Philip mencium aroma anyir ketika dia sadar dari pingsannya. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari tahu dari mana aroma itu berasal. Suasananya sepi, tetapi Philip mendengar sayup-sayup suara orang saling bersahut-sahutan.
“Di mana aku?” Philip bergumam sembari menajamkan pandangan matanya. Sepasang lensa Philip berusaha untuk menyesuaikan dengan cahaya terang di ruangan ini.
“Hei, Bos! Dia sudah bangun.”
Philip menoleh ketika seseorang menunjuk ke arahnya. Wajahnya asing, tetapi tidak dengan pakaian yang dia kenakan. Sebelum Philip berakhir di tempat ini, dia bertemu dengan wanita yang berpakaian serupa.
Seorang pria bertubuh kekar datang dari bilik kecil di sudut ruangan. Philip terus memandangnya dalam diam, sebab ia pun tak bisa bergerak. Philip diikat dan didudukkan di atas kursi kayu, membatasi pergerakan lelaki itu.
“Siapa kau?” tanya Philip mulai panik ketika pria itu mengambil pisau daging di atas meja.
Tunggu, Philip tau tempat ini.
Aroma anyir yang dia dapatkan pasti berasal dari tumpukan karung di pojok ruangan. Darah mengering di dinding-dingin, bercampur dengan kerak lumut yang menghitam. Ini adalah tempat bekas penjagalan.
“Matrias Rogrigo.” Pria itu menyebut namanya dengan santai. “Panggil saja aku Matrias.”
“Dia menggunakan aksen Meksiko?” Philip terus memandangnya. Dia mencoba mengenali pria gempal itu dengan baik, barang kali Matrias Rogrigo adalah rekannya dulu.
Matrias menarik kursi dan duduk di depan Philip. Seluas senyum dilemparkan kepada Philip. “Katakan padaku, di mana markas Black Joe yang baru?”
“Orang sinting ini bicara tentang apa sebenarnya?” Philip tetap menutup mulutnya.
“Kau tidak mau bicara padaku?” Matrias menyeringai tajam. Kepalanya manggut-manggut kemudian. “Tentu saja. Para Black Joe selalu setia dengan kelompok mereka.”
Philip mengerutkan keningnya. Sebenarnya ini bukan kali pertama dia mendengar ‘Black Joe’ disebut untuk merujuk pada dirinya. Namun, anehnya, tidak ada secuil memori pun tentang Black Joe di dalam kepala Philip.
Matrias mendekati Philip. Pria gempal itu meremas rambut Philip dan mendongakkan kepalanya dengan paksa. “Berhenti main-main denganku, Philip.”
“Aku tidak tahu siapa atau apa itu Black Joe!” Philip bersikeras. “Aku tidak pernah terlibat dalam kelompok itu!”
Philip memang berkata jujur. Dia adalah bocah panti yang besar di jalanan setelah tragedi mengenaskan puluhan tahun lalu. Philip tumbuh menjadi pria tanpa identitas yang hidup berdasarkan belas kasih dari orang lain, sebelum akhirnya menikahi Flores Lottie dan membangun rumah tangga bersamanya.
Matrias malah tertawa terbahak-bahak. Dia menoleh pada salah satu anak buahnya, memberi kode untuk membawa Philip dari tempatnya.
Philip menatap kedatangan pria itu. Wajahnya familiar, tetapi Philip tak akrab dengannya.
“Tunggu, apa kita pernah bertemu?” Philip menyela. “Sepertinya aku mengenalmu.”
Matrias menepuk-nepuk jidat Philip. “Kau ingat Brox, tetapi tidak ingat diriku?”
“Brox?” Philip menyipitkan ekor matanya.
“Sepertinya aku pernah mendengar nama itu.” Batin Philip terus bergejolak, memaksa ingatannya untuk kembali secepat mungkin.
Brox melepaskan ikatan di tangan Philip. Namun, bukan untuk melepasnya pergi dan pulang ke rumah. Brox menyuruh dua anak buahnya untuk membawa Philip ke tepi meja panjang di samping mereka. Di sana jajaran pisau daging dengan berbagai macam bentuk dan ukuran berjajar layaknya seperti sebuah etalase pameran.
Philip meronta-meronta. “Apa yang ingin kalian lakukan, huh?” tanya Philip sembari menjejakkan kakinya ke tanah, berusaha melepaskan diri. “Lepaskan aku!”
Philip didorong di tepi meja. Dia dipaksa mengulurkan tangannya untuk diletakkan di atas meja itu.
“Apa yang ingin kalian lakukan pada pergelangan tanganku?” Kewaspadaan Philip meningkat ketika Matrias mengambil gergaji tulang dan daging yang sudah berkarat. Jika benda itu dipaksa untuk memotong tangan Philip, sakitnya akan luar biasa.
Brox memegangi tubuh Philip, dibantu dua anak buah yang membatasi pergerakan Philip sekarang.
“Jadi bagaimana kau bisa menjelaskan tentang tato ini, Nak?” Matrias menunjuk tato di pergelangan tangan Philip dengan ujung belati, sesekali menekannya. “Kau dapatkan dari stiker mainan anak-anak?” kekeh Matrias.
Philip mengulum ludah. “Aku tidak tahu,” jawab Philip. “Tatonya sudah ada sejak aku lahir.”
“Itu karena kau adalah Black Joe!” Matrias berteriak lantang.
Senyum seringai merekah, seakan menantang Philip. Matrias berbuat semaunya selagi dia masih sempat. Jika Black Joe tahu bahwa salah satu anggota mereka ada di sini, maka mereka akan mati secara mengenaskan.
