17. Keputusan berat

Di taman sana, terlihat sepasang manusia duduk di atas kursi kayu. Kedua nya tengah memperhatikan seorang gadis yang terus tersenyum dan tertawa bersama seekor kelinci.

“Queen gadis yang ceria dan periang, dia juga sangat ramah” Ujar tiba-tiba Jenny.

“Aku tahu” Sahut singkat Barra.

Jenny mengalihkan pandangan nya menatap pria di samping nya. Wanita itu menghela napas cukup berat membuat Barra menatap nya sekilas.

“Ada apa?” Tanya Barra yang terus memandangi Queen.

“Awalnya aku kira kondisi Queen tidak seburuk ini”

Mendengar penuturan tersebut, sontak Barra menoleh dan memfokuskan matanya pada Jenny yang mulai menjelaskan keadaan Queen.

“Queen harus melakukan psikoterapi, namun tidak dengan ku”

“Apa maksud mu?” Alis Barra bertaut, tatapan pria itu mulai tidak santai.

“Dengarkan aku, Bar. Kondisi mental Queen sangat-sangat buruk, sepertinya terlalu banyak luka fisik mau pun luka batin yang ia dapatkan dari seseorang yang dia sebut Ayah”

Tangan Barra terkepal, rahang nya mengeras bahkan mata nya memerah. Bukan sakit mata, tetapi pria itu menahan air matanya yang ingin menetes.

Jenny menoleh menatap Queen yang ternyata tengah menatap dirinya dan Barra. Senyum tipis Jenny lemparkan pada Queen, melihat hal itu Barra pun ikut menoleh menatap sang istri.

Barra tersenyum hangat pada Queen yang menatap nya, namun gadis itu langsung mengalihkan pandangan nya dan kembali bermain dengan kelinci.

“Dia cemburu” Gumam Jenny terkekeh pelan.

“Lalu bagaimana?” Tanya Barra kembali pada topik mereka.

“Aku mempunyai teman seorang psikiater, dan aku rasa dia yang terbaik untuk Queen karena aku mungkin tidak akan sanggup”

“Baiklah hubungi dia, berapa pun biaya nya akan aku tanggung asalkan Queen nyaman dan sembuh!”

Jenny menggeleng pelan. “Ini bukan tentang biaya, tetapi dia menjadi dokter di Johns Hopkins Hospital tentu nya kamu tau 'bukan rumah sakit itu berada di negara mana?”

“USA” Gumam Barra yang langsung mendapat anggukan dari Jenny. “Itu tanda nya Queen harus ke sana?”

Jenny kembali mengangguk membuat Barra mendesis pelan.

“Suruh dia ke sini, aku akan membayar semua biaya tinggal atau apapun itu dan berapa pun yang dia mau!”

“Jika bisa begitu mungkin sekarang dia tidak ada di sana” Sahut Jenny terkekeh pelan.

Jenny tau betul sifat teman nya itu, semenggoda apapun uang yang di tawarkan ia tidak akan mau. Bahkan jaminan rumah atau benda bergerak lain nya tetap di tolak.

“Jika kamu mau, aku akan menghubungi nya tetapi kamu dan Queen yang harus ke USA”

Barra menghela napas beratnya sebelum kembali berbicara. “Berapa lama? Satu minggu atau dua minggu?”

Mendengar pertanyaan tersebut sontak tawa Jenny langsung pecah begitu saja membuat Queen kembali menatap kedua nya dengan raut kesal.

“Kamu pikir terapi ini adalah rapat bisnis yang bisa di selesaikan dalam hitungan minggu?” Tanya Jenny masih dengan tawa nya.

“Diam lah, Queen menatap kita!” Tekan pelan Barra membuat Jenny langsung terdiam.

Jenny lupa, bahwa tawanya ini bisa saja mengundang Queen untuk datang kepada mereka. Dan jika sudah begitu maka pembicaraan akan terhenti.

“Psikoterapi bukan lah pengobatan biasa yang mampu di selesaikan dalam hitungan minggu. Paling cepat pasien akan sembuh dalam waktu satu sampai dua tahun”

Mata Barra melebar sempurna. “Tahun?” Ulang nya memastikan.

Jenny mengangguk. “Kondisi Queen sudah masuk ke tahap yang ter-parah. Mungkin butuh waktu sekitar tiga tahun untuk dia sembuh tetapi tidak menutup kemungkinan jika waktu nya lebih lama”

Bibir Barra terasa keluh, dirinya tak mampu mengeluarkan kata-kata apapun. Keputusan ini sangat berat bagi nya.

“Kak” Barra menoleh dan mendongak kan kepalanya menatap sang istri yang kini berdiri di hadapan nya.

“Ayo pulang, Queen ingin tidur”

“Tidur di rumah kakak aja yuk” Ajak Jenny namun langsung mendapat gelengan dari gadis itu.

“Queen mau pulang”

Barra bangkit dari posisi nya dan merangkul pinggang Queen. “Kamu lelah hmm?” Tanya lembut Barra yang langsung mendapat anggukan dari Queen.

“Baiklah kalau begitu aku pulang dulu Jen, terimakasih atas cemilan nya dan aku akan menghubungi mu nanti” Ujar Barra membuat Queen langsung menatap wajah nya bergantian dengan Jenny.

Jenny mengangguk dan tersenyum penuh kehangatan. “Baiklah, hati-hati”

“Queen, bilang apa?” Peringat Barra saat Queen tak kunjung membuka suara nya.

“Terimakasih cookies nya kak” Ujar Queen setelah beberapa saat terdiam.

Jenny kembali mengangguk dan mengusap bahu Queen sebelum akhirnya gadis itu tersenyum tipis dan berlalu bersama Barra.

*

*

*

“Apa yang kamu sembunyikan dari Daddy, boy?” Tanya Anton dengan nada dan tatapan serius nya.

“Tidak ada” Sahut singkat Barra yang tak mengalihkan sedikit pun pandangan nya dari layar laptop nya.

“Barra!” Sentak kesal Anton,

Pria paruh baya itu langsung menutup begitu saja layar laptop Barra membuat sang pemilik mendelik tidak suka.

“Daddy apaan sih!” Geram Barra.

“Daddy sedang berbicara, jadi dengarkan dan tanggapi dengan serius!”

“Aku mendengarkan dan menanggapi nya, Dad”

“Tapi tidak serius!”

Barra memutar bola matanya malas dan menyandarkan punggung nya pada kursi kebesaran nya dan menatap sosok pria yang ia panggil Daddy itu.

Anton datang ke perusahaan nya bahkan menerobos masuk ke ruangan nya tanpa mengetuk terlebih dahulu.

“Kemarin malam, kenapa kamu pulang begitu saja setelah mengangkat telpon? Bahkan Daddy menunggu mu bersama yang lain!”

“Aku ada urusan” Jawab cuek Barra.

“Setidak nya bilang dulu pada kami” Ujar kecewa Anton.

“Memang nya aku penting?” Tanya Barra tak kalah menunjukkan kekecewaan nya.

“Barra..” Geram tertahan Anton.

Terdengar helaan napas berat dari pria yang baru saja di sebut namanya. “Baiklah maafkan Barra, Dad” Pasrah Barra dengan ketulusan nya.

Anton mendengus pelan sebelum akhirnya pria paruh baya itu melipat kedua tangan nya di depan dada. “Siapa wanita itu?”

“Apa?”

“Siapa wanita yang kamu bawa dari night club itu?”

Degh!

“Wanita apa nya? Aku tidak punya siapa pun” Elak Barra menahan debaran jantung nya.

Pria itu lantas hendak kembali membuka laptop nya untuk menekan rasa gugup nya. Mau bagaimana pun Daddy nya lah satu-satu nya keluarga yang terus mendukung dan berada di sisi nya.

“Jangan menyembunyikan apapun dari Daddy, boy” Anton menahan laptop tersebut.

Barra mengalihkan pandangan nya. “Sudah aku bilang, aku tidak menyembunyikan apapun dan lebih baik sekarang Daddy kembali ke kantor Daddy”

“Daddy tidak akan pergi sebelum kamu berbicara jujur”

Brak!.

Barra memukul pelan meja kerja nya seraya berdiri. “Baiklah jika Daddy tidak mau pergi, maka aku yang akan pergi!”

“Jika begitu, maka jangan salahkan Daddy karena mengorek privasi mu lebih dalam. Barra Cargius Adam's”

...****************...

Terpopuler

Comments

🦋ꪖꪗꪖ𝕫 •*ᥫ᭡

🦋ꪖꪗꪖ𝕫 •*ᥫ᭡

Kalo kata Upin ipin USA itu, Udang Sotong Ayam

2023-03-15

2

🦋ꪖꪗꪖ𝕫 •*ᥫ᭡

🦋ꪖꪗꪖ𝕫 •*ᥫ᭡

Pembaca ikut dilema 🦧

2023-03-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!