Episode 14 : Dijebak

Pukul 22:00 malam...

Pangeran baru selesai mencuci piring, jika di hitung mungkin banyaknya piring setara dengan satu truk pasir. Karena lumayan cafenya lumayan ramai.

"wahh.. tanganku sampai keriput." gumamnya memandangi kedua telapak tangan. Ia segera menghampiri kepala pelayan, yang menahan kalung milik Dea.

"Aku sudah selesai melakukan tugasku, berikan kalungnya."

Kepala pelayan itu terkekeh pelan, "Kau pikir harga makanan yang tadi cukup ditebus hanya dengan ini?"

"Apa...? Bukankah kau bilang aku hanya harus mencuri piring." protes pangeran dengan mata melebar.

"Benar memang, tapi harga makanan yang kau pesan tadi 6,7 juta. Jika mencuci piring selama 7 jam bisa menebus itu, maka banyak karyawan yang akan protes karena bayaran mereka hanya 2 juta perminggu."

"Apa..?! Jadi aku harus mencuri piring sampai kapan? Aku harus segera pergi membawa kalung itu. Aku akan datang kembali besok, berikan dulu kalungnya. Aku bersumpah akan kembali lagi besok."

"Tidak bisa!" tegas kepala pelayan itu.

"Tolong...!" Pangeran berlutut di hadapan kepala pelayan itu.

Seumur hidupnya, ia hanya pernah berlutut kepada dua orang, yakni Raja Lakeswara, dan kini kepada kepala pelayan itu. Ia harus menemui Dea malam ini, karena perasaannya mengatakan Dea sedang dalam bahaya. Persetan dengan harga diri. Jika Dea sampai kenapa-kenapa, ia akan jadi makhluk abadi di muka bumi ini.

...~~~...

Sampailah Dea di sebuah cafe bar. Dea menuju ruangan atas, orang-orang di grub mengatakan mereka sudah lama menunggu.

Kini Dea sudah sampai di ruangan tertutup, nomor pintu 101. Tanpa ragu Dea membuka ruangan itu, namun ia mematung kala melihat hanya ada para pria disana.

Dea kembali memeriksa nomor pintu, ia tidak salah. Apa teman-temannya yang salah memberikan nomor.

"Maaf," lirih Dea tersenyum kecut, ia hendak berbalik keluar. Namun tangannya di cekal oleh seorang pria berbadan besar. Pria itu menarik Dea masuk, dan segera mengunci pintu.

"Siapa kalian..?!!" Dea memberontak kala tubuhnya di cekal oleh dua orang pria.

"Lepaskan aku..! Lepaskan..!" pekik Dea memberontak.

Seorang pria yang tak lain adalah ketua gangster itu mendatangi Dea, lalu memaksa Dea membuka mulutnya. "Jangan berisik." pria itu mencecoki Dea minuman keras, lalu dengan paksa menutup mulut Dea rapat-rapat.

Tak punya pilihan, minuman itu terpaksa melewati kerongkongan Dea. "hhhggg!! Apa yang kalian lakukan!" pekiknya, perutnya terasa mual karena minuman itu.

Ketua gangster itu kemudian mengeluarkan jarum suntik, dan menancapkannya ke leher Dea. Narkotika berdosis 10 ml itu masuk sempurna didalam pembuluh darahnya.

Rencana mereka adalah membuat Dea mabuk minuman keras, lalu membuatnya seolah-olah menjadi pecandu narkob4. Setelah suntikan pertama, kini suntikan bius menyusul. Dalam hitungan detik tubuh Dea berangsur lemas tak berdaya.

Mereka menempatkan Dea ke atas sofa, lalu memasukkan beberapa kemasan narkotika ke dalam tas gadis itu.

"Kalau tau sangat mudah, tak perlu kita berkumpul semua." ucap salah satu preman.

Maya menyuruh mereka berjaga-jaga, karena selama ini Dea seperti susah untuk di sentuh. Namun siapa sangka, saat ini Dea tidak dalam pengawasan pangeran.

"Mungkin polisi akan memeriksa tempat ini nanti, kita hanya perlu meninggalkannya disini." timpal seorang lainnya, dengan senjata api di balik jaket kulit yang ia kenakan. Ia pikir akan sesulit apa menaklukan Dea, ternyata hanya dalam sekali jentikan, gadis itu sudah tak berdaya.

Setiap tengah malam, akan ada patroli di cafe bar tersebut. Karena banyak anak-anak muda yang melakukan hal terlarang, seperti memakai narkotika. Tak jarang banyak anak-anak yang kehilangan akal dan melakukan kekerasan, pemerkosa4n dan kejahatan lainnya.

"Target sudah beres, Bos. Mari kita tunggu di luar." ucap anak buah gangster yang kedua lengannya penuh dengan tatto.

"Kenapa tidak kita nikmati dulu hidangan ini?" lirih si ketua dengan wajah m3sum.

"Benar juga, sayang sekali jika kita tinggalkan dia tanpa membuat kenangan." timpal yang lainnya. 7 orang preman itu berpikiran serupa, mereka sudah bersiap hendak menikmati hidangan malam ini.

"Mau apa kau..?" ucap si ketua kepada anak buah yang sudah hendak melepaskan celananya.

"Menyantap hidangan..." bisiknya tersenyum picik.

"Aku yang pertama, jika kalian mau memangsanya bersamaan terserah, tapi aku yang akan menikmatinya pertama."

Anak buah yang sudah tak sabar itu pun hanya bisa mematuhi ketuanya. Ia mundur beberapa langkah. Menyaksikan si bos yang sudah mulai melepaskan pakaiannya.

Dea yang masih setengah sadar mampu mendengar dan melihat keadaan secara samar. Tentu saja ia sangat ketakutan, tapi disisi lain separuh nyawanya terasa melayang karena pengaruh obat bius.

"Boleh aku bergabung?" ucap seseorang, membuat ketua menarik nafas kesal.

Mereka serempak menoleh ke arah suara, dimana pangeran sudah berdiri dalam remang sudut ruangan.

"Siapa kau..?" selidik si ketua mendekati.

"Kau tidak mengunci pintunya?!" ia membentak salah seorang anak buahnya.

"Sudah bos." jawab anak buah yang sama terheran itu.

"Siapa kau?!" Kecam ketua gangster itu, diikuti para anak buah yang siap siaga dengan senjata mereka.

Pangeran maju dengan langkah gagahnya, dengan tangan di sematkan ke belakang. Tubuh dan auranya memang tak pernah lepas dari aura bangsawan.

Pangeran menggunakan kekuatannya untuk mengambil salah satu pistol mereka. Lalu menembakkan satu peluru tepat mengenai biji masa depan si ketua.

"HHHAAIIKKK......!!!" Ketua bertubuh kekar itu tumbang dalam sekejap. Ia menggeram kesakitan, nyawanya hampir tercabut. Tubuhnya meringkuk memegangi biji yang mengeluarkan darah segar membasahi celana.

Para antek-antek yang lain hendak menembakkan pistol mereka, namun salam sekejap mereka semua terpental ke arah dinding. Ada yang menabrak dinding dengan posisi kepala duluan, ada yang menabrak dengan punggung, ada juga yang wajahnya langsung remuk karena bertabrakan dengan jendela kaca. Tiga dari mereka langsung tak sadarkan diri, sementara yang lainnya merintih kesakitan.

Pangeran mendekati Dea, memeriksa kondisi gadis itu melalui nadinya. "Apa yang mereka perbuat?" lirihnya saat merasakan tubuh Dea sangat kacau.

Masih dengan kondisi mata terpejam, Dea menempelkan tangannya pada wajah pangeran. "Kalian akan mati jika berani mengangguku." rutuknya meracau, kesadarannya hanya tinggal lima persen saat itu. Ia memukul pelan wajah pangeran seolah berusaha melawan para bajing4n tengik itu.

Pangeran menyematkan senyum tipis diujung bibirnya. Senyum yang terlihat tajam, namun menawan. Senang rasanya bisa datang tepat waktu, jika tidak ia takkan bisa memaafkan dirinya sendiri karena gagal melindungi Dea.

Pangeran mengangkat tubuh Dea, dan berteleportasi ke rumah. Ia langsung menuju ke kamar Dea, lalu membaringkan gadis itu di atas kasur.

Ia mengumpulkan kekuatannya untuk memulihkan keadaan Dea. Satu telapak tangannya bergerak dari pucuk kepala Dea, hingga ke ujung kaki. Berulang kali dilakukan untuk membersihkan tubuh Dea, dari zat yang ia rasa sangat kotor.

Setelah itu pangeran bersimpuh dan berdoa. "Maafkan aku Dewa... Ada suatu hal yang terjadi, hingga aku tak bisa melindungi Dewi Iswana kali ini. Tolong jangan tambah hukuman ku."

Disaat yang bersamaan, Dea membuka matanya perlahan. Ingatan tentang insiden barusan masih jelas menghantuinya, ia belum sadar sudah berada di rumah. Dan saat melihat pangeran berlutut seperti itu, ia pikir itu si Bos gangster yang hendak melakukan hal senonoh padanya.

Alhasil tanpa ragu dan bimbang, Dea menendang dada sang pangeran dengan sekuat tenaga. Pangeran pun terkapar di lantai, kepalanya membentur lantai amat keras.

...***********...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!