lah kak, Ana sayang sama adek makanya Ana khawatir bener adek sakit. Tapi kayaknya adek nggak mau lagi diperhatiin sama Ana."
" Yakin hanya sayang seperti adek, bukan ada rasa cinta."
" Ehh, Kak Kiran ngomong apa sih. Ana cintanya sama Mas Kama. Nyatanya Ana udah mau serius sama Mas Kama."
Kiran mengambil nafasnya dalam dalam dan membuangnya perlahan.
" Ya sudah kalau begitu Ana fokus aja sama Mas Kama. Topan sudah mandiri dan tumbuh menjadi pemuda yang hebat. Ana sudah tidak perlu lagi terlalu mengkhawatirkan Topan. Sekarang yang jadi prioritas adalah pria yang akan jadi calon suami Ana. Terlebih jika kalian sudah menikah, maka Kama adalah satu satunya pria yang kepentingannya berada di tingkat teratas. Bahkan mengalahkan ayah."
Ana terdiam mendengarkan kata demi kata yang diucapkan oleh kakak iparnya itu. Dalam hati Ana berbicara, " Apakah benar begitu. Apakah nanti jika aku menikah maka aku akan jauh dengan ayah dan saudara saudaraku."
Rupanya pengertian Ana mengenai pernikahan masih sangat kurang. Ia belum sepenuhnya memahami jika seorang wanita jika sudah menikah maka sepenuhnya milik sang suami. Bahkan setiap apa yang akan dilakukan harus atas izin suaminya.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
pengayom
bingung An
2024-03-21
0
Pasrah
makanya jgn keburu "menikah kalau udah di Jabar kan sekarang jadi blm siap kan
2023-10-05
0
nandayue
terkam aja...reader gemblung nongol ini
2023-03-15
1