12| Selembar harga diri

Jay’s Brother. Los Angeles, Amerika Serikat.

“Saya mau bertemu Mr. Jayden.” Philip menyerahkan kartu nama miliknya. “Tolong katakan, temannya ingin mengembalikan sesuatu padanya.”

Wanita di depan Philip mengangguk. Dia tersenyum ramah. “Mr. Jayden sedang rapat penting dengan investor dari Jerman. Apakah Anda ingin menunggunya di ruangan?”

Philip hanya menganggukkan kepala. Jarak antara Jay’s Brother dengan bengkel dan rumahnya memakan waktu yang cukup lama, akan sia-sia jika dia langsung pulang begitu saja. Philip juga tak mau menitipkan jas dan jam tangan mahal yang dia pinjam pada karyawan Jay. Dia mengedepankan sopan santunnya di sini. Jay telah berbaik hati padanya, maka Philip harus menghargai hal itu.

“Saya tunggu di lobi saja.” Philip mengambil kembali kartu nama miliknya. “Tolong kabari saja jika dia sudah selsai.”

Philip pergi menuju lobi perusahaan, tempat yang paling dia suka jika berkunjung ke Jay’s Brother. Jayden begitu cermat menjaga citra perusahaannya. Lelaki itu membangun lobi perusahaan yang begitu mewah dan modern.

“Philip?”

Philip hendak duduk di sofa ketika seseorang memanggil namanya. Suara itu ... Philip mengenalinya dengan baik. Ketika Philip menoleh, Rares—kakak iparnya— datang bersama beberapa pria berjas rapi dan formal.

“Wah! Aku tidak menyangka kita akan bertemu di sini, Adik ipar!” ucap Rares dengan akrab. Dia bahkan memukul pundak Philip, layaknya bertemu dengan teman lama.

Philip tersenyum seadanya. Dipandanginya beberapa pria yang ada di belakang Rares. “Sedang menjalankan urusan bisnis, Rares?” tanyanya.

Rares menoleh, memastikan teman bisnisnya tak terganggu dengan interaksi mendadak ini.

“Hanya bertemu dengan beberapa orang penting.” Rares memperkenalkan satu persatu. “Ada pemegang saham Campian Club, CEO dari Sunday Entertaiment, investor asing dari Malaysia dan .... “Rares mengembalikan pandangannya pada Philip. “Diriku sendiri.”

Philip mengangguk. “Pasti pertemuan orang penting.”

“Tentu saja. Aku tidak bergaul dengan sembarang orang,” sahut Rares dengan senyum picik. “Itu sebabnya kita tidak dekat, Philip.”

Philip hendak menyahut, tetapi pria gempal di samping Rares menyela. “Apakah ini adik iparmu, Mr. Rares?”

Rares hanya mengangguk.

“Suami dari Nona Flores Lottie?”

Rares menyeringai sembari meneliti penampilan Philip. Tentu saja, kontras dengan penampilannya.

Philip suka dengan style klasik dan kuno, sederhana tetapi nyaman dipakai. Dia suka mengenakan celana panjang blue jeans yang dipadukan dengan kaos polos dan jaket kulit. Sepasang sepatu murahan tak ber-merk cukup mengganggu pandangan Rares saat ini. Jika diperhitungkan, harga pakaian Philip setara dengan kaos kaki yang dia kenakan sekarang.

“Entahlah,” jawab Rares. “Adikku hanya memungutnya dari jalanan dan menikahinya.”

Philip mendengar hinaan itu. Tidak ada yang terkejut, mereka malah tertawa.

“Dia hanya tukang bengkel, gajinya lebih rendah dari pembantu di rumah kita.” Rares menimpali. Dia menyela dengan tawa yang disusul oleh tawa milik rekan kerjanya.

Philip mengembuskan napasnya. Dia sudah menduga akan berakhir dengan cacian dan hinaan.

“Kenapa tidak memberinya pekerjaan, Mr. Rares?” Seorang pria menyela tawa. “Dia adalah adikmu juga.”

Rares menyeringai tipis. “Flores melarangnya. Padahal aku sudah berbaik hati padanya dulu.”

“Kau beri pekerjaan dia apa?” tanyanya lagi.

Philip memalingkan wajahnya. Dia telah dipermalukan oleh pria-pria di depannya itu.

“Pengasuh anjing di rumahku,” kata Rares dengan candaan. “Dia setara dengan hewan peliharaan di rumahku.”

Philip hanya mendengar suara tawa yang meremehkan dirinya. Tidak ada satu pun orang yang membela dirinya, atau paling tidak, tidak menyuarakan tawa menyebalkan itu untuk menghinanya.

Seorang pria maju ke depan, berdiri tepat di hadapan Philip. “Saya ada pekerjaan di kantor saya, Tuan Philip. Apakah Anda mau menerimanya?”

Philip marah, sungguh. Namun, dia harus mengontrol emosinya. Semua orang yang ada di depannya memang terlihat sebaya dengan Rares, artinya tidak jauh berbeda usia dengannya. Akan tetapi, kedudukan mereka terlalu tinggi untuk disandingkan dengan Philip.

Hanya dengan membentak saja, Philip akan mengacaukan semuanya.

“Pekerjaan apa itu, Tuan?” tanya Philip dengan ramah. “Jika saya bisa memenuhi ....”

“Tukang bengkel.” Pria itu memotong kalimat Philip, lalu mengundang tawa pada teman-temannya.

“Hei, Mr, Jacob!” Rares menyahut. “Itu sama saja!”

Semua orang di depan Philip tertawa, menertawai ketidakberdayaan Philip saat ini.

“Kepala bengkel kalau begitu,” sahut Mr. Jacob. “Gajinya sedikit lebih tinggi.”

Rares menatap Philip yang tak kuasa menahan hinaan di depannya. Lelaki macam apa yang akan menerima jika harga dirinya direndahkan oleh banyak orang di depan  umum seperti ini?

“Sudahlah. Jangan begitu,” ucap Mr. Jacob menyela tawa teman-temannya. “Meskipun miskin dan tidak berguna, dia tetap menantu Mr. Shem.”

Rares menatap Philip sengit. “Tidak ada yang mengakui dia ada di keluarga kami,” timpal Rares. “Dia hanya benalu yang berusaha tumbuh di taman Kadupul.”

Rares mendekati Philip, berdiri dengan jarak intim, lalu mengusap pundak Philip dan berbisik, “Sekarang kau tahu di mana posisimu untuk kami, Philip?”

Philip melirik Rares. Tanpa suara dia menjauh dari Rares, berusaha menghindari perselisihan.

“Lepaskan Flores dan aku akan memberimu kompensasi.” Rares mengambil dompet di saku jasnya. Dia melirik Philip sembari mengambil beberapa uang di dalam dompetnya. “Aku akan membayar harga dirimu jika kau mau melepaskan Flores dan Elisa.”

Philip hanya diam ketika Rares mengulurkan uang padanya. Orang-orang di sekitarnya memandang Philip dengan hina.

“Terimalah.” Rares membujuk. “Banyak yang sedang melihat kita sekarang, Philip.”

Philip mengulum ludah.

“Sejujurnya aku malu bertemu denganmu di sini Philip. Jadi, lekas terima uangnya dan kita akhiri ini.” Rares mengimbuhkan.

Philip terpaksa menerima uluran tangan dari Rares. Akan tetapi, ketika dia hendak menerimanya, Rares malah menjatuhkan uang itu ke lantai.

“Rares, apa yang ....”

“Pungut uangnya.” Rares menyahut dengan senyum menyebalkan. “Pungutlah, begitu caramu menerima uang dari kami, Philip.”

Philip menunduk, memejamkan matanya. Jari jemarinya  mengepal, bukan untuk menonjok wajah Rares. Dia sedang mengolah emosinya agar tak meluap-luap.

“Uang itu bisa memberimu makan siang yang enak, Philip,” ucap Rares lagi. Dia terus menghina Philip semaunya. “Itu bahkan lebih banyak dari gajimu membengkel, bukan?” kekehnya.

Philip hendak berjongkok untuk mengambil uang itu, tetapi tiba-tiba seseorang datang dan menggantikannya.

“Marc?” Philip terkejut, begitu juga dengan Rares dan beberapa pria di sekitarnya.

Marc memunguti satu persatu uang di kaki Rares.

“Apa yang kau lakukan, Marc?” Rares mulai kesal. “Letakkan kembali uang itu.”

Marc mengabaikan Rares. Setelah memunguti uangnya, dia berdiri dan menyerahkan uang itu pada Rares. “Ambil kembali uangnya, Rares.”

Rares mengerutkan dahi. “Kau ini sedang apa sebenarnya?”

“Philip datang untuk menemuiku.” Marc tiba-tiba merangkul Philip setelah membuat kebohongan. “Kami ada janji bisnis.”

Philip menoleh. Kebohongan Marc telah membuatnya terdiam seribu bahasa.

“Jangan bercanda!”

“Kami harus pergi, Rares.” Marc menoleh pada Philip dan tersenyum. “Philip ternyata lebih pintar berbisnis dari pada kau.”

Rares membuang muka. “Sudah kubilang jangan bercanda!” Dia membentak.

Sayangnya, Marc tak goyah. Dia hanya menepuk pundak Rares dan tersenyum padanya. “Kami harus pergi, Rares.”

Marc membawa Philip pergi dari tempat itu. Rares hanya bisa mengembuskan napas kasar. Dia menoleh ke arah Marc pergi membawa Philip.

“Apa yang sebenarnya dia lakukan, huh?” gumamnya sembari berdecak kesal.

Next.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!