“Tatiana....”
Nadia mendesis marah mendapati gadis di hadapannya ini adalah Tatiana Wiliem, mantan sahabatnya dulu sewaktu SMP. Tak disangka mereka malah dipertemukan di tempat seperti akademi militer ini.
Krisan sempat memperhatikan bagaimana rombongan gadis itu, terutama Tiana, dan Nadia saling adu tatap. Ada kesal dan jengkel yang kuat di antara mereka. Krisan yakin, mereka sudah saling kenal dan memiliki hubungan yang sangat buruk di masa lalu.
“Kau kenal mereka?”
Nadia menoleh ke arah Krisan yang tengah menatapnya masih dengan tatapan datar nan polos yang khas. Si pirang pun menghela nafas ketika ditanya demikian.
“Aku benci mengakuinya. Tapi, ya, aku kenal mereka. Hanya saja, kami memiliki hubungan yang sangat buruk di masa lalu,” jelas Nadia.
“Wah! Baru kali ini aku melihat kau berinteraksi dengan perempuan,” ledek gadis berambut pirang pendek, sedikit menyipitkan mata, “Kami kira kau lebih sering menjajakan diri di antara para teman cowokmu itu, seperti j*lang.”
“Kau!” Sontak Nadia tidak terima dihina begitu. Matanya makin melotot marah menatap si rambut pendek.
“Jangan meledeknya begitu, Rin,” ucap gadis berpakaian ala lolita. “Nadia ‘kan begitu karena sering berlindung di bawah ketiak abang-abangnya.”
“Owh! Atau jangan-jangan, kau sendiri punya hubungan terlarang dengan abang-abangmu itu. Secara, mereka ‘kan pada seksi.”
“Ahahahaha....”
Semua gadis tertawa ketika mempermalukan Nadia, tak peduli jika orang yang mereka tertawakan sakit hati akibat hinaan mereka.
Seketika wajah Nadia memerah, antara menahan malu dan marah.
“Apa-apaan kalian ini?!” bentak Nadia kesal. “Tiana, apa yang kau dan para pengikut hinamu lakukan di sini?!”
“Pengikut hina...?”
Rin sudah hendak maju menghadapi Nadia, tapi ditahan oleh satu tangan Tiana. Dengan wajah datarnya yang masih terlihat anggun, Tiana mulai bicara.
“Memangnya salah jika aku dan teman-temanku ikut belajar di akademi militer ini?”
Nadia menatap Tiana semakin tajam. “Tidak masalah. Semua orang berhak masuk akademi militer mana pun. Hanya saja, aku tahu betul kalau kau bukan tipikal orang yang tertarik terhadap pertempuran dan berniat baik tuk membantu warga sipil.”
Tiana menaikkan sebelah alis sambil bersedekap tangan di dada hingga dada kenyalnya terlihat makin sesak, masih diam mendengarkan setiap perkataan Nadia yang terdengar mempertanyakan tujuannya ada di akademi ini.
Dengan santai Nadia melanjutkan, “Secara, ibumu seorang model ternama dan ayahmu merupakan seorang pengusaha di bidang IT kalau enggak salah. Dan aku ingat betul kalau kau jauh lebih tertarik dengan kehidupan hedonis ala sosialita.”
“Oooh....” Mata biru terang Nadia sengaja dibelalakkan seakan-akan ia terkejut dengan sesuatu. “Atau jangan-jangan, kau masuk Akademi Milderan karena masih mengincar Bang Ardan, kan?!”
Sontak Tiana tersentak. Dia sudah menduga kalau Nadia tahu tujuannya masuk ke Akademi Milderan karena masih mengharapkan Ardan, tapi Tiana tak menyangka saja jika gadis pirang itu terang-terangan mengatakannya di hadapan teman-teman Tiana.
Sempat beberapa teman Tiana cukup terkejut mendengarnya. Di antaranya ada yang belum tahu siapa Ardan karena baru mengenal Tiana sesudah lulus SMP. Tapi, mereka tak ambil pusing.
Mereka tak peduli mau seburuk apa Tiana, yang penting mereka dapat untung banyak dari berteman dengan orang tajir seperti ini.
“Ardan...?” gumam Krisan heran.
Krisan sendiri tidak tahu siapa Ardan. Yang jelas, orang yang dimaksud merupakan laki-laki. Mungkin permasalahan ini berasal dari rebutan seorang cowok atau semacamnya, seperti drama-drama sinetron yang sering ditonton neneknya di kampung.
Sungguh, Krisan tidak tertarik dengan hal seperti ini. Sebaiknya, dia tidak perlu ikut campur urusan mereka. Jadi, Krisan lebih memilih tuk bersender di dinding sambil memperhatikan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.
Melihat keterkejutan Tiana membuat Nadia menyunggingkan seringai remeh sambil menjentikkan jari.
