Selama dalam perjalanan menggunakan pesawat angkutan, Ardan dan Rafa sempat ketiduran di tempat duduk mereka. Namun, keduanya langsung tersadar ketika Nadia mencubit hidung mancung Ardan dan menjewer telinga Rafa.
“Aduduh! Nad, apa-apaan, sih?!” Ardan ngegas gara-gara hidungnya kena cubit.
“Nad, telingaku mau copot kau jewer-jewer gitu,” oceh Rafa tak kalah jengkel sambil mengelus telinga putihnya yang memerah.
“Kita udah mau sampai, nih. Tuh!”
Nadia menunjuk ke pemandangan luar jendela. Dia kagum melihat sebuah pulau besar yang dipenuhi pemandangan alam indah di tengah-tengah birunya laut. Di sekitar pulau utama, terdapat beberapa pulau kecil juga dengan berbagai bentuk mengelilinginya.
Tepat di bagian utara pulau, dia bisa melihat dengan jelas dua buah bangunan besar, tinggi, lebar, dan megah dengan arsitektur bergaya futuristik semi abstrak. Satu bangunan dengan ukuran yang sedikit lebih kecil merupakan asrama tempat tinggal para Taruna-Taruni, sedangkan bangunan di depan yang paling besar lengkap dengan dua menara di sisi kanan-kiri merupakan gedung utama akademi.
Dari atas sana, Nadia juga dapat melihat beberapa lapangan di lokasi-lokasi pulau, di antaranya ada yang berada di akademi, dan sisanya di dekat sabana serta mendekati bibir pantai.
Ketika pesawat semakin dekat dengan pulau, kebetulan pesawat mereka berpapasan dengan beberapa pesawat berkecepatan super. Dan di salah satu lapangan luas pada pulau, Nadia juga melihat satu roket berhasil lepas landas menembus langit sana.
Menyadari ada roket luar angkasa baru saja diluncurkan, Ardan sempat bicara dengan Rafa.
“Itu roket ngangkut apaan, ya?” tanya Ardan heran. “Ini masih belum ada kegiatan masuk akademi, lho.”
“Mungkin ngangkut persediaan buat Taruna-Taruni tingkat empat yang udah mulai magang di angkatan masing-masing.”
“Oh....” Ardan mengangguk mengerti.
Seingatnya, Taruna-Taruni yang sudah masuk tingkat empat sudah memulai tugas mereka ke luar angkasa sebagai masa percobaan dulu sebelum dinyatakan lulus.
Kelak Ardan dan yang lainnya juga akan melakukan kewajiban yang sama kalau sudah masuk tingkat empat. Selagi masih tingkat dua, dia nikmati sajalah waktu-waktu yang masih terbilang cukup senggang ini.
“Oh, iya, Nadia.” Ardan pun mencoba memberi ucapan, “Selamat Datang di Akademi Militer Antariksa Internasional Milderan. Seperti yang kau tahu, Akademi Milderan ini merupakan akademi militer tingkat internasional yang bertujuan untuk mengajari calon-calon prajurit hebat dari berbagai belahan dunia.”
“Di sini, kau akan bertemu dengan banyak orang dari berbagai negara. Sebagai prajurit antariksa, kita tidak mengenal perbedaan suku, ras, agama, dan kebangsaan, karena kita memiliki satu tujuan yang sama. Yaitu, melindungi planet tercinta kita, Planet Ribelo, dari ancaman kejahatan dan perang luar angkasa. Kita semua adalah satu.”
“Makanya, jangan heran kalau nanti ketemu orang yang aksen ngomongnya beda banget sama kita,” timpal Rafa juga.
“Wah...!”
Mata biru terang Nadia seketika berbinar mengetahui bahwa pulau tersebut merupakan tempat mereka menempuh pendidikan militer di sana.
Ardan sempat menjelaskan bahwa dua bangunan paling besar yang terlihat di pulau itu merupakan asrama dan bangunan utama akademi. Dia juga memberitahukan beberapa fasilitas di sana.
Terdapat banyak area hutan yang masih asri dan terpelihara dengan baik agar bisa digunakan sebagai sarana latihan. Dua lapangan luas yang agak jauh dari akademi merupakan lapangan khusus penerbangan dan peluncuran transportasi ke luar angkasa.
Ada ratusan pos keamanan tersebar di seluruh pulau dan perumahan penduduk yang dibangun khusus untuk warga sipil yang bekerja sebagai pembersih, pedagang biasa, maupun pengurus akademi.
Nadia hampir tak percaya bahwa ia akan bersekolah di akademi sehebat ini. Beruntung dia bisa lulus tes dengan nilai bagus dan berhasil diterima di sini.
Audio di dalam pesawat sudah mengumumkan bahwa sebentar lagi pesawat akan segera mendarat di lapangan penerbangan Pulau Meiran, pulau dari Akademi Milderan yang dikenal dengan kode MI-314. Tinggal hitungan menit lagi, mereka akan sampai di lokasi tujuan.
Nadia sudah tidak sabar tuk melihat seperti apa akademi dan asrama yang akan ia tempati nanti, beserta orang-orang yang ada di sana juga.
...~*~*~*~...
“Wah...!”
Nadia tercengang ketika melihat betapa megahnya gedung bangunan Akademi Milderan.
Bangunan bergaya futuristik itu terlihat membentang luas dan megah. Di bagian atas tengah bangunan terlihat jelas lambang huruf M dengan desain khas, perpaduan warna hitam sebagai latar belakang, hijau dan kuning keemasan tuk mempertegas lambang. Di atasnya juga berkibar gagah bendera khas Planet Ribelo yang menunjukkan bahwa akademi ini memang dikhususkan untuk para pelajar dari seluruh planet tanpa memandang negara asal mereka.
Tadi setelah sampai di bandar penerbangan khusus, semua Taruna-Taruni diantarkan ke akademi menggunakan kereta listrik, melewati lebatnya hutan asri dan pos-pos keamanan hingga akhirnya sampai di sini.
Nadia masih tercengang di tempat dengan mulut tak hentinya menganga kagum di depan halaman akademi yang bahkan melebihi luas lapangan sepak bola nasional. Sampai akhirnya mulut Nadia mendadak tertutup ketika hendak disentil Ardan.
“Ish! Bang Ardan, apaan, sih...?” Nadia segera menutup mulutnya.
“Mangap mulu dari tadi. Nanti kemasukan tawon, lho,” ledek Ardan sambil membetulkan posisi ranselnya.
“Kita disuruh langsung ke asrama aja, kata petugas sini,” kata Rafa sambil berlalu meninggalkan mereka berdua.
Mendengar ucapan Rafa tadi, Ardan mengajak Nadia tuk berangkat sama-sama. “Yuk, ah. Nanti malah ketinggalan, lagi.”
“Iya. Iya, deh, Bang...!”
Lalu Ardan dan Nadia segera berlari kecil menyusul Rafa yang sudah berjalan mendahului rombongan pelajar lain.
....
Setelah melewati bangunan akademi hanya dengan jalan kaki, mereka sampai juga di lobi asrama. Lobi tersebut terlihat menyerupai lