Episode 19 : Perasaan Apa Ini?

Pukul 20:00....

Dea yang berada di tubuh pangeran ketiduran di dalam mobil, ia menunggu pangeran yang sedang mengerjakan patung tanah di dalam kelas, bersama Bara.

"Bagaimana keadaan mu?" tanya Bara yang tengah membentuk gumpalan tanah liat.

"Jika kau mengkhawatirkan ku, bukankah seharusnya kau menyuruhku pulang saja?" sahut pangeran mengangkat ujung bibir. Ia sudah lelah berada di antara kerumunan orang seharian. Menjadi Dea ternyata benar-benar melelahkan, pantas saja gadis itu selalu merutuk tidak jelas.

"Aku bahkan tidak mengerjakan apapun, selain mencuci tempayan ini." imbuhnya mengetukkan tempayan bekas wadah tanah liat.

"Aku tidak mau menyelesaikan ini sendiri. Ini juga karena mu, andai saja kau tidak bolos, pasti patung kita sudah selesai." rutuk Bara menatap tajam, jika karena tidak membutuhkan nilai seni, ia takkan sudi berkutat seharian bersama lumpur coklat itu. Setidaknya ia harus punya nilai kesenian tinggi, untuk mendongkrak nilai akademik lainnya yang anjlok.

"Mengenai gadis yang hilang itu... menurutmu dia di culik atau melarikan diri?" Pangeran terlihat penasaran, jika ia bisa menyelamatkan nyawa seseorang yang sedang kesulitan, maka kekuatan sihirnya bisa bertambah. Siapa tau juga ia bisa lebih cepat bertukar tubuh kembali dengan Dea.

"Hana..?" ujar Bara, ia meletakkan spatula kecilnya di atas meja, lalu duduk menghadap Dea.

"Jika ini penculikan, bukankah menurutmu pelakunya orang yang sama?" selidik Pangeran lagi, ia mengingat siapa saja gadis yang hilang lewat berita tahunan di ruang siaran.

Hampir semua korban yang hilang adalah gadis-gadis berpenampilan lugu, pendiam dan jarang bergaul. Menurutnya pelaku adalah orang yang sama, karena seperti terobsesi dengan gadis-gadis polos.

"Atas dasar apa kau berpikiran begitu?" Bara menyipitkan matanya heran.

Pangeran memutar bola matanya, "Karena... pikiranku mengatakan begitu."

"Kau berhati-hati lah, jangan sampai menjadi korban berikutnya." Bara membelalakkan mata kepada Dea untuk menakuti, gadis berwatak aneh itu bisa saja jadi sasaran berikutnya.

"chh..! tatapanmu seperti pelaku kriminal." tukas pangeran membalas dengan tatapan sinis.

Bara kembali melanjutkan detail patungnya, senyum tipis tampak ia sematkan di sudut bibir. Senyum yang sangat manis dan hangat, tak seperti kelakukannya sehari-hari yang dingin dan kaku.

Sementara Pangeran yang berada didalam tubuh Dea itu kembali membersihkan tempayan. Karena terlalu banyak bergerak, membuat kepalanya berguncang kecil hingga gelungan rambut bertali karet itu lepas terurai.

"haiss..! Rambut wanita ini sangat merepotkan." gumamnya kesal, sambil menyibakkan juntaian rambut ke belakang bahu, dengan punggung tangan.

"Apa ku botak saja selagi aku disini? Baunya pun sangat menyengat." ocehnya berlanjut, ia risih dengan rambut curly badai milik Dea itu. Belum lagi aromanya seperti kuburan baru, semerbak menganggu rongga penciuman Pangeran.

Dari ekor mata, Bara mendapati Dea yang heboh sendiri menyibakkan rambutnya. Awalnya ia tak mau perduli, tapi melihat tingkah Dea yang seperti cacing kepanasan itu membuatnya terganggu. Ia lantas melepaskan sarung tangan karetnya, lalu menghampiri Dea.

"Cidera tanganmu bisa bertambah parah kalau begitu." Ia tak habis pikir, kenapa gadis itu selalu energik bahkan di saat tangan dan lehernya memakai penyangga.

Tanpa meminta izin, Bara mengikat rambut Dea menggunakan sapu tangan miliknya.

"Apa yang kau lakukan?" protes Pangeran hendak menolak, namun rambutnya sudah terlanjur di genggam oleh Bara.

Menyentuh rambut halus itu membuat jantung Bara berdegup kencang. Entah karena kurang bersosialisasi, atau karena memang cuacanya sedang gerah hingga membuat pipinya hangat memerah.

Sementara Pangeran, batinnya memberonrak bukan main. Bagaimana tidak, sedekat ini dengan sesama pria, walau sekarang ia berada di tubuh wanita, pada dasarnya mereka sama-sama pria kan?

"Kalau sudah selesai, enyahlah..!" Pangeran maju mendadak, membuat Bara terbuyar dari lamunannya.

"khm.. Sebaiknya.. kita sudahi saja malam ini." ucapnya terbata, pria itu mengusapkan kedua telapak tangannya di saku celana, untuk menyingkirkan rasa gugup.

"Kenapa tidak dari tadi..!" jawab Pangeran segera berdiri. Ia membersihkan tangannya, lalu mengemasi barang dan beranjak.

"Aku harus mengembalikan ini?" tunjuk pangeran pada sapu tangan milik Bara.

Bara menggeleng pelan, "tidak perlu..." sorot matanya terlihat goyang, berbeda dengan barusan saat ia menakut-nakuti Dea.

Setelah memastikan Dea keluar, Bara terduduk lemas di kursinya. Ia meraba dadanya seraya menghembuskan nafas berat.

"Apa-apaan ini..? Kenapa aku seperti ini?" gumamnya bingung sendiri.

BRAAK.. BRAAK...!

Pangeran menggedor kaca mobil untuk membangunkan Dea. Tadinya ia hendak menggunakan kekuatannya untuk menembus mobil, tapi semenjak bertukar tubuh dengan Dea, semakin hari kekuatannya semakin melemah. Entah karena apa, yang pasti ini bukan pertanda baik.

Dea yang berada di tubuh Pangeran menggeliat kala mendengar suara itu. Ia menoleh dan langsung membukakan pintu mobil.

"Kau sudah selesai?" tanya Dea berbasa-basi, dengan kedua sudut mata dipenuhi gumpalan putih.

Pangeran menaikkan sudut bibirnya sinis. "Aku seharian bergabung dengan makhluk-makhluk itu, sementara kau tidur nyenyak disini?"

"Memangnya salahku?" sahut Dea masa bodo sambil mengangkat bahunya santai.

"Anggap saja itu hukumanmu, karena telah membunuh keluargaku, dan aku dimasa lalu."

"Kau pendendam rupanya." bisik Pangeran mengecap tipis.

"Kau tidak tau malu ternyata, mana ada orang yang ikhlas saat keluarganya dibunuh. Bahkan saat dirinya dibunuh dengan keji di masa lalu. Tidak ada orang yang mendambakan kematian."

"Ada, Aku.." ucap pangeran enteng, seraya menunjuk dirinya sendiri.

"Benar.. aku lupa ada orang sinting yang mengharapkan kematian disini. Jika aku membawa tubuhmu ini melompat ke jurang, apa kau bisa segera lenyap dari hidupku?"

"Entahlah, bagaimana jika malah nyawamu yang ke akhirat?" Lagi-lagi pangeran menjawab singkat, dan terdengar menjengkelkan. Lagipula memang tidak ada jaminan, karena ruh mereka sekarang saling terikat dengan tubuh yang tertukar itu.

"aiss..! Seharusnya ku bunuh saja kau saat itu. Jika nanti tubuh kita kembali, segera berikan busurnya padaku. Aku tidak akan ragu membidikmu disini..! Disini..! Dan disini...!" Dea menunjuk bola mata pangeran, jantung serta perutnya bersamaan.

Mendengar itu, pangeran malah bersedekap, sembari menatap Dea dengan lekat. Ada yang aneh dari gadis itu. "Kenapa kau emosional sekali hari ini?"

"Entahlah...! Aku lapar .! Aku haus..! Tapi aku menahannya karena aku malas buang air..! Sampai kapan aku harus berpuasa seperti ini?" Dea merengek sambil menghentakkan kepalanya pada sandaran kursi mobil.

"Kenapa kau menahannya? Kau bisa saja menutup mata saat buang air."

"Menutup mata..? Kau pikir barang ini bisa keluar dengan sendirinya dari balik celana?!" pekik Dea teramat kesal, beberapa titik ludahnya bahkan muncrat menghujani Pangeran.

Pangeran menyeka wajahnya yang terkena tempias liur keramat itu. "Tidak usah di keluarkan.. kau lepaskan saja celananya dan biarkan dia mengalir secara alami."

"Merepotkan..! Aku sudah cukup kesulitan dengan mengganti pakaian setiap hari, walau sekali."

"Terserahmu saja, kau tidak mau memegangnya jadi aku harus apa? Memegangkannya untukmu?"

"Apa yang kalian bicarakan? Dea.. Kau mau memegang apa?!" Celetuk seseorang dari kursi belakang, yang tak lain adalah Vaness.

Ia hendak menumpang pulang tadi, tapi malah ikut ketiduran. Kini matanya membelalak lebar, saat mendengar sahabatnya berkata menawarkan pegangan. Obrolan itu sudah beberapa kali coba ia cerna, namun tetap saja otaknya tak bisa mengarah ke hal positif.

Pangeran dan Dea tercengang, mematung di tempat dengan kedua mata membulat.

...************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!