5| Derajat Pria

“Aku memungutnya dari tempat sampah, Honey.”

Philip mendongak ketika mendapati kehadiran Flores di depannya. Istrinya tak datang dengan tangan kosong, dia menyerahkan kalung yang disimpan Philip sejak pertama kali mereka menikah.

“Aku butuh penjelasan, alih-alih tatapan penuh tanya.” Flores menarik kursi dan duduk di depan Philip. “Seharusnya akulah yang menatapmu begitu, Philip.”

Flores sering menebak-nebak, masa lalu apa yang telah menyandera ingatan Philip tentang keluarganya. Lelaki ini tak pernah menyinggung tentang ayah dan ibunya. Philip seakan lahir dari inti bumi atau sekelopak bunga yang mekar. Terdengar lucu, tetapi begitulah Flores menduga ketika lelah menebak-nebak.

Flores bersedekap, memangku tangan kiri di atas tangan kanannya. Pandangan matanya menajam, meneliti cara Philip menanggapi keseriusan pagi ini.

“Kenapa kau membuang kalung itu pada akhirnya, Honey?” Flores mengulang pertanyaannya. Dia cukup yakin, Philip punya masalah yang berhubungan dengan keluarganya.

Philip tersenyum simpul. “Aku rasa kalung itu tidak berguna lagi,” jawab Philip seadanya. “Jadi aku berpikir untuk membuangnya.”

“Kalung ini adalah kenangan terakhir yang ditinggalkan  orang tuamu, Honey,” ucap Flores sedikit kesal. Dia mendesak Philip untuk jujur, tetapi suaminya selalu saja lolos.

Flores berani bersumpah kalau dia akan  menerima keluarga Philip siapa pun itu, asalkan tidak segerombolan pembunuh berdarah dingin yang menghantui orang-orang di perkotaan padat, seperti gengster atau mafia.

“Aku serius.” Philip mengendus ketidakpercayaan dari Flores. “Aku hanya ingin mengosongkan laci meja dengan membuang barang yang tidak perlu.”

“Kau membuang orang tuamu?” Flores tidak mau percaya begitu saja.

Bertahun-tahun dia menjadi anak anjing yang selalu menututi perkataan suaminya, meskipun itu tidak masuk akal. Terutama tentang keluarga Philip.

“Kenapa kau jadi mempermasalahkan itu, Flo?” Philip semakin bingung. Dia melakukan kesalahan kemarin malam, tetapi dia mengira kesalahan itu lenyap bersama malam yang berlalu.

Flores mendesah kasar. “Apakah aku tidak boleh tahu di mana dan siapa orang tuamu?”

“Sebelumnya kau tidak mempermasalahkan siapa aku, Flo.” Philip bersikeras. “Sekarang kenapa tiba-tiba kau ....”

“Aku berubah pikiran.” Flores mengambil kembali kalung yang dia berikan pada Philip. “Sebagai istrimu, aku wajib tahu siapa dan di mana keluargamu.”

Flores kembali menyimpan kalung itu di dalam saku bajunya. Dipandangnya Philip dengan saksama. “Dengan kalung ini ... aku akan menemukan  mereka.”

Perempuan itu beranjak dari kursi, berpaling dari hadapan Philip. Napsu makan Philip menguap di udara, hilang ditelan atmosfer penuh ketegangan pagi ini. Philip tak tahu, setan apa yang mengusai Flores hingga mampu membuatnya berubah dalam satu malam.

“Flo!” Philip mengejarnya. Dia menarik tangan Flores. “Kembalikan kalungnya!”

Flores bergeming. Dia hanya tersenyum memandangi wajah Philip kali ini. Philip tak pernah paik, bahkan saat Flores mengotak-atik isi ponselnya. Sebagai seorang pria, itu adalah hal yang genting di usia pernikahan yang tak lagi muda. Namun, Philip panik hanya sebab liontin kuno yang bahkan ketika dijual, harganya tak sebading dengan sepatu sekolah Elisa.

“Kenapa kau begitu cemas, Honey?” Flores menyeringai tajam. “Apa yang kau takutkan?”

Philip mendesah kasar. Dia mendapat sebutan aneh belakangan ini, Black Joe, itulah yang ingin Philip selidiki tanpa melibatkan Flores di dalamnya.

“Aku akan mencari orang tuaku sendiri.” Philip berusaha merebut kalung itu kembali. “Setelah aku menemukan mereka, aku akan membawamu ....”

“Kau bilang mereka sudah mati.” Flores menyahut. Tanpa jeda, dia meneruskan. “Sekarang kau bilang mereka hilang?”

Philip tertangkap basah. Kepanikan yang memburu telah meloloskan kewarasannya, hilang dari raganya sekaranag. Selain mengubah topik, Philip tak akan bisa lolos dari Flores pagi ini.