Matrias menghela napas. “Sebelum aku memaksa, katakan di mana markas Black Joe yang baru, Nak?”
“Aku tidak tahu!”
Matrias memalingkan pandangan mata, membuang napas penuh kesal. “Berhentilah main-main denganku, Philip.”
“Aku tidak punya banyak waktu, sebab putriku ditawan oleh kelompokmu!” Matrias menjambak rambut Philip, membuat Philip merintih. “Katakan tempatnya dan aku akan membiarkanmu pulang, menemui istrimu dengan keadaan tubuh yang utuh.”
Philip menggelengkan kepalanya. “Aku bersumpah bahwa aku tidak tahu di mana Black Joe.”
“Aku lahir di panti dan setelahnya aku hidup di jalanan.” Philip mulai mengulas. “Aku tidak pernah tahu siapa diriku.” Philip akhirnya pasrah. “Aku juga sedang mencari tahu, Matrias.”
Matrias terdiam. Dari cara Philip berbicara dan memandang, Matrias tidak menemukan kebohongan. Lantas lelaki itu melepaskan cengkeramannya dari rambut Philip.
Tubuh gempal Matrias berbalik, memunggungi Philip. “Jadi ... maksudmu kau dibuang oleh Black Joe?”
Philip tak mampu memberi jawaban.
“Black Joe membuang pewarisnya?” Matrias berbalik menatap Philip. Lelaki itu punya kesabaran yang tak luas.
Matrias mengambil gergaji daging yang tadi dia letakkan. Dengan cepat, lelaki itu meraih tangan Philip, hendak memotong pergelangan tangannya. “Maka aku akan memancing Black Joe untuk muncul dengan potongan tanganmu!”
Philip meronta-ronta. “Lepaskan aku!” Dia berteriak sekencang mungkin. “Lepaskan!”
Di tengah kepanikan yang memburu, sebuah panah melesat dan tepat mengenai lengan Matrias. Tak berselang lama, disusul panah-panah yang lainnya. Satu persatu anak buah Matrias jatuh sebab lesatan anak panah dari crossbow.
“Lari!” Seorang perempuan berteriak pada Philip. “Sekarang!”
Philip memanfaatkan waktu dengan baik. Dia menjejak dan memukul beberapa anak buah Matrias yang berusaha menghalanginya pergi. Smoke bomb yang dilempar membantu Philip melarikan diri dengan mudah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Philip terengah-engah. Dia berusaha mengatur napasnya sembari memandangi punggung perempuan di depannya.
Sejujurnya, Philip mengira seorang laki-laki menyelamatkan dirinya, tetapi dia keliru ketika seorang perempuan menariknya untuk menuntun langkah Philip menyusuri gang demi gang pasar hingga sampai ke tempat ini.
“Hei, kau!” Philip menyenggol pergelangan kaki wanita itu. “Siapa kau?”
Wanita itu tak menoleh, hanya menjawab. “Begitukah cara orang-orang Black Joe untuk berterima kasih?”
Sekarang Philip mulai muak. Semua orang terus saja menyebut tentang Black Joe.
“Siapa Black Joe?” Philip tak mau berbasa-basi. “Kau mengenal mereka?”
Wanita itu menoleh. Ditatapnya Philip dengan begitu teliti. Sepersekian detik, tidak ada yang berbicara. Hanya saling pandang, untuk saling waspada juga.
“Kau ... benar-benar tidak ingat siapa Black Joe?” tanya wanita itu. “Sama sekali tidak ingat apa pun tentang mereka?”
Philip mengangguk yakin. “Jika kau bisa membawaku pada mereka ....”
“Tidak berguna!” Wanita itu memalingkan wajahnya. “Sia-sia aku menyelamatkanmu dari Matrias.”
Dia mulai mengemasi barang-barangnya. Memasukkan beberapa anak panah dan sisa smoke bomb miliknya ke dalam tas besar, lalu mengambil crossbow di samping Philip.
“Seharusnya aku membiarkan mereka memotong tanganmu tadi.” Dia terus menggerutu. “Aku harus kehilangan lima anak panahku dan dua smoke bomb-ku.”
“Aku tidak menyuruhmu untuk menyelamatkan aku.” Philip menyahut.
Wanita itu menganggukkan kepalanya. “Ini salahku.”
Wanita itu berdiri, merapikan pakaiannya, dan melirik ke arah Philip. “Lurus saja terus, nanti kau akan sampai ke depan pasar.”
Philip mencegah dia pergi. “Tunggu dulu.”
“Aku tidak tahu siapa kau,” ucap Philip. Perlahan-lahan dia melepaskan genggaman tangannya. “Namaku Philip Sherburne.”
Wanita itu diam.
“Siapa namamu?” tanya Philip. “Barang kali aku menolongmu kembali suatu saat nanti.” Philip tersenyum kikuk. Dia menjadi orang aneh di sini.
Wanita itu menggelengkan kepalanya, tanpa menjawab dia pergi meninggalkan Philip di tempatnya. Philip menyerah. Dia tak suka memaksa orang untuk memenuhi keinginannya.
Ketika Philip hendak berbalik, tiba-tiba wanita itu menatapnya. “Delcy.” Dia menyebutkan satu nama. “Itu namaku.”
Philip tersenyum manis. “Delcy?”
“Kau berhutang nyawa padaku. Berjanjilah untuk membayarnya suatu saat nanti.”
Philip menganggukkan kepalanya. “Tentu saja, Delcy.”
Next.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments