“Pergilah ke bengkel dua. Di sana ada pelanggan yang menunggu dirimu untuk membenarkan motornya.”
Philip hanya tersenyum seadanya, lalu menganggukkan kepalanya.
“Lagian, kenapa juga terlambat hampir dua jam lebih?” Bosnya masih menggerutu sembari melangkah menjauh dari Philip.
Keadaan bengkel memang sedang sibuk-sibuknya siang ini. Philip tidak bekerja di bengkel besar dan ternama, tetapi bengkel ini cukup ramai setiap harinya. Oleh karena itu, bukan hal yang aneh ketika Philip datang terlambat satu menit saja, bosnya akan uring-uringan.
Philip mulai mengambil seragam bengkelnya. Mengenakan seragam itu sembari menyiapkan dirinya untuk bekerja lebih ekstra hari ini.
“Anakku mengikuti kelas seminar kemarin pagi.”
Philip mendengar suara temannya saling berbincang dari ruang ganti.
“Itu kelas bisnis. Nyonya Flores Lottie Smith yang memimpin kelasnya.”
Philip menghentikan aktivitas ketika nama sang istri disebut-sebut. Dia tersenyum bangga. “Istriku memang orang hebat,” gumam Philip.
Dia memang marah pada Flores pagi ini, tetapi tidak menutup segala kebanggaan atas apa yang telah dicapai Flores selama hidupnya.
“Dia suami Philip, bukan?” Tiba-tiba mereka berbisik, tetapi Philip masih bisa mendengarnya secara samar-samar.
“Benar, memangnya kenapa?”
“Aku kasihan pada Nyonya Flores.” Suara menyahut dengan bisikan pelan.
Philip bukan orang yang hobi menguping sebelumnya, tetapi dia mulai penasaran ketika seseorang mengasihani Flores, sebab Philip lah yang pantas mendapat rasa iba dari orang-orang. Philip adalah pria miskin yang hidup di tengah keluarga kaya raya. Harga dirinya tak lebih dari pria rendahan tanpa identitas yang jelas.
“Kenapa kasihan padanya?” tanyanya. “Philip pria yang baik. Keluarganya selalu harmonis. Dia juga begitu menyayangi Elisa, putri mereka.”
“Bukan itu yang aku maksudkan.” Suaranya semakin berbisik. Sejenak terjeda, seakan memastikan kalau tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka. Namun, sayang sekali. Philip ada di dalam bilik ganti. Ruangan itu berada tepat di samping mereka.
“Keluarga Philip tidak jelas asalnya dari mana.” Dia memulai. “Kita sebagai sesama lelaki saja, selalu waspada padanya, bukan?”
Philip menggelengkan kepalanya. “Apa yang sedang mereka bicarakan sebenarnya?” Philip hendak keluar dari bilik untuk menghentikan gosip miring yang akan menyerang nama istrinya nanti. Namun, langkah kakinya terhenti. Dia mendengar ucapan yang tak mengenakkan hati.
“Jujur saja. Philip itu tidak pantas menjadi menantu Keluarga Harlow.”
Pria itu melanjutkan. “Keluarga Harlow sudah terpandang sejak aku masih kecil. Kekayaan mereka turun temurun. Tidak pernah ada orang serendah Philip masuk ke dalam keluarga mereka.”
Secara spontan, Philip mendengar suara tawa.
“Kau benar, juga.” Seorang pria menimpali. “Kita bahkan selalu waspada pada Philip, barangkali dia mencuri isi dompet kita untuk membelikan tas mahal pada istrinya.”
Philip menutup kembali pintu bilik dengan hati-hati.
“Benar. Seorang laki-laki akan gengsi kalau terus menerus menjadi parasit. Namun, Philip pasti tidak punya uang yang banyak untuk membelikan tas ber-merk untuk Nyonya Flores.”
Keduanya saling melempar tawa. Mereka puas dengan bergosip tentang Philip siang ini.
“Dia memang tidak tahu diri. Seharusnya tidak memanfaatkan istrinya untuk hidup enak dan bermimpi menjadi pewaris Lottie Holding.”
Philip memejamkan matanya.
Philip mengira kalau hinaan akan berhenti jika dia keluar dari rumahnya sendiri, tetapi Philip salah besar. Di manapun dia berada, Philip akan dipandang sebelah mata jika disandingkan dengan Flores.
“Hei! Kalian! Berhenti bergosip tentang Philip.” Bos mereka datang. “Nanti kalau orangnya dengar, akan salah paham.”
“Philip sudah datang?”
Di saat yang bersamaan, Philip sengaja membuka pintu dan keluar dari dalam bilik. Dia menunjukkan batang hidungnya setelah puas mendengar cemooh tentang dirinya.
“Philip?” Respon yang wajar, Philip hanya menyeringai ketika dua teman bengkelnya terkejut dan gagu melihat keberadaan Philip.
Philip enggan menggubris. Dia hanya memberikan seulas senyum, lalu berpaling. Bagi Philip, menghasilkan uang untuk Elisa jauh lebih penting.
Philip mulai membenarkan motor rusak di depannya. Dia begitu mahir mengotak-atik mesin motor itu dengan teliti.
“Jika bukan karena kau, bengkelku tidak akan seramai ini, Philip.” Bosnya datang, menepuk pundak Philip.
Philip tersenyum santai. Kepalanya mengangguk lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.
“Jadi jangan dibawa ke dalam hati. Mereka bahkan menggosipkan diriku jika aku tidak ada.” Bosnya terkekeh. “Aku harap kamu mengerti mereka, Philip.”
Senyum merekah di bibir Philip. “Aku sudah biasa, Tuan Martine.”
“Ngomong-ngomong, sedari tadi ada yang menunggumu di lobi bengkel. Katanya dia ingin motornya direparasi olehmu.”
Philip mendongak. “Saya sedang membenarkan motor Tuan Alexi, Bos. Mungkin bisa suruh orang lain untuk ....”
“Aku sudah menawari dia ke montir yang lain, tetapi dia ngotot mau bertemu denganmu saja.” Bosnya mendesak Philip untuk berdiri. “Pergilah dan temui pelanggan itu. Dia sepertinya orang kaya, kita akan mendapat bayaran yang besar,” kekehnya.
Philip tidak punya pilihan selain menuruti bosnya. “Baiklah, Bos. Tolong urus ini untukku.”
Mr. Martine mengangguk. “Tentu saja.”
Philip pergi untuk menemui pelanggan yang dimaksud. Ketika dia masuk ke dalam lorong bengkel, Philip melihat seorang wanita bertubuh tinggi dengan pakaian serba hitam berdiri memunggunginya.
“Permisi, apakah Anda orang yang ingin bertemu dengan saya?” Philip bertanya dengan sopan. Anehnya, dia tidak melihat motor terparkir di sekitarnya.
Wanita itu menoleh. Dia tersenyum puas ketika melihat Philip berdiri tepat di hadapannya. “Akhirnya kita bertemu lagi, Tuan Sherburne.”
Philip mengerutkan kening. Dia tidak mengenali siapa yang berdiri di depannya. Namun, wanita ini jelas mengenalinya.
“Lama tak bertemu denganmu, wahai Badai dari timur.”
Philip hendak menjawab, tetapi pukulan benda tumpul mengenai tengkuk lehernya cukup keras. Philip kehilangan kesadaran seketika.
Wanita itu mendekati tubuh Philip yang tergeletak di lantai. Dia memeriksa keadaan Philip.
“Kau yakin dia hanya pingsan, bukan?” tanya wanita itu pada temannya. “Jika lebih parah, kita berdua akan mati di tangan bos.”
Pria muda di depannya mengangguk. “Kita harus segera membawanya sebelum dia sadar, Natha.”
Tiba-tiba ponsel Philip berdering. Natha mengambilnya dari saku pakaian bengkel yang dikenakan Philip.
“Dia sudah menikah?” tanya Natha. “Istrinya menelepon.”
Pria muda di depan North menganggukkan kepalanya, kemudian membopong tubuh Philip. “Abaikan saja. Kita harus lekas membawanya pergi sebelum ada yang melihat kita.”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
“Kenapa tidak diangkat?” Flores merasa resah. Dia mondar mandir ke sana kemari hanya menunggu jawaban panggilan suara dari Philip.
Ini sudah yang keenam kalinya, tetapi Flores benar-benar diabaikan oleh suaminya.
“Dia masih marah padaku?” Flores menjauhkan ponsel dari telinganya. “Aku memang bodoh,” gumamnya sembari memukul-mukul keningnya.
Flores tidak punya pilihan selain menghubungi orang lain. Myah adalah pilihan terakhirnya. Flores tidak bisa menghubungi kakak-kakaknya hanya untuk menjemput Elisa yang bermasalah dengan temannya siang ini. Saudara Flores pasti akan menolaknya dengan ribuan alasan.
“Halo?” Panggilan terhubung. “Mom?”
“Kenapa meneleponku setelah mengusirku dari rumahmu?” Myah membalas dengan ketus.
Flores menghela napas. Dia menurunkan egonya demi Elisa.
“Elisa bertengkar dengan temannya di sekolah. Dia terluka begitu juga dengan temannya.” Flores mempersingkat. “Aku sedang meeting besar di kantor. Aku tidak bisa membatalkan meeting yang sudah terlanjur dimulai.”
Myah malah terkekeh.
“Mom! Aku serius.”
“Di mana suamimu itu?” Myah mencari celah kesalahan Philip lagi. “Dia merajuk seperi bayi?”
Flores mendesah. “Jangan bahas itu lagi. Philip mungkin sedang sibuk.”
“Apa yang lebih sibuk dari seorang pengusaha sepertimu, huh?” Myah menaikkan suaranya. “Dia hanya tukang bengkel. Jangan menganggap pekerjaannya setara dengan kesibukan keluarga kita.”
Flores memejamkan mata. Bahkan di saat seperti ini, Myah masih bisa merendahkan Philip.
“Mom, tolong aku. Kali ini saja.” Flores memohon. “Elisa juga cucumu, Mom.”
Myah mendesah panjang. “Baiklah! Baiklah! Aku akan menjemputnya.”
Flores tersenyum lega. “Terimakasih, Mom.”
Panggilan ditutup kemudian. Flores melanjutkan rapatnya. Elisa berada di tangan yang tepat selain dia dan Philip.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Myah hendak meraih tasnya, pergi mengunjungi sekolah Elisa setelah Flores meneleponnya. Namun, kedatangan Marc menyela Myah.
“Mom, kau akan pergi?” tanya Marc. “Aku rasa begitu.” Marc tersenyum tipis. “Kalau begitu aku juga akan pergi.”
Myah menghentikan Marc. “Boleh aku meminta tolong padamu, Marc?” tanya Myah.
Marc manggut-manggut. “Dengan senang hati, Mom.”
“Mungkin ini akan menjadi jalan pintas agar kau jadi menantu keluarga Harlow.” Myah mengambil kertas dan pena. Dia menuliskan sebuah alamat di atas kertas dan menyerahkannya pada Marc.
“Itu alamat sekolah Elisa.” Myah mempersingkat. “Datanglah ke sana dan jadilah superhero untuk gadis kecil itu.”
Marc mengerutkan dahi, tak paham.
“Mungkin dia sedang ketakutan sebab kedua orang tuanya tak kunjung datang,” timpal Myah lagi. Wanita tua itu tersenyum puas. “Jika tidak bisa mengambil hati ibunya, maka ambil hati anaknya dulu,” bisik Myah pada Marc.
Marc tersenyum simpul. “Aku memahaminya, Mom.”
Next.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments