“Apakah Black Joe adalah sekelompok pembunuh?”
“Mereka semacam assassin atau pembunuh bayangan?”
Philip sungguh berisik. Delcy mulai terganggu ketika Philip terus menerus mengajukan pertanyaan. Lelaki ini cukup cerewet, tidak seperti anggota Black Joe lainnya.
“Nona Delcy?” Philip menyentuh pundak Delcy. “Apakah mereka dibenci ....”
“Apakah kau bisa diam?” Delcy menoleh pada Philip. Tatapan matanya begitu tajam, menembakkan kemarahan. “Aku sedikit terganggu dengan ocehanmu, Philip.”
Philip mengulum ludah sembari menganggukkan kepalanya, dia tersenyum kikuk lagi. “Maaf, Nona Delcy.”
Delcy mengabaikan kata-kata Philip. Dia berbelok dan berhenti di salah satu ruko. Tanpa kata-kata, hanya dengan mengacungkan satu jari, penjual kedai mengetahui maksud Delcy.
“Kau mau membeli roti panggang?” Philip menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia tidak mengenal tempat ini. Philip hanya tau kalau dirinya tadi disekap di kawasan kumuh, belakang tempat penjagalan daging yang terbengkalai.
Delcy mengabaikan Philip lagi. Satu porsi roti panggang diberikan pada Delcy, perempuan itu membayar dengan beberapa lembar dolar dan uang receh.
“Nona Delcy.” Philip memanggil Delcy ketika wanita itu melangkah pergi secara tiba-tiba.
Delcy hanya melirik Philip, kemudian kembali mengabaikannya.
“Tolong jawab aku. Siapa itu Black Joe?”
Delcy menghela napas. Ditatapnya Philip lalu memutar bola matanya malas. “Kau sungguh tidak tahu?”
Philip menaikkan bahu. “Jika tahu, aku tidak akan mengikuti dirimu.”
Delcy menyuruh Philip untuk pergi tadi. Jalan mereka tentunya berbeda. Namun, Philip tak mau. Dia juga tak tahu jalan pulang sebab area ini sangat asing baginya.
“Black Joe adalah kelompok mafia.” Delcy mempersingkat. “Rajanya para raja."
Delcy menambahkan. "Kelompok mafia yang menguasai operasi dan pasar gelap di Los Angeles.”
Philip tiba-tiba berhenti. Tubuhnya membeku di tempat.
Delcy menoleh. Dia memandang Philip seperti orang kikuk. “Ada yang salah?”
“Maksudmu aku adalah bagaian dari mafia kejam?”
“Kau pembunuh.” Delcy menyahut dengan santai, mulai melangkah lagi.
Philip mengikutinya. “Apa lagi yang kau tentang Black Joe?” tanya Philip. “Kau tahu siapa aku?” Lelaki itu menunjuk diri sendiri. “Mereka bilang aku pewaris Black Joe.”
Delcy menggigit roti panggang miliknya, sekali lagi dia mengabaikan Philip.
“Nona Delcy?”
“Kau Philip Sherburne!” Delcy mendapat kekesalan di dalam hatinya sebab Philip terlalu banyak merengek.
Delcy memandangi perawakan Philip. Secara fisik, dia pantas menjadi bagian dari kelompok Black Joe, penjahat kelas kakap, tetapi sifat dan kepribadiannya ... membuat Delcy hampir muak sebab dia terlalu cerewet dan berisik.
Philip mengusap wajahnya dengan frustasi. “Aku sudah menyebutkan namaku tadi.”
“Cari tahu sendiri.” Delcy menolak Philip mentah-mentah. “Aku bukan ‘pemandu wisata’ yang akan menjelaskan tentang Black Joe.”
Delcy mempercepat langkah kakinya.
“Setidaknya beri tahu aku di mana Black Joe?” Philip mengejar Delcy. “Aku akan mencari tahu sendiri.”
Delcy menoleh. Keduanya bertukar pandangan.
Philip berharap mendapatkan setitik cahaya di dalam kegelapan. Delcy sepertinya tahu sesuatu tentang hidupnya. Namun, sayang sekali, Philip tidak mengenal Delcy.
“Aku tidak tahu di mana mereka.” Delcy mengubah mimik wajahnya, sedikit sedih bercampur kecewa.
Philip mengerutkan dahi. “Kau juga tidak tahu?”
“Jika aku tahu, aku akan langsung menemui mereka.” Delcy menyeringai tipis. “Aku tidak akan membuang waktuku untukmu di sini.”
Philip mendekati Delcy, mengulum ludah, berusaha meyakinkan diri. “Lalu, kenapa kau menyelamatkan aku?”
“Aku mengira kau bagian dari Black Joe.” Philip menutup kesimpulannya. “Kau disuruh oleh Black Joe ....”
“Aku mengira kau akan membawaku pada Black Joe.” Delcy menyahut dengan ketus. “Aku punya harapan ketika mendengar Matrias dan anak buahnya akan menangkap pewaris Black Joe.”
Kerutan di kening Philip semakin jelas. Delcy mengubah caranya berbicara dan menatap pada Philip.
“Jika aku bisa membawamu pada Black Joe, apa yang akan kau lakukan, Nona Delcy?” tanya Philip dengan nada ragu. “Kau akan bergabung dengan mereka?”
Delcy menyeringai tipis. “Aku akan membunuh bos mereka.”
Philip tercengang dengan jawaban Delcy. Dia mengira Delcy berada di pihak yang sama dengannya.
“Kenapa kau ....” Kalimat Philip menggantung ketika ponsel di sakunya berdering. Philip memberi kode dengan tangannya untuk menyela Delcy sejenak.
Delcy menghela napas. Dia tidak bisa membuang waktunya. Ketika Philip berbalik, memunggungi dirinya, Delcy memilih pergi dari tempatnya. Toh juga, Philip tidak berguna untuk Delcy.
“Flo?”
Samar-samar Delcy mendengar suara Philip yang menjawab panggilan.
“Apa?” Philip menyentak ketika mendengar kabar tak mengenakkan. “Elisa tidak ada di sekolahnya?”
Delcy menghentikan langkah kaki. Dia menoleh pada Philip. Perlahan-lahan, Delcy berjalan mendekati lelaki itu lagi.
“Dia bertengkar dengan temannya, tetapi aku sedang rapat penting dan aku tidak bisa datang.”
Delcy menguping pembicaraan mereka.
“Aku menelepon mommy dan meminta dia untuk datang. Namun, pegawaiku melihat mommy bertemu kliennya siang ini, alih-alih datang ke sekolah Elisa.”
Delcy yakin suara itu adalah istri Philip.
Philip menganggukkan kepalanya. “Aku akan pulang sekarang, Honey. Tunggu aku.”
Philip menutup panggilan suara dari Flores. Dia menyimpan lagi ponselnya dan bergegas pergi.
“Nona Delcy, katakan padaku di mana halte terdekat?” tanya Philip dengan panik.
Delcy terdiam sesaat. Philip baru saja menunjukkan sikap kekhawatiran yang berlebih dari raut wajahnya.
“Putriku hilang dan istriku sedang cemas. Aku harus segera pulang.” Philip semakin panik. “Aku tidak tahu daerah ini, Nona Delcy.”
Philip memohon padanya. “Aku mohon bantu aku pulang.”
Delcy mengulum ludah. Dia menunjuk ke salah satu gang. “Lurus dari sini akan ada perempatan. Di sana halte yang paling dekat dengan ....”
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Philip menganggukkan kepalanya dan berterimakasih pada Delcy. Lelaki itu pergi begitu saja.
“Kau harus memeriksa rute busnya! Aku juga tidak tahu rutenya!” Delcy berteriak. “Aku tidak pernah naik bus!”
Philip hanya melambaikan tangannya. Dia berlari dengan langkah pincang sebab kakinya yang terluka karena kejadian tadi.
Delcy mengembuskan napasnya kasar. “Dia benar-benar seorang ayah dan suami?” gumam Delcy pada dirinya sendiri. “Bagaimana Black Joe akan menanggapi ini?”
"Pewaris sekelompok mafia kejam telah menjadi suami sekaligus ayah yang penyayang dan berbakti?" Senyum tersungging di sudut bibir Delcy.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Flores mondar mandir di depan rumahnya. Satu jam berlalu sejak dia menelepon Philip tadi. Namun, tidak ada tanda-tanda kedatangan suaminya.
“Di mana dia?” Flores memandang jalanan di depan rumahnya dengan cemas. “Haruskah aku menelepon lagi?”
Tak berselang lama, Philip turun dari dari sebuah taksi yang berhenti di pinggir jalan. Lelaki itu berlari dengan langkah pincang. Penampilannya kacau, sebab tak sempat merapikan diri.
“Honey!” Philip memanggil Flores. “Bagaimana? Ada perkembangan kabar dari Elisa?”
Flores menggelengkan kepalanya. “Aku mencoba menelepon mommy, tetapi ponselnya mati.”
“Aku sudah mengirim orang ke sekolah untuk memeriksa lagi, tetapi tidak ada kabar juga.” Flores menatap wajah Philip. Kepanikan hampir membuatnya mengabaikan keadaan suaminya senja ini.
Flores mundur selangkah. “Tunggu, Philip.” Dia meraba dada bidang suaminya, menyentuh pundak Philip, lalu mengusap wajahnya. “Apa yang baru saja terjadi padamu?”
“Kau habis berkelahi?” tanya Flores. Sekarang kecemasannya bertumpuk-tumpuk. “Kau juga terluka.”
Philip mencoba menenangkan Flores. “Keadaanku tidak penting, Honey.” Philip meraih tubuh Flores dan mengusap puncak kepalanya. “Elisa yang terpenting.”
“Namun ... kau terluka.” Flores bersikeras. “Katakan padaku ... apa yang terjadi?”
Philip tak sempat menjelaskan ketika sebuah mobil mewah berhenti di depan rumahnya. Hanya Flores yang mengenali mobil mewah itu.
“Marc?” Flores bergumam. Suaranya sampai ke telinga Philip. Lelaki itu menoleh, menatap Flores sejenak sebelum akhirnya kembali fokus pada kedatangan Marc.
Benar saja, Marc keluar dari mobil kemudian disusul Elisa.
“Mom! Dad!” Elisa berteriak kegirangan meskipun wajahnya terluka sebab bertengkar dengan temannya, lututnya pun dibalut plester luka.
Flores langsung tersenyum sumringah. Dia merentangkan tangannya, lantas memeluk Elisa dan menggendongnya.
“Flo?” Marc menyusul, membawakan tas sekolah Elisa. “Maaf karena tidak memberi kabar padamu, kalau aku mengajak Elisa jalan-jalan.”
Flores memandang Philip yang tak bergeming.
“Aku ....”
“Masuklah bersama Elisa, Flo.” Philip memerintahkan. “Aku yang akan berbicara dengannya.”
Flores mendeteksi kemarahan Philip, jadi dia tidak berani melawan. Flores hanya mengangguk, lalu membawa Elisa masuk ke dalam rumah.
Sementara itu, tatapan Philip pada Marc begitu sengit. “Aku akan melaporkan tindakanmu pada polisi jika kau mengulanginya, Mart.”
“Namaku Marc.”
Philip menyeringai. “Aku tidak peduli.”
Marc menghela napas panjang. “Bukankah seharusnya kau berterimakasih padaku sebab aku telah membuat Elisa bahagia hari ini?”
“Elisa punya orang tua yang bisa melakukan itu untuknya, Mak.”
“Namaku Marc, Ba—“ Marc hampir mengumpat, tetapi dia menahan kemarahannya.
Dia telah membangun citra baik pada Elisa. Jika Elisa mendengar suaranya yang meninggi, maka semua usahanya akan sia-sia saja.
“Pergilah dari sini.” Philip merebut tas sekolah Elisa. “Jangan pernah datang lagi.”
Philip berpaling, dia hendak masuk ke dalam rumah.
“Elisa menyukai diriku.” Marc menyela langkah Philip. “Sebagai calon ayah.”
Philip berbalik badan, menatap Marc. “Berhenti berhalusinasi.”
“Aku akan datang lagi, Philip,” ucap Marc dengan santai. Dia mengabaikan kekesalan Philip, malah mempermainkannya. “Aku sudah berjanji pada Elisa untuk datang lagi.”
Marc tersenyum sinis. Dia menepuk pundak Philip dan berbisik, “Aku akan mengambil cinta pertamaku kembali padaku, Philip.”
“Aku akan merebut Elisa dan Flores darimu.”
Next.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments