“Bagaimana bisa makhluk itu memiliki kekuatan ini?” desis Ardan. “Sudah dipastikan hanya satu orang yang sanggup menggunakannya. Tapi, kenapa makhluk itu...?”
Tekanan ilusi yang dihasilkan dari aura ilusi luar angkasa milik sang monster perlahan mulai mempengaruhi pikiran Ardan. Pria itu sedikit merasakan pusing, tapi dia masih bisa menahannya.
Gara-gara pengaruh ilusi ini, Ardan jadi teringat kata-kata ayahnya sewaktu ia masih kecil.
“Danu, ingat! Kelak jika kau sudah cukup pandai menggunakan kekuatan itu, tolong jangan sampai ada yang tahu.”
“Kenapa, Ayah?” tanya Ardan kecil yang saat itu masih polos dan tidak tahu apa-apa.
Ayahnya tersenyum simpul, “Sulit untuk mempercayai makhluk lain, Nak. Aku hanya tidak ingin kau terbebani oleh lebih banyak tanggung jawab. Jika kau sudah dewasa nanti, kau pasti akan mengerti maksudku.”
Ardan sadar akan ingatan itu. Dan karena itu pula ia jadi makin murka dengan si makhluk misterius.
“Sialan kau, Iblis.”
Ardan tahu jenis kekuatan seperti apa yang digunakan makhluk itu. Disebut sebagai Ilusi Kosmik, kekuatan yang dapat mempengaruhi pikiran berbagai jenis makhluk hidup.
Sambil berusaha melawan pengaruh Ilusi Kosmik, Ardan berusaha kembali mengaktifkan Kekuatan Kebangkitan. Namun bukan kekuatan pengendalian logam yang ia aktifkan, melainkan kekuatan yang sebenarnya.
Kekuatan yang selama ini berusaha ia sembunyikan karena amanat dari sang ayah.
Terbukti dari sirkuit-sirkuit elektrik yang muncul di wajah dan lehernya bukan lagi berwarna jingga, melainkan abu-abu.
“Kebangkitan Tingkat Lanjutan : Aktif.”
Setelah mengaktifkan Kekuatan Kebangkitan Tingkat Lanjut, berbagai macam benda yang terbuat dari bahan-bahan metal di sekitarnya melayang, mendekat ke sisi Ardan, mulai dari meja-kursi, komputer, mesin generator, hingga tembok metal.
Semua benda metal itu otomatis bertransformasi, membentuk lima buah senjata tembak canggih yang belum pernah sama sekali diciptakan oleh siapa pun. Kelima senjata itu merupakan pelontar plasma berkekuatan cukup tinggi yang kini tengah melayang membentuk lingkaran di depan Ardan.
Tak tanggung-tanggung Ardan langsung menciptakan lima senjata sekaligus saking kesalnya ia dengan monster tersebut. Jika saja bukan karena kekuatan dari monster itu, dia takkan mau menggunakan kekuatan sejatinya.
“Kau berusaha memanfaatkan energi kosmik untuk membentuk pengaruh ilusi....”
Dengan gerakan satu tangan, Ardan mulai mengendalikan kelima pelontar plasma.
“Maka aku akan langsung melenyapkanmu hingga tak ada tempat lagi untuk ditempati oleh jiwamu, bahkan di dimensi lain sekali pun!”
Sirkuit-sirkuit berwarna merah dari motif senjata pelontar menyala. Pada masing-masing moncong senjata terkumpullah banyak partikel membentuk gumpalan cahaya putih kehijauan yang bersiap disemburkan.
“Pelontar Plasma Penghancur.”
Di depannya muncul lingkaran hologram menyerupai lingkaran sihir, tapi yang ini disertai rumus pemrograman.
“Tembak!”
Kelima pelontar plasma menembakkan cahaya berwarna putih kemerahan menembus lingkaran hologram, membentuk satu semburan plasma masif yang ditembak langsung mengenai tubuh sang monster. Bahkan cahaya plasma itu sempat terlontar ke luar bawah tanah, mencapai langit hingga menembus awan.
Akibat serangan besar itu, terjadi ledakan besar di sana, membuat jalanan dekat desa tersebut hancur seketika dan menciptakan kepulan asap yang sangat tebal.
...~*~*~*~...
Di posisi lain, tepatnya masih di wilayah desa, Damar dan Regan berhasil memusnahkan semua goblin tanpa sisa. Namun, mereka baru sadar kalau Ardan saat ini tidak berada di dalam desa.
Menggunakan alat komunikasi di telinganya, Damar yang baru saja keluar dari gang bertanya pada Regan, “Regan, kau melihat Ardan tadi? Aku coba hubungi juga, tapi enggak bisa.”
Regan yang masih berada di puncak bangunan menjawab, “Tidak. Kukira dia ada di dekat posisimu. Soalnya, sempat aku lempar tadi pakai balok es gara-gara ngeganggu.”
Damar mendengkus jengkel sambil menggosok kasar dahinya. “Kok kau lempar entu anak? Kalau dia nyasar, gimana?”
Regan mulai membenahi senjatanya. “Enggak mungkin ‘lah dia nyasar. Kau kira Ardan bocah balita yang suka nangis ditinggal emaknya pergi 5 menit?”
Damar berdecak, “Ck. Kau tau sendiri, Ardan itu badannya doang yang gede, otak malah gagal masa pertumbuhan.”
Komunikasi mereka terputus sementara saat melihat ada cahaya besar menembus langit disertai ledakan di jarak yang agak jauh dari posisi mereka sekarang. Damar yakin bukan dia saja yang melihatnya, Regan dan guru mereka Durna pasti menyadari ledakan dahsyat tersebut.
“Gan, kau melihatnya tadi?”
“Pa’an? Kembang api di siang bolong tadi?”
Damar makin jengkel dengan candaan Regan, “Ish! Ledakan tadi, lah! Entu cahaya kelihatan lebih mirip tembakan meriam plasma ketimbang kembang api. Jauh ‘kali lawakanmu itu.”
“Bener juga, sih.” Nada bicara Regan mulai terdengar cemas. “Jangan-jangan, ada serangan orang luar di luar perkiraan kita.”
“Entahlah. Mending kita samperin aja. Komandan pasti juga bakal ke sana. Siapa tahu si Ardan juga ada di sono.”
Setelah komunikasi diputus, Damar pun meraih skyboard yang menempel di tempelan magnet bagian sabuk belakangnya, kemudian terbang menuju lokasi menggunakan papan terbang tersebut disusul Regan juga.
....
Di helikopter sendiri, Durna juga melihat semburan cahaya disertai ledakan di lokasi Ardan jatuh saat terpental akibat balok es Regan. Dia jadi khawatir dengan keadaan muridnya itu sekaligus penasaran dengan apa yang terjadi di sana.
“Ardan sempat terlempar ke lokasi ledakan tadi ‘kan sebelum ledakan itu terjadi?” tanya Durna saat menengok lewat pintu helikopter yang masih terbuka.
“Betul, Pak,” jawab si pilot.
“Terbangkan helikopternya ke lokasi tersebut.”
“Siap, Pak.”
Sesuai perintah sang kolonel, helikopter pun diterbangkan menuju lokasi ledakan terjadi.
...~*~*~*~...
Ruang bawah tanah kini rata oleh tanah, kepulan asap bekas ledakan pun masih tersisa cukup tebal dan sedikit demi sedikit mulai lenyap ditiup angin.
Sosok Ardan baru saja keluar dari reruntuhan, menyingkirkan beberapa bongkahan tanah yang menghalanginya, lalu berjalan sambil memperhatikan keadaan sekitar.
Ketika kepulan asap sudah makin berkurang, senjata-senjata yang diciptakan Ardan sudah hancur menjadi bongkahan-bongkahan logam biasa, ruang bawah tanah juga sudah hancur terkubur oleh tanah. Dan lebih mengejutkan lagi ialah nasib akhir dari makhluk misterius tadi.
Sosok makhluk itu sudah tak tampak, hanya menyisakan flek hitam besar di titik lokasi terakhir ia berada.
Rupanya, makhluk itu lenyap seketika hanya dalam satu tembakan dari kelima senjata Ardan sekaligus.
“Dih, langsung hilang. Udah enggak ada wujudnya lagi,” ucap Ardan agak tercengang dengan flek yang ia lihat.
Ia juga mendongak ke atas, melihat awan besar di langit sana menyisakan bolong yang sangat besar karena semburan sinar plasma tadi terlalu kuat.
“Aish....” Ardan menunduk sambil memijit pelipisnya. "Kayak kelihatan enggak ada logis-logisnya."
Kekuatan aslinya yang satu ini memang masih susah dikendalikan. Sekali digunakan pasti kerusakan yang dihasilkan akan sangat fatal. Ditambah lagi ia menggunakan kekuatan tersebut dalam keadaan emosi.
Kalau sudah begini, Ardan jadi cemas jika sampai kekuatan aslinya diketahui oleh teman-temannya dan juga sang guru.
“Duh.... Seharusnya, aku enggak boleh kebawa emosi tadi.” Ardan kembali mendongak, melihat keadaan langit. “Drone pengawas enggak nyampe sini, kan? Bisa ‘lah aku bo’ong soal ini.”
“Dan!”
“Ardan!”
Saat pusing mau cari alasan seperti apa tuk berbohong, Damar dan Regan sudah datang dengan mengendarai skyboard masing-masing. Keduanya langsung melompat dari skyboard, dan ketika papan itu mereka tangkap, mereka langsung menempelkannya di tempelan magnet pada sabuk belakang tubuh mereka.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Damar cemas.
“Tadi kami sempat melihat ledakan besar sekali, asalnya dari sini,” kata Regan juga.
“Ooo.... Emm.... Itu....”
Dalam kebingungan Ardan hendak menjawab apa, helikopter Durna kini sudah sampai di atas mereka. Terlihat sosok Durna terjun dari helikopter dan mendarat dengan baik di depan Ardan.
Jangan heran ketika seorang prajurit sengaja terjun dari helikopter tanpa pengaman apa pun dengan ketinggian yang cukup tinggi. Mereka sudah terbiasa dilatih keras.
Tanpa basa-basi, Durna langsung bertanya, “Ardan, apa yang terjadi di sini?”
Kalau dilihat dari ekspresi Durna yang kebingungan, Ardan tebak, sepertinya drone pengawas yang sering digunakan untuk mengawasi tes praktik para Taruna-Taruni tidak terbang mengawasi area sini.
Itu berarti, sang guru benar-benar tidak mengetahui apa yang terjadi. Ardan masih punya peluang tuk berbohong dan tetap menyembunyikan rahasia tentang kekuatan aslinya.
Ardan menggeleng atas pertanyaan Durna, “Saya tidak tahu.”
...~*~*~*~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments