Episode 11 : Jujur

Pagi hari yang begitu indah, terasa sejuk dan memanjakan mata. Membuat Dea kembali menggeliat setelah mengintip sudut jendela. Matahari pagi sudah naik cukup tinggi.

Dengan remang mata di paksa, Dea melihat ke arah ponselnya. "Rasanya ingin libur... benar-benar libur. Tanpa tugas, tanpa apapun.." keluhnya sambil bangkit dari atas kasur.

Hari ini memang libur, tetapi kelasnya sedang ada tugas kelompok yang mengharuskan mereka tetap ke kampus.

Setelah selesai mandi dan berbena semua keperluan, Dea turun dari kamar dengan langkah diseret. Entah kenapa hari ini ia sangat malas.

"Kau sudah siap..?" ucap pangeran dari ujung anak tangga.

"Apa..apa yang kau pakai itu..?" Dea ternganga saat melihat pangeran memakai kaos merah muda, yang kemarin ia tunjuk saat di pusat perbelanjaan. Perasaan ia tak membelinya.

"Hei .! Kau mencurinya?" selidik Dea menyorot tajam.

"Tidak, aku memasukkannya ke keranjang saat hendak pembayaran. Bagaimana? Aku bosan menggunakan baju warna hitam." pangeran merentangkan tangan, memamerkan barang selundupannya. Celana jeans biru muda dan kaos berwarna pink, warna cerah itu bahkan tak menutupi wajahnya yang suram.

"Kau curang sekali. Cepat ganti...!" pekik Dea membuat bahu pangeran terjingkat.

"Kau tidak berhak mengaturku."

"Tapi... asss! Aku saja yang ganti baju." Dea berbalik lagi, ia tak mungkin ke kampus pakai rok jeans biru muda dan kaos pink, mereka akan dikira sepasang kekasih.

"Tidak ada waktu." Pangeran menarik tubuh Dea dengan kekuatannya, gadis mungil itu melayang spontan, dan berhenti tepat di hadapannya.

Dea yang tak bisa menyeimbangkan tubuh hampir terhuyung jatuh, dan pangeran sigap memegang pinggangnya.

Untuk kali pertama, Dea merasakan jantungnya bergejolak bak ombak yang tertiup badai. Dulu saat bersama Bryan ia bahkan tak pernah merasakan itu. Dalam jarak kurang dari setengah meter, Dea terpaku pada kedua mata indah sang pangeran. Netranya berwarna biru keabuan, serta alis indah yang membingkai sempurna. Dea pasti sudah gila karena kagum akan wajah sempurna itu.

"Kau kenapa..?" Pangeran terdengar penasaran dengan gemuruh yang ia dengar. Gemuruh jantung Dea.

Kelopak mata Dea mengerjap, tatapan gugup ia lempar ke arah lain. "Aku... tidak apa-apa." Dea melepaskan dirinya dari tangan sang Pangeran. Tanpa banyak bicara ia berjalan cepat keluar rumah.

"Kenapa wajahnya seperti habis mencuri?" gumam Pangeran bersuara datar.

.

.

Setibanya di kampus Dea dan Pangeran langsung jadi pusat perhatian. Bagaimana tidak, mereka turun bersamaan dengan pakaian serasi.

"Dea mengencani supirnya?" bisik salah satu wanita berwajah julid.

"Entahlah, tapi tampang pria itu seperti konglomerat. Dia tak pantas menjadi supir." balas yang satunya, memandang kagum ke arah Pangeran.

Dea berlari menuju tempat pembuatan patung. Sementara Pangeran berdiri di dekat mobil, sambil mengawasi Dea. Kalau-kalau gadis itu dalam bahaya.

Saat tiba di mejanya, Dea celingukan. Sepertinya pria bernama Bara itu belum datang. Sementara kelas akan di mulai 5 menit lagi.

Sambil menunggu, Dea pergi ke gudang belakang untuk mengambil tanah liat. Dan ternyata Bara sudah ada disana, tengah bersusah payah mengambil tanah yang sedikit mengeras.

"Kau ambil ini..!" Bara memberikan sepotong tanah, saat gadis itu belum siap memakai celemek.

"hei..! Bajuku kotor." protes Dea kesal, namun Bara tak menggubrisnya.

Pria itu berjalan keluar meninggalkan Dea. Membuat Dea semakin bersungut kesal.

"Tau begini tidak usah ada partner! Menyusahkan saja." rutuknya berjalan mengikuti Bara, dengan satu tangan memegang celemek, dan satu tangan membawa tanah.

Tak seperti yang lain, mereka semua berbincang dengan partner nya, sementara Dea dan Bara saling diam. Padahal mereka bersebelahan, dan membentuk tanah di atas meja yang sama.

Dea mulai membentuk wajah, sementara Bara membentuk detail tubuhnya.

"hei, kau mau membuat hidung gajah?" Bara mengkritik. Dea terlalu banyak menempelkan tanah, hingga terlihat seperti hidung Squidward.

"Ini belum jadi, fokuslah pada bagianmu." ujar Dea melirik sinis.

Bara mencopot tanah yang dipasang Dea. Menurutnya itu terlalu besar, akan memakan banyak waktu dan membuang banyak tanah untuk sampai ke bentuk yang diinginkan. Ia bahkan tak memberikan Dea kesempatan untuk belajar.

Sebagai rekan, bukankah seharusnya Bara mengajari Dea, bagaimana cara yang benar menurutnya.

Malas berdebat, akhirnya Dea membiarkan Bara bergerak sesukanya. "Dasar angkuh." gumamnya sinis.

...~~...

Di Perusahaan ED'S Corporation. Para petinggi yang kemarin menentang keputusan Dea tampak berkumpul bersama.

Ratu lebahnya adalah wanita berusia 48 tahun, bernama Maya. Ia sudah susah payah untuk membangun citra, agar bisa duduk di kursi Direktur utama. Namun di gagalkan begitu saja oleh bocah bau kencur itu.

"Sahamku kalah telak untuk menentang keputusan bocah itu." geram Maya meremas gelas teh nya.

"Bagaimana kalau kita adakan petisi? Jika seluruh orang kantor menentang, maka bocah itu harus turun kan?" timpal lelaki berkacama itu. Dulu ia adalah tangan kanan Pimpinan, yakni Papanya Dea. Namun ia bermuka dua, ia bahkan pernah korupsi dana sponsor dalam jumlah besar.

"Bagaimana caranya? Dia adalah ahli waris yang sah. Akan sulit membuat orang menentangnya." ucap seorang lainnya, yang menjabat sebagai Kepala Manajer.

"Kita hanya harus membuat nama bocah itu hancur." jawab pria berkacamata, yang tak lain adalah Manajer Eksekutif.

"Lakukan apapun yang kalian bisa, bagaimana pun caranya, aku harus bisa mengambil alih perusahaan ini." Maya mempercayakan ambisinya kepada mereka. Menurutnya ia lebih pantas mengambil alih perusahaan, karena ia adik kandung mendiang Pimpinan.

...~~...

Di sebuah cafe, Dea tengah menyantap makanannya dengan lahap. Pasta dengan taburan trufel itu dengan lembut melewati lidahnya.

"Kau tidak makan?" Dea mendongak ke arah Pangeran, pria itu hanya menatapnya tanpa berkedip.

"Aku tidak perlu makan." ucap Pangeran datar. Karena ia bukan manusia ataupun makhluk halus. Jadi ia tak perlu makan, minum, dan lainnya.

"Kenapa? Apa kau juga di kutuk untuk tidak bisa makan?" tanya Dea dengan mulut mengunyah.

"Tidak, aku akan tetap hidup walaupun tidak makan. Dan aku bisa makan apa saja kalau aku mau."

"Lalu kenapa kau tidak makan?" tanya Dea lagi. Tau begitu ia takkan memesan dua porsi. Mana masing-maisng porsi jumbo pula.

"Entahlah, itu tak terlihat seperti makanan." Pangeran menyipitkan mata ke arah piring. Ia sangat geli melihat makanan modern yang terlihat aneh itu.

"Kau belum pernah mencobanya? hh... kau pasti ketagihan bila tau rasanya."

"Makan saja..." Pangeran menyodorkan piringnya ke arah Dea.

Gadis itu meringis tipis. "haiss.. kau ini aneh sekali." Ia kembali menyantap dengan lahap, tanpa memperdulikan pangeran.

"Aku ingin jujur padamu."

Pangeran sudah memikirkan ini matang-matang. Melihat Dea sangat sedih karena kehilangan keluarganya, ia berniat mengaku bahwa dirinya lah yang melenyapkan anggota keluarganya. Dengan begitu Dea pasti akan membencinya, dan kesempatan itu akan ia gunakan untuk meminta Dea mengakhiri hidupnya.

"Apa..?" ucap Dea malas.

"Sebenarnya aku yang membunuh semua keluargamu."

Kunyahan Dea terhenti, ia mengangkat tatapannya dan meletakkan garpu ke atas piring.

...***********...

Terpopuler

Comments

$uRa

$uRa

wajahmu sudah mencuri hatinya Dea 🤴

2023-06-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!