Entahlah apa yang Ana rasakan. Namun sikap abangnya terhadap sang kekasih membuat ganjalan di hatinya. Meskipun berkali kali ia mencoba bersikap biasa terhadap reaksi Kai namun dalam hati Ana merasa lain.
"Mengapa abang begitu cepat dekat dengan Topan. Memang sih sekarang Topan adalah keluarga tapi kan tadinya Topan juga orang lain. Tapi mengapa sama Mas Kama abang tidak kunjung akrab juga."
Ana bermonolog di kamarnya. Seharian ini Kama berada di kediamannya tapi Kai hanya sesekali menyapa. Abang nya itu terkesan menghindari pembicaraan dengan Kama.
" An, apa abang tidak menyukai ku?"
Pertanyaan itu akhirnya lolos juga dari mulut Kama membuat Ana sedikit kelabakan. Ana ingat betul saat Kama bertanya ekspresi kekasihnya itu seperti lesu. Salah satu restu yang harus ia dapat adalah dari Kai. Karena Kama sendiri tahu kalau Ana begitu dekat dengan Kai.
Ana membuang nafasnya kasar. Mengingat pertanyaan Kama siang tadi membuatnya berpikir begitu berat. Gadis itu kembali bangkit dari ranjangnya dan hendak menuju kamar mandi. Namun seketika matanya membulat sempurna melihat sesuatu di atas nakas miliknya.
" Astagfirullaah, sarapan adek. Ya Allaah."
Ana urung ke kamar mandi, ia menyambar ponselnya dan menghubungi Topan. Berkali kali di telepon tapi Topan tidak kunjung menjawab. Ana tentu panik, ia pun mengambil jaket nya lalu mengetuk kamar Abra.
Tok ... Tok ... Tok ...
" Mas, buka! Mas Abra!!!"
" Tck, apa an sih An. Berisik. Udah malam, ini jam 9 lho."
" Mas, anterin aku ke studio adek. Aku takut kenapa napa. Dari tadi aku teleponin nggak diangkat."
" Lha emangnya kenapa?"
Ana pun menceritakan soal dia lupa sarapan yang akan ia antar tadi. Dan, ia sangat tahu bahwa adik kecilnya itu kalau sudah bekerja maka akan lupa makan.
" Ya Allaah, ayokk."
Abra langsung meraih kunci mobilnya, mereka berdua pun menuruni tangga dengan cepat.
Brum ...
Ana dan Abra meninggalkan rumah. Bahkan panggilan Akhza mereka acuhkan. Lebih tepatnya kedua orang tersebut tidak dengar panggilan saudara kembar mereka.
" Haish, mengapa mereka meninggalkanku?" Akhza menggerutu kesal karena merasa tidak dianggap. Memang terkadang mereka begitu. Meski usia ketiganya sudah 25 tahun namun jika ada salah satu dari mereka yang dicuekin maka ia akan kesal setengah mati, dan ini yang Akhza rasakan. Padahal Akhza jika kepada orang lain akan bersikap dingin tapi tidak dengan saudara kembar dan keluarganya.
Di dalam mobil Ana terus gelisah katena mencoba menghubungi Topan namun tidak juga diangkat. Ia meminta sang kakak agar berjalan lebih cepat.
" Mas, cepetan dikit."
" Iya, pegangan ya."
Wusssss
Jeep Gladiator Rubicon Altitude warna merah itu melesat di jalan raya malam namun tetaplah ramai. Siapa tidak mengenal kota J, kota yang tidak pernah tidur tersebut. Beruntung tidak macet sehingga mereka bisa sampai di studio milik Topan hanya dengan waktu 30 menit.
Ana langsung bergegas turun diikuti dengan Abra. Ia tidak perlu menggedor pintu karena Ana memiliki kunci serep nya. Mereka berdua langsung menerobos masuk. Ana meminta Abra untuk mencari Topan di bawah sedangkan gadis itu berlari ke lantai atas.
" Adeeek !!!"
" Topaaaan!!"
Ana dan Abra memanggil bersama namun tidak ada jawaban. Ana terus mencari bahkan hingga ke kamar mandi namun nihil Topan tidka ketemu. Ana pun menuju ruang khusus yang dimiliki Topan.
" Adeeeek!!!"
Ana berteriak begitu kencang membuat Abra terjingkat. Pria itu segera berlari menghampiri saudara kembarnya.
" An, ada apa? Astagfirullaah."
Abra sungguh terkejut melihat Topan tergeletak di bawah meja mesin jahit miliknya. Wajah dan bibirnya begitu pucat, keringat dingin pun keluar dari tubuh pria tersebut. Ana sudah tidak bisa membendung air matanya dan Abra langsung mengangkat tubuh Topan untuk dibaringkan ke tempat tidur.
" Maaf, maaf, aku lupa dengan sarapan mu dek. Aku bener bener minta maaf."
Ana sungguh merasa bersalah. Padahal jika dipikir pikir, itu bukan kesalahan Ana. Topan lah yang lalai terhadap kondisinya. Namun Ana tetap merasa ia yang salah.
" An,udah jangan nangis. Ayo kita bawa ke rumah sakit."
" Hiks, jangan adek pasti nggak mau. Panggil Nataya aja."
Abra mengangguk. Ia pun segera menelpon sahabatnya itu untuk segera datang.
Tak berselang lama Nataya datang dengan membawa perlengkapan medisnya. Dokter yang usianya sama dengan Topan itu sudah hafal betul mengenai penyakit yang diderita Topan.
( note: cerita ini berarti 2 tahunsetelah Mengapa Menikah ya. Di sana Nataya 22 tahun dan disini ia 24 tahun).
Nataya langsung memberi Topan infus dan memasukkan obat sekalian di infusnya. Ia juga memberikan obat untuk di minum sebelum makan dna sesudah makan. Dokter muda itu membuang nafasnya kasar.
" Haaah, dasar bocah ini. Selalu masalah dengan perutnya. Jadwal makannya kacau. Aku khawatir jika begini terus lambungnya akan semakin parah."
Nataya mengucapkan kekhawatirannya tersebut kepada Abra dan Ana. Sungguh ia pun merasa khawatir karena mereka berteman baik juga.
" Thanks Nat, lalu apa yang harus kami lakukan."
" Awasi makanannya An, jangan terlalu stres. Maag, asam lambung, gerd itu semua bermula dari stress."
" Gimana nggak stres Nat kalau rancangan designnya hang mau digelar seminggu lagi dah dipakai orang a.k.a dicuri."
" Astagfirullaah, bagaimana bisa?"
Ketiga orang itu menjauh dari tempat tidur Topan dan melanjutkan pembicaraan mereka. Nataya sungguh terkejut dengan cerita Ana dan Abra. Bahkan ia langsung mencari nama designer itu untuk melihat baju bajunya. Dan benar saja, itu sangat mirip. Nataya pun mendesaahh kan nafasnya.
" Haish pantes aja tuh bocah begitu. Dia pasti kecapekan juga lalu nggak sempet makan. Biasanya kamu yang jadi security makanannya An."
" Security makanannya lagi sibuk sama pacarnya."
Nataya hanya terkekeh mendengar penuturan Abra. Sedangkan Ana tentu saja sudah manyun dengan sempurna. Ia bahkan sudah mendaratkan cubitan diperut saudara kembarnya.
" Sorry ya ganggu malam malam gini Nat.'
" It's ok. Doi anteng kok di rumah. Ntar tinggal kelonin aja beres."
" Kampret kamu Nat."
" Makanya Ra, kawin eh salah nikah hahaha."
Setelah memberi penanganan dan obat, Nataya pamit pulang. Kini tinggal Abra dan Ana di sana menemani Topan.
" Mas, mas Abra pulang aja nggak apa apa. Aku yang akan jaga adek. Mas kan harus ke perusahaan pagi pagi betul. Aku besok free nggak ke kampus juga."
" Oke, kalau ada apa apa kabarin ya."
Ana mengangguk. Ia mengantarkan mas nya sampai ke depan studio. Lalu ia segera berlari ke atas dan duduk di lantai di samping ranjang milik Topan. Berkali kali air matanya jatuh melihat Topan yang begitu lemah. Kondisi Topan yang begitu tidak berdaya itu mengingatkannya saat Topan baru masuk ke keluarga Joyodiningrat.
" Maafin aku ya, aku nggak bermaksud lupa. Aku sunggung minta maaf."
Ana mengusap wajah Topan dengan lembut. Ditatapnya wajah itu dengan seksama. Ana sungguh menyayangi Topan.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
pengayom
perhatian mu berbeda An
2024-03-21
0
Damar Pawitra IG@anns_indri
eaaa , ayoo deh pada tebak tebakan🤭🤭🤭
2023-03-13
0
Puspa Trimulyani
sudah sama topan saja ana .... lepaskan kama....lagian kai tidak begitu suka sama kama.....( maaf aku egois...🤭)
2023-03-13
1