“Philip Sherburne?” Flores mencengkram bahu Philip, menggocangkannya ringan. “Aku telah tertipu selama bertahun-tahun karena dibutakan cinta olehmu?"

Philip menunduk, memejamkan matanya. “Love, dengarkan aku.”

“Katakan!” Flores membentaknya.

Rumah tangga mereka telah melalui panas terik dan badai yang mengerikan selama bertahun-tahun. Flores selalu menerima Philip apa adanya, begitu juga sebaliknya. Kecurigaan-kecurigaan tentang siapa itu Philip selalu berhasil dikendalikan oleh Flores di dalam kepalanya. Namun, keadaan  memaksa Flores untuk untuk meluapkan segala emosinya pagi ini.

“Aku tidak bermaksud untuk menipumu, Love.”

Flores mulai kehilangan kesabaran. Untung saja, Elisa sudah berangkat sekolah satu jam yang lalu. Flores selalu saja meluangkan sejenak waktu untuk berbincang empat mata dengan Philip sebelum berangkat bekerja. Sebelumnya semua berjalan lancar. Obrolan sederhana, tetapi nyaman dan mengisi kekosongan selalu didapatkan Philip dan Flores, tidak seperti hari ini.

“Ketika mama dan papa bertanya tentang dirimu ....” Flores menurunkan nada bicaranya. “Aku hampir tidak bisa menjawabnya.”

Flores mulai merasakan pedih di kedua matanya, air mata membuat  mata Flores berbinar. “Philip, kau tahu?”

“Setiap teman-temanku  membanggakan tentang suaminya, ibu  dan ayah mertua mereka ....” Flores menggigit bibir bawahnya, jelas dia menahan tangis. “Aku juga ingin melakukannya.”

Philip hendak meraih pundak Flores, tetapi wanita itu menghindarinya.

“Aku juga ingin membanggakan mertuaku, mengatakan dari mana suamiku berasal dan seperti apa kehidupannya di masa lalu ....” Flores tersenyum getir. “Aku hanya bisa diam dan mendengarkan kebahagiaan teman-temanku karena aku tidak tahu apapun tentang kau.”

Philip mengulum ludah, kepalanya mengangguk, memahami Flores. “Aku minta maaf, Flo. Aku hanya tidak ....”

“Tidak ada anak yang terlahir tanpa orang tua, Philip.” Flores mulai menyerah. “Setidaknya aku tidak bodoh soal itu.”

Flores berpaling. Ketika wanita  itu menoleh, Myah telah berdiri di ambang pintu masuk. Dia telah menyaksikan perdebatan yang memuaskan hatinya.

“Mom?” Flores membatu. Tubuhnya kaku, lidahnya kelu. Dia terus membanggakan rumah tangganya yang sederhana di hadapan Myah, mengatakan jika dia menerima Philip meskipun lelaki  itu datang dari inti bumi sekali pun.

Myah mendekati Flores, disusul seorang pria yang masuk ke dalam rumah Flores. Flores mengenal pria itu.

“Kenapa Mommy membawa dia kemari?” tanya Flores kebingungan. Dia melirik Philip sesekali. “Ini tidak sopan.”

Myah malah tertawa. Dia meraih pundak Flores dan menatapnya dengan teliti. “Seperti biasa, suamimu tidak berguna.”

Philip tak menggubris, bahkan dia enggan menatap ke arah Myah datang.

“Sebagai parasit yang menumpang di rumahmu, seharusnya dia menjadi penurut.” Myah menoleh pada Philip. “Bukan jadi anjing yang banyak menggonggong.”

“Mom ....” Flores memang marah pada Philip, tetapi dia enggan mendengar hinaan dari Myah untuk suaminya.

Myah memandang Flores lagi. “Bagaimana jika berjalan-jalan untuk menenangkan pikiranmu?” tanyanya. Dia menarik tangan pria di sampingnya untuk mendekati Flores. “Marc akan menemanimu.”

“Mom!” Flores membentak. “Ada suamiku di sini.”

Myah menaikkan bahu, tersenyum tak peduli. “Marc akan memanjakan dirimu, Flores. Berkencanlah dengannya.”

“Mertua gila!” batin Philip bergelojak hebat. Dia menatap Marc yang tersenyum seringai padanya. Persetujuan belum dia dengar dari Flores, tetapi rasanya Philip telah kalah telak.

“Berkencanlah.” Myah mempertegas kalimatnya. “Siapa tahu kalian berjodoh.”

“Flores tidak akan pergi ....”

“Aku akan pergi dengan Marc.” Flores memotong kalimat Philip. Dia menoleh pada suaminya. “Aku akan berkencan dengannya, Philip.”

Next.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!