“Sudah kuduga, sifat j*langmu sudah mendarah daging, Tiana. Sadar, hei! Dari zaman baheula sampai sekarang pun Bang Ardan kagak pernah sadar kalau kau selama ini bernafas di planet yang sama dengan kami.”
Tanpa sadar kedua tangan Tiana terkepal begitu erat hingga bergetar menahan amarah. Dia tidak terima sampai dihina sebegininya. Dia memang suka Ardan sejak SMP dan akan terus berusaha mendapatkan perhatiannya, bahkan jika harus masuk ke akademi militer sekali pun.
Yang namanya cinta perlu diperjuangkan sampai akhir, bukan? Sampai orang yang diincar benar-benar bisa menerima kita. Itulah anggapan seorang Tatiana Williem.
Rin tak terima melihat sahabatnya dihina begitu. Karena Tiana juga enggan menahannya lagi, Rin pun melangkah mendekati Nadia, lalu mencengkeram erat rahang kecil Nadia sampai ia mendongak menatap wajahnya.
“Beraninya kau menghina sahabat kami, kotoran kuda nil...! Kau tidak ada apa-apanya di hadapan seorang Tatiana Williem, tahu?!” bentak Rin.
Bentakan dan cengkeraman erat di rahangnya tak membuat Nadia semerta-merta takut. Justru ia kembali menyunggingkan seringai di tengah-tengah rasa sakit akibat cengkeraman Rin makin kuat di rahangnya.
“Kalau benar begitu, kenapa cowok seperti Bang Ardan saja tak pernah sedikit pun melirik ke arahnya?!”
“Kau—.”
Awalnya, Rin hendak memperkuat cengkeramannya lagi, tapi tubuhnya sudah keduluan melesat ke atas setelah Nadia meninju dagunya dari bawah. Alhasil, tubuh Rin tersangkut di lubang plafon yang hancur akibat kerasnya tinju Nadia.
Di lubang plafon, kaki dan tubuh Rin bergerak-gerak tak karuan, berusaha melepaskan diri dari sana. Tetapi tidak bisa karena lubangnya terlalu sempit, membuat tubuh Rin terasa dijepit begitu erat.
“Hei! Kau! Beraninya kau— Argh! Siapa saja, bantu aku keluar dari sini?!!” teriak Rin masih berusaha melepaskan diri dari sana.
Mereka semua, kecuali Krisan, sontak tercengang melihat serangan mendadak tadi. Mereka tak menyangka jika Nadia yang sering mereka hina bisa sekuat itu.
Nadia masih berdiri di tempat dengan satu tangan terkepal di hadapannya. Serangan tinju tadi membuat kepalan tangan Nadia sedikit beruap, bagian lengan jaketnya yang tersingkap sempat memperlihatkan otot serta urat nadi yang menonjol sesaat.
Kekuatan yang Nadia dapat sekarang jelas hasil latihan bersama Rafa dan Ardan.
Tiana tidak ingin sampai terintimidasi dengan kekuatan serangan Nadia. Walau masih menahan emosi, dia tetap berusaha terlihat tenang.
“Menyerang pelajar lain akan mendapatkan sanksi dari staf akademi,” ucap Tiana memperingatkan dengan tenang.
“Aku tidak peduli.”
Nadia pun mulai mengambil posisi kuda-kuda siap bertarung dengan kedua tangan terkepal erat.
“Kalian sendiri yang mulai menyerangku dengan mulut berbisa kalian. Sudah seharusnya aku melindungi diriku sendiri walau harus menggunakan kekerasan fisik,” tegas Nadia.
Tiana pun melirik ke arah gadis lolita yang dikenal bernama Lita, memberi aba-aba lewat lirikan mata.
Mengerti maksud Tiana, Lita segera menghilang dengan cepat, lalu tiba-tiba muncul di hadapan Nadia.
“Ciluk, Ba! Ahaha!”
Lita melancarkan serangan tendangan ke arah Nadia. Dengan sigap Nadia menahan kaki Lita, mencengkeramnya, lalu melempar tubuhnya menjauh. Lita pun terpental akibat lemparan Nadia, tapi masih bisa mendarat dengan baik.
Pertarungan mereka berdua sudah dianggap sebagai pertanda perang. Oleh karena itu, para gadis lainnya ikut keroyokan menyerang Nadia.
Dimulai dari tendangan seorang gadis dari depan atas. Nadia menahan serangan tersebut dengan kedua tangan disilangkan, lalu ia hempaskan hingga gadis itu terpental sedikit jauh.
Dua gadis menyerangnya sekaligus dengan serangan tangan kosong disertai gerakan cepat. Beberapa kali Nadia berhasil menepis dan memberi serangan balasan dengan tinjunya sampai mereka gugur.
Dengan gerakan bela diri semi balet, Lita kembali menyerang, menendang hingga memukul menggunakan posisi jari-jari tangan lurus. Lagi-lagi Nadia berhasil menangkisnya, tapi itu tak cukup untuk membuat Lita berhenti menyerang.
Dalam pertarungannya melawan Lita, sosok Rin berhasil bebas dari lubang plafon. Ia turun dan langsung berlari ke arah Nadia dengan tangan terkepal erat, siap meninju.
“Hiaaaaah!”
Kebetulan saat itu Nadia sedang menahan serangan pukulan dari tangan Lita. Melihat Rin siap meninjunya, Nadia segera memutar tubuh Lita, kemudian di arahkannya punggung Lita sebagai tameng tinju Rin. Alhasil, Lita terpental sampai ujung koridor.
“Lit—Argh!”
Karena hilang fokus akibat tak sengaja meninju Lita, tubuh Rin langsung kena tendang Nadia sampai mental pula ke arah Tiana.
Tubuh Rin hampir saja terpental mengenai Tiana, tapi dengan enteng Tiana malah menepisnya, sehingga tubuh Rin berhasil membentur tembok dekat Krisan berdiri.
“Kau tak apa?” tanya Krisan basa-basi pada Rin sambil bersender di dinding dengan kedua tangan bersedekap di dada. Tentu saja yang ditanya hanya mengerang menahan sakit.
Kalau Krisan perhatikan, sosok Nadia ini terbilang tangguh untuk ukuran tubuh semungil dirinya. Dia sendiri merasa tidak sekuat Nadia kalau sampai dikeroyok banyak orang begitu.
Krisan jadi salut dengan Nadia.
Teman-temannya banyak yang gugur, kini giliran Tiana yang akan menyerang Nadia.
Gadis berambut cokelat kemerahan itu segera berlari walau kakinya mengenakan sepatu berhak tinggi, dan Nadia juga siap menghadangnya.
“Ha!”
Tiana melancarkan berbagai serangan, Nadia kembali menepis, menangkis, dan sesekali memberi serangan balasan. Namun di antara keduanya tidak ada yang kalah. Kekuatan mereka kali ini seimbang.
Sampai Tiana terdorong ke belakang akibat tinju Nadia. Tiana melepas satu sepatunya, melemparkannya dengan keras ke bawah hingga memantul ke wajah Nadia.
Syukur Nadia bisa bergeser menghindar, sehingga hak sepatu itu malah menancap di plafon. Namun, tak disangka Tiana melompat ke plafon itu sampai kedua kakinya berpijak di sana dan satu kaki sempat memasang kembali sepatunya yang tertancap, lalu mendorong tubuhnya sendiri menggunakan tumpuan kedua kaki hingga melesat sangat cepat ke arah Nadia disertai tinju siap dipukulkan.
Nadia tidak mampu menghindar lagi, lesatan itu terlalu cepat. Ia cuma bisa menahan serangan Tiana dengan kedua pergelangan tangan. Sialnya, serangan itu cukup keras, sehingga membuat tangan Nadia langsung kebas sampai ke bahu.
“Ergh.” Nadia meringis dengan mata menyipit.
Setelah Tiana mendarat dan di saat Nadia mulai hilang fokus, kakinya langsung menendang kaki Nadia, membuat gadis pirang itu mulai ambruk.
Sebelum sempat jatuh ke lantai, Rin dan Lita yang sudah kembali bangkit langsung menangkap tubuh Nadia, memasungnya hingga berhadapan dengan Tiana.
“Kali ini, aku tidak akan membiarkanmu lolos, Nadia.”
Tiana kembali melancarkan tinju yang tampak jauh lebih keras dari sebelumnya.
“Ini untukmu karena telah menghinaku, Nadia!”
Nadia memejamkan kedua mata, pasrah kena serangan Tiana karena tubuhnya ditahan erat oleh Rin dan Lita. Akan tetapi, sampai beberapa detik berlalu dia sama sekali tidak merasakan apa pun.
Rupanya, saat hendak meninju Nadia, Krisan sudah lebih dulu muncul di hadapan Tiana, memukul wajah Tiana menggunakan ransel sampai terpental cukup jauh. Beruntung refleks Tiana bagus, jadi dia bisa mendarat dengan baik.
Ketika Nadia membuka mata, dia terkejut mendapati sosok Krisan sudah berdiri membelakanginya sambil menenteng ransel dengan begitu santai.
Masih dengan wajah datarnya yang malah terkesan polos, Krisan berucap, “Awalnya, aku tidak tertarik ikut campur urusan kalian, apalagi kalau sampai bawa-bawa pria.”
Kedua mata biru Krisan tampak menyala tajam bak seekor burung pemangsa yang siap tuk melumpuhkan lawannya. Sangat tajam, sangat mengintimidasi.
“Tapi, melihat kalian main keroyokan begitu, membuatku jadi kesal. Betapa pengecutnya kalian semua.”
...~*~*~*~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments