Episode 7 : Bukan Kutukan?

Setelah Gala pergi, Dea membuka lebar pintu rumahnya. Mempersilahkan sang Pangeran angkat kaki dari sana. Ia akan berasalan nanti pada Gala, bahwa pria aneh ini tak memenuhi kriteria sebagai supir pribadi.

"Apa ada lagi yang mau datang?" tanya sang Pangeran sambil melihat kesekitaran halaman rumah.

"Kau tidak keluar? Aku mau istirahat..!" ketus Dea.

"Aku tidak punya tempat tinggal, satu-satunya tempat tinggalku selama ini adalah lukisan itu. Tapi aku tidak bisa kembali lagi kesana..."

"Bukan urusanku!" Dea menarik paksa pangeran itu, lalu ia masuk dan mengunci pintu rapat-rapat.

Tapi tiba-tiba pangeran itu muncul dihadapan Dea. "Kau harus membunuhku sekarang juga, agar aku bisa hidup dengan tenang di akhirat.."

"YAA..! Kenapa kau bisa disini? Kau menembus dinding?" Dea berbalik badan untuk memastikan pintunya sudah terkunci.

"Sudah ku bilang, aku berbeda dengan makhluk modern. Tapi aku tidak bisa lagi kembali kedalam lukisan itu. Pilihannya ada padamu, bunuh aku sekarang. Atau beri aku tempat tinggal selagi aku menunggu."

"Bukankah kau seorang bangsawan? Gunakanlah sedikit otakmu untuk mencari tempat tinggal." Dea kembali membuka pintu. Memangnya dia wanita apaan. Tinggal satu rumah dengan pria asing adalah tindakan bodoh.

Dengan kekuatannya, Pangeran itu menutup kembali pintu. Hampir tangan Dea terjepit daun pintu.

"Tidak bisa...! Aku harus selalu mengawasimu. Aku tidak bisa mencari tempat tinggal yang jauh."

Dea mendengus kasar. Ia meniup nafas ke atas dahi, hingga beberapa helai anak rambutnya terangkat. Sungguh tak bisa dipercaya situasi ini. Benar-benar gila.

"Baiklah, ikut aku kalau kau mau tempat tinggal." Dea melangkah pergi menuruni anak tangga didepan teras. Sang Pangeran pun mengikuti langkahnya.

Sampailah mereka di depan gerbang, dimana ada pos penjaga disisi pintu gerbang.

"Ada apa non...?" Satpam berseragam lengkap itu langsung berdiri, kala Dea mendatanginya.

Dea tak menjawab, ia menerobos masuk pos berukuran 3x4 meter tersebut, dimana terdapat kamar dibalik sekatnya.

"Kamar nya masih bisa dihuni kan kalau tambah satu orang lagi?" tanya Dea kepada Pak Satpam.

"m..masih non, mau tambah penjaga baru?" jawab Pak Satpam, seraya memindai penampilan Pangeran yang begitu aneh. Ia bahkan bingung, darimana orang ini berasal. Perasaan ia tak melihat orang masuk.

"Nah, tidurlah disini untuk beberapa saat, sampai aku siap." titah Dea kepada Pangeran.

"Ini seperti kandang hewan." lirih Pangeran bergidik geli. Sprei yang berantakan, serta bungkus camilan dan gelas bekas kopi berserakan. Mana bisa ia tinggal di tempat seperti itu.

Dea tak menggubris lagi, ia meninggalkan pos jaga itu. Kepalanya benar-benar terasa sakit. Separuh akalnya seperti hilang karena kehadiran makhluk aneh itu secara tiba-tiba.

"AAAAA.....!!!" Pekik Dea tepat sebelum memasuki rumah.

Pangeran dan Satpan jadi terjingkat kaget berbarengan.

...~~~...

"Untuk menggambarkan suatu rasa yang nyata, kita harus mendalami apa yang terlintas dibenak kita...."

Dosen sedang mempraktikan melukis objek, sebelum nanti diwujudkan dalam bentuk patung.

"Perhatikan setiap detail dan objek terkecil, karena itu yang akan membuat karya seni kalian terlihat nyata." tambah Pak Dosen sambil memperhatikan semua muridnya.

"AAAA....!" pekik Dea terkejut, saat melihat Pangeran mengintainya dari luar kelas.

Seisi kelas jadi terkejut, Pak Dosen sampai memeriksa barangkali Dea kesurupan.

"Dea, ada apa?"

"Maaf, Pak. Perut saya sakit. Saya izin ke toilet ya..." Dea terburu-buru meninggalkan kelas. Menghampiri Pangeran aneh itu dengan wajah pucat.

"Apa yang kau lakukan disini?" sergah Dea, sambil menarik sang Pangeran menjauh dari kelas.

"Darimana kau tau kampus ku? Kau mengikuti ku sejak pagi?" bisik Dea melihat sekeliling. Memastikan tak ada orang yang melihat.

Pangeran menepis tangan Dea, "Aku selalu mengikutimu sejak kau lahir."

"Kau tidak perlu kesini..!" tukas Dea menekan kalimatnya.

"Aku harus mengikutimu kemanapun, untuk memastikan kau baik-baik saja. Kalau kau mati sebelum kau membunuhku, maka entah berapa ribu tahun lagi aku harus menunggu reinkarnasi ini."

Dea merapatkan giginya. Kedua tangan dikepalkan erat. Baru hendak membuka mulut untuk merutuk, dua sahabatnya yakni Vaness dan Clara menghampiri.

"Dea..! Dea..! Kau tau Bryan meninggal..?" dua sejoli tersengal-sengal.

Dea tertawa kecil, menganggap dua sahabatnya itu sangat konyol dalam membuat gurauan.

"hei, jangan begitu. Ucapan adalah doa, bagaimana kalau dia meninggal sungguhan?"

"Kemarin jam 16:40 ada kecelakaan di depan Mall. Sebuah tiang listrik ambruk dan menimpa mobil Bryan. Pagi ini ketua kampus mengumumkan bahwa Bryan meninggal, sedangkan gadis licik itu dalam masa kritis." Vaness menelan ludah dalam-dalam saat selesai menjabarkan informasi tersebut. Ia juga sama syoknya.

"Tidak mungkin...." lirih Dea dengan tatapan bergetar. Kejadian itu tepat setelah ia dan Bryan bertengkar. Apakah kutukan yang dibicarakan orang-orang bukan hanya omong kosong?

Clara berpindah kesebelah Dea untuk menenangkannya. "Dia tak pantas ditangisi..." bisik Clara mencoba menghibur. Pria brengshek seperti Bryan memang lebih pantas menghadap Tuhan.

"Bagaimana bisa..., setelah pertengkaran kemarin..."

"ssst...! sst...! Jangan berpikiran konyol Dea. Itu hanya kecelakaan, tak ada sangkut pautnya denganmu." imbuh Vaness juga mengambil posisi ke sebelah Dea. Ia dan Clara sudah tau, Dea pasti akan merasa bersalah.

"Tapi... siapa pria berpakaian aneh ini?" bisik Clara penasaran. Ia melirik tipis kearah Pangeran dengan ekor mata tajam.

"Dia...."

Dea mematung, tadinya ia berniat memperkenalkan Pangeran sebagai bodyguard. Tapi untuk mengenalkan seseorang harus disertakan nama bukan? Ia bahkan tidak ingat siapa nama pangeran itu.

"Dia calon bodyguard ku, hari ini sedang dalam masa percobaan, jadi aku masih memperbolehkannya memakai baju bebas."

Dea terpaksa berbohong kepada dua sahabatnya itu. Kalau ia mengatakan yang sebenarnya, bisa-bisa Clara dan Vaness masuk rumah sakit jiwa.

"aa.. jadi kau calon bodyguard?" Vaness menendang pelan tulang kering Pangeran itu, sebagai sapaan. Bocah satu ini memang agak tengil.

"Kau harus sadar diri ya. Jadi bodyguard yang baik untuk Dea kami." tambah Vaness sambil melempar tatapan sinis. Kalau sampai Dea kenapa-kenapa, maka ia akan menguliti pria itu hidup-hidup.

"Beraninya kau bersikap kurang ajar padaku?!!" bentak sang Pangeran, membuat Clara dan Vaness terkejut.

"hei, hei, sabar sabar... kau harus sabar." Dea segera berdiri di antara Vaness dan Pangeran itu.

"Teman mu itu harus di ajarkan sopan santun. Beraninya dia menyentuhku dengan kaki kotornya itu!" Kedua bola mata Pangeran berapi-api. Tatapan psikopatnya membuat dua sahabat Dea saling berpegangan tangan. Entah kenapa aura itu terasa sangat menyeramkan.

"hei... tahan... kau tidak sedang di kerajaanmu. Kau harus tenang." bisik Dea memegangi kedua lengan Pangeran. Ia takut Vaness di terbangkan, seperti barang-barang dirumahnya kemarin.

"De.., kau yakin menjadikannya bodyguard? Dia seperti gangster." lirih Clara dengan suara bergetar. Dapat dari mana Dea manusia seperti itu.

...************...

Terpopuler

Comments

$uRa

$uRa

hhaaahh😁😁

2023-06-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!