“Astan! Astan! Kau ‘kah itu, Astan!”
“Gaaah!!! Acuma, acumalakama!”
Ardan seketika latah ketika melihat makhluk aneh dari dalam tabung kaca tersebut. Makhluk itu bentuknya tak beraturan, mirip slime tapi teksturnya lebih cair, berwarna hitam pekat disertai corak putih berkilau seperti langit luar angkasa yang dihiasi bintang-bintang, dan hanya memiliki satu mata berwarna kuning.
Karena makhluk itu berisik, Arni pun menegurnya, “Dia bukan Bang Astan, Bayang. Dia itu anaknya.”
“Hah?” Makhluk itu menoleh bingung pada Arni. “Anaknya?”
“Anaknya?”
“Anaknya Astan...?”
Makhluk bayangan itu memperhatikan rupa Ardan dengan teliti, bahkan pupil matanya sempat melebar ketika menyadari kalau wajah dan fisik Ardan cukup mirip dengan Astan. Bedanya, putra Astan itu memiliki mata normal, sama-sama berwarna perak. Tidak seperti Astan yang heterokromia. Dan tidak ada luka sama sekali di wajahnya.
“Woalah...! Anaknya Astan, toh.” Makhluk itu menyipitkan mata satunya ketika kembali memperhatikan Ardan. “Tapi kok jelek, yak?”
Seketika Ardan memasang muka datar. Kok bisa ayahnya menyimpan makhluk lancang kayak begini?
Ardan pun menunjuk makhluk tersebut. “Bibi Arni, siapa sih makhluk alay ini?”
“Alay, katamu?!”
Makhluk itu menciptakan satu lengan laba-laba di bagian tubuhnya, menunjuk wajah Ardan menggunakan lengan tersebut.
“Asal kau tahu ya, Bujangan! Aku ini sudah membantu ayahmu sejak lama. Aku membantu ayahmu berjuang, mendapatkan kekuatannya, bahkan sampai ia bisa dianggap berjasa oleh orang-orang di seluruh galaksi. Camkan itu, biji uler! Kecambah gosong! Ketiak biawak!”
Arni cuma bisa memutar kedua bola mata cokelatnya ketika mendengar omelan si makhluk bayangan. Iya, dari dulu makhluk itu memang dikenal sangat cerewet, bahkan Astan sendiri sering kali pusing dibuatnya.
“Dan.” Arni mulai memperkenalkan makhluk tersebut. “Dia disebut Bayang. Makhluk itu merupakan parasit yang bersarang di tubuh ayahmu dan sering kali menciptakan ilusi di pikirannya. Dia memang dulu punya niat jahat, tapi sekarang dia sudah jinak. Bahkan kekuatan yang didapat oleh ayahmu sebagian besar berasal darinya.”
“Noh! Noh! Dengar, kan?!” timpal Bayang pada Ardan. “Aku ini makhluk yang paling berjasa atas perjuangan ayahmu. Jadi, jangan macam-macam padaku, Bujang.”
“Ooo.... Gitu, ya?”
Ardan pun tersenyum ramah pada Bayang, dan Bayang balas menatapnya dengan judes.
Ardan masih tersenyum, Bayang makin judes.
Ardan terus senyumin Bayang sampai akhirnya ia meraih tabung itu dari tangan Arni, lalu menggenggamnya.
“Jadi, selama ini kau yang bikin ayahku kerasukan?! Kau parasit! Pasti kau telah menyebabkan kerugian besar pada tubuh ayahku! Sini, keluar kau dari toples ini! Kutempeleng kau bolak-balik! Betumbuk kita, Setan!”
Bayang pun langsung panik, apalagi ketika Ardan mengguncang-guncangkan tabungnya, membuat Bayang merasa pusing sendiri. Sungguh, selama Bayang mengenal Astan, tak pernah ia sampai diamuk sebegininya.
Anak Astan yang satu ini jauh lebih barbar ketimbang ayahnya, menurut Bayang. Sumpah!
“Arni! Arni, tulungin aku! Arni! Anaknya Astan ini nyeremin banget! Sumpah!” ujar Bayang berusaha minta tolong ketika tabungnya masih diguncang Ardan. “Si Astan juga ngasih makan apa sih ke anaknya sampai bisa sesangar ini, hah?! Dikasih makan beling, apa?!”
“Woh...! Kok bisa tahu kalau aku suka makan beling?”
Bayang pun melotot pada Ardan, “Serios?! Kyaaaakh!!!” Makin paniklah dia.
“Udah, udah!”
Arni segera meraih kembali tabung Bayang dari tangan Ardan, otomatis membuat Bayang lega setelah merasa bebas dari amukan pemuda berkulit cokelat muda itu.
“Ardan, tenangkan dirimu, Nak,” ujar Arni pada Ardan. “Masalah itu sudah sangat lama. Sekarang, Bayang sudah jinak. Bahkan seperti yang sudah kukatakan, dia sudah banyak membantu ayahmu.”
Bukannya merasa takut atau apa, Bayang malah menjulurkan lidahnya seakan-akan menantang Ardan, menunjukkan bahwa dirinya merupakan makhluk terbaik. Padahal tadi sudah sempat panik diamuk Ardan.
“Nah...! Biar kalian bisa lebih saling mengenal, aku tinggalkan kalian berdua di sini.”
“Eh? Eh?!”
Arni menaruh tabung Bayang di atas ranjang, lalu mulai melangkah menjauhi mereka. Sedangkan Bayang kembali panik, tak menyangka jika dirinya bakal ditinggal sendiri bersama Ardan.
“Oh, iya.” Arni yang sudah berada di ambang pintu sempat menoleh. “Ardan, nanti setengah jam lagi turun, ya. Sarapan sama yang lainnya, sekalian langsung berangkat ke asrama.”
“Siap, Bi,” ucap Ardan disertai senyuman.
Arni pun membalas dengan senyuman pula, kemudian berjalan keluar dari kamar Ardan.
Di saat Bayang ditinggalkan di sana, ia sempat-sempatnya memanggil Arni, berharap wanita itu segera kembali dan membawanya menjauh dari sini.
“Arn! Arn! Arni! Neng Arni yang cantik dan menawan, serta lakinya yang ganteng dan perkasa...! Tolong bawa aku kembali! Woi! Woi, Arni! Jangan tinggalin aku di mari! Arne!!!”
“Wah, wah, wah....”
Tubuh hitam lembek itu bergetar, satu mata melotot tegang kala merasakan tabungnya diangkat Ardan. Bayang bisa melihat jelas senyuman aneh yang terpampang di wajah rupawan itu.
Senyuman hendak menelannya bulat-bulat.
“Sekarang, hanya ada kita berdua di sini....”
Bayang sudah hampir tak bisa berkata-kata lagi saking tegangnya, “A-anu.... Nak.... Gaaaah!”
Bayang kaget ketika tabungnya ditendang Ardan ke atas, lalu mendarat tepat di ujung jari telunjuk pemuda itu sambil ia putar-putar seperti bola basket. Bayang yang masih berada di dalam mulai merasakan pusing akibat ulah Ardan ini.
“Kita bisa saling mengenal satu sama lain, bukan?” ucap Ardan santai, masih memutar tabung itu di jarinya. “Aku penasaran, seperti apa pribadi makhluk yang pernah mengganggu pikiran ayahku di masa lalu.”
Bayang tak mampu berkata-kata lagi. Dirinya sudah terlalu pusing akibat putaran tabung ini.
“E-Emak....,” cicit Bayang lemas.
....
Di sinilah Bayang sekarang, masih mengurung diri dalam tabung kaca yang ditaruh di atas ranjang bersama pemilik kamar ini, Ardan. Pemuda itu sendiri kini sedang memeriksa isi tas ranselnya yang akan ia bawa pergi ke asrama nanti.
“Seragam ‘dah pasti, minyak nyong-nyong udah, cabe rawit sekilo buat nanti dibikin sambal. Terus, bawa juga action figure Jenglot.”
“Ngapain bawa-bawa Jenglot? Mau ngedukun kau?” Akhirnya Bayang memberanikan diri bersuara.
“Kagak gitu juga, Mamang Bayang.” Ardan kembali membereskan isi tasnya. “Anaknya Bi Arni, si Rafa entu, dia ke asrama suka bawa action figure Jelangkung. Makanya, aku enggak mau kalah, jadinya bawa Jenglot buat nyaingin dia.”
“Heran aku sama kalian. Kalian ini sekolah akmil atau sekolah perdukunan fakultas satanic, sih?”
“Ah, udahlah...!”
Setelah selesai beres-beres, Ardan mengambil posisi duduk di samping tabung Bayang.
“Dari pada ngomongin yang enggak penting, mending ceritakan tentang masa lalumu dan Ayah.”
“Kau sendiri yang ngomongin soal Jenglot tadi,” cicit Bayang sesaat. “Namamu siapa, Nak?”
“Ardan. Ardanu De’Cornell.”
“Ooo....” Bayang mengangguk-angguk.
“Jadi....” Karena tambah penasaran, Ardan kembali mengulang pertanyaan. “Bagaimana ceritanya kau bisa memiliki hubungan pertemanan dengan ayahku? Bukankah dulu kalian musuhan?”
Bayang terdengar menghela nafas. Berat rasanya ketika mengenang kenangan manis-pahit yang dilewati bersama sang sahabat. Ya, Bayang sudah menganggap Astan sebagai sahabat, bahkan mereka seperti saudara walau beda spesies. Apalagi ketika sadar bahwa Astan sudah tiada, rasanya begitu hampa dan menyedihkan.
“Haaaah.... Sebenarnya, cerita pertemuan kami berawal dari insiden di sebuah kapal antariksa.”
Ardan pun dengan saksama mendengarkan cerita Bayang tanpa ketinggalan satu momen pun. Dia sangat penasaran dengan perjalanan ayahnya di masa lalu lebih lengkap sebelum ia dilahirkan ke dunia ini.
...~*~*~*~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Miss Troublemaker
Mulai dari sini, Chp 10 sampai 12 itu merupakan recap dari kelanjutan Novel AutoTerra lewat cerita dari karakter Bayang (karena nih novel merupakan versi next gen dari AutoTerra).
Buat kalian yang ga baca AutoTerra dan langsung baca novel ini, bisa di-skip aja chp-chp yang kusebut tadi.
2023-03-06
1