Episode 8 : Pengawal Pribadi

Sepulang kuliah, Dea mampir kesalah satu toko baju. Ia akan membelikan baju yang pantas dikenakan oleh sang Pangeran, alih-alih jubah hitam menyeramkan itu.

Dari sekian banyak pilihan, Dea mengambilkan banyak setelan hitam. Pangeran yang merasa bosan dengan warna hitam pun protes.

"Kenapa semuanya berwarna sama? Warna itu juga sepertinya bagus untukku." tunjuknya pada kaos lengan panjang, berwarna merah muda.

Dea melengos kesal, ekor matanya seperti menyalurkan rasa kesal yang begitu pekat. "Kau bilang ingin selalu bersamaku kan? Dan aku sudah terlanjur menyebutmu bodyguard. Jadi sudah sangat tepat. Dan seperti bodyguard pada umumnya, pakaian mereka akan selalu berwarna gelap."

"Bodyguard itu apa..?" tanya Pangeran penasaran.

"Seorang yang selalu menjaga majikannya."

"Apa...?!" kedua mata pangeran melebar. "Jadi aku sama dengan pelayanmu begitu?"

"Semacam itu..." Dea mengangguk kecil sambil memutar bola matanya.

"Tidak bisa..! Pantas saja temanmu sangat kurang ajar tadi. Ternyata dia menganggapku babu. Tidak bisa..!"

Dea menarik bagian depan baju pangeran, seperti preman yang tengah memalak. "Cuma ini satu-satunya cara..!"

Pangeran mengerutkan alisnya dengan tatapan tajam. "Kenapa kau tidak membunuhku saja? Ini lebih buruk daripada kematian." keluhnya menepis tangan Dea.

"Mbak.., yang ini semua ya." Dea memanggil pelayan toko untuk melakukan pembayaran.

"Nama mu siapa? Aku tidak bisa terus memanggilmu dengan kau,kau,kau..." Dea bahkan tak ingat sepenggal huruf pun dari nama pangeran itu.

"Vardhaman Dipta Tarangga Rakyan Shankara Gautama. Keturunan langsung dari Raja La..."

"Dipta, aku akan memanggilmu Dipta mulai sekarang." potong Dea, nama itu termasuk wajar di jaman sekarang, dan mudah diingat.

"Tidak. Kau tidak bisa memanggil seorang Pangeran dengan nama tengahnya. Kau harus memanggil dengan nama depan." Pangeran itu sangat kesal. Dea benar-benar tak menghormatinya sebagai putra mahkota.

"Vardharma...Vardapan...? Apa itu.. nama depanmu sangat kuno. Lagipula kau hanya pangeran dari masalalu. Masa kerajaanmu sudah tidak berlaku lagi, jadi hiduplah sesuai jaman yang kau jalani sekarang."

Pangeran itu semakin kesal saat Dea dengan enteng menyebut namanya kuno. Terlebih saat menyebutkan kerajaannya dengan sangat tidak hormat.

"Ini lebih buruk daripada kematian. Dewa.., tolong kembalikan aku kedalam lukisan sampai gadis gila ini siap membunuhku." gumamnya amat pasrah.

Dea tak menghiraukan itu. Memang ia sudah gila. Untuk apa ia membelanjakan manusia terkutuk yang akan mati ditangannya itu?

"Benar.., kalau kau keberatan dengan keputusanku, kembalilah ke lukisan itu dan jangan mengusikku..!"

Pangeran mengunuskan tatapan tajamnya. Ia menganggap Dea bersalah atas dirinya yang keluar dari lukisan secara tiba-tiba. Entah kenapa ini terjadi, saat ingatan Dea tentang reinkarnasi belum pulih. Dea mengeluarkannya dari lukisan itu terlalu cepat. Seharusnya menunggu sampai Dea mengerti, apa arti mimpi-mimpinya.

Saat beradu tatapan sengit, Dea tiba-tiba teringat akan satu hal. "Tunggu.., jadi selama ini kau tinggal di dalam lukisan itu?"

"Lukisan itu dibuat oleh ibu ratu, untukku. Lalu ia berdoa pada Dewa, agar lukisan itu bisa memberiku kasih sayang selayaknya seorang ibu. Lukisan itu turun-temurun dan sudah digariskan akan menjadi milikmu..."

"Sejak kapan kau tinggal disana?" Dea memangkas penjelasan sang pangeran.

"Sejak aku dikutuk." jawab Pangeran.

"Jadi selama ini kau melihat apa saja yang kulakukan di kamar itu? Aku sering melepaskan pakaianku disana, apa kau juga melihat itu..?!" Dea menyelidik tajam sambil mengilangkan tangan di dada.

Sementara pangeran tampak mengalihkan wajahnya. "Aku menutup mata saat itu."

"haisshh...! Kau ini psikopat mesum!" rutuk Dea beranjak menuju meja kasir. Ia tak percaya pangeran itu menutup mata. Tidak mungkin ada pria yang tak memiliki otak mesum.

Mendapat rutukan yang dirasa asing, pangeran hanya bisa meneguk ludah. "Apa yang dia katakan? Aku tau dia pasti mengumpatku."

Ternyata raut wajah kejam dan sorot mata elangnya tak begitu menakutkan di jaman ini. Dea bahkan selalu membalas tatapan tajamnya. Jaman dulu orang-orang selalu takut jika bertatap mata dengannya. Apa karena Dea sudah ditakdirkan terlahir sebagai malaikat pencabut nyawa untuknya. Itu sebabnya gadis itu tak memiliki rasa takut.

...~~...

Sesuai permintaan Gala, hari ini Dea datang ke kantor. Padahal ia paling anti dengan bau-bau meja kantor. Tapi mau bagaimana, ia harus memaksakan diri bertemu orang-orang munafik, demi kelanjutan hidupnya.

Rapat Dewan Direksi segera dilangsungkan saat Dea tiba disana. Ia sudah memeriksa dua latar belakang milik kandidat terkuat saat ini. Terlalu bersih, dan tentu saja mencurigakan.

"Setelah berpikir panjang, aku menyarankan sebaiknya kalian semua duduk di kursi masing-masing. Sebagai ahli waris satu-satunya dan pemegang saham terbesar, aku akan mengambil alih kursi Direktur Utama."

Suasana riuh ketika ucapan Dea selesai. Mereka semua bersusah payah mendapatkan posisi itu.

"Tapi nona, anda kan masih kuliah. Menjadi Direktur memiliki tanggung jawab besar. Itu akan mengacaukan salah satunya." Ucap salah satu kandidat tak terima. Lagipula Dea sama sekali tak berpengalaman dalam bisnis. Bisa apa bocah bau kencur itu.

"Aku tau. Dan aku akan menjadikan Pak Gala sebagai sekertaris. Apapun yang perlu persetujuanku, sampaikan padanya. Dia yang akan mewakiliku sampai aku menyelesaikan kuliah."

Gala tak menunjukkan penolakan. Memang Dea masih perlu seseorang yang lebih ahli.

Sedangkan para kandidat tampak tak terima. "Siapa yang setuju dengan ucapan nona Dea barusan? Mari kita buat suara..."

"Tak perlu. Ini perintah, bukan pilihan. Jadi tak ada penolakan." tegas Dea, ia mematikan mic dan langsung beranjak dari meja bundar itu. Kaca mata hitam ia pasang, membuat para anggota Dewan semakin mencium aroma kesombongan dari gadis itu.

Gala pun mengikuti Dea, untuk mengantarknnya menuju basemen.

"Keputusan yang nona ambil barusan sangat beresiko. Aku akan mencarikan pengawal pribadi untuk melindungi nona."

Nekatnya para orang dengki akan sangat berbahaya. Apalagi Dea hanya sebatang kara. Gala takut sesuatu yang buruk menimpa Dea.

"Tidak usah, aku sudah punya." tunjuk Dea kepada pangeran yang tengah menyandarkan diri di mobil.

Langkah Gala terhenti memperhatikan pria itu. Penampilannya kini jauh lebih masuk akal dari pada kemarin. Rambutnya yang telah ditata rapi menambah lengkap penampilan pria bermata biru itu.

"Bukannya dia supir anda?"

"Supir sekaligus pengawal." jawab Dea tersenyum lebar.

"Setidaknya anda membutuhkan tiga orang..."

"Sudahlah... dia saja cukup untuk meruntuhkan satu kepulauan dalam sekali tepuk. Jangan khawatir ...." bisik Dea kemudian masuk ke dalam mobil.

"Hei, kenapa kau tidak membukakan pintu untuk nona Dea?" protes Gala. Pria itu seperti tidak ada sopan santunnya.

"Dia punya tangan sendiri." jawab Pangeran itu bernada ketus.

Pangeran pun masuk ke dalam mobil. Ia melajukan mobil dengan kekuatan sihirnya. Karena ia tak bisa mengendarai benda itu.

"aahhh, kau benar-benar hebat." ucap Dea terkagum. Ternyata tidak rugi juga membiarkan makhluk aneh itu disampingnya.

...************...

Terpopuler

Comments

$uRa

$uRa

apa bisa terbang mobilnya🤔😁

2023-06-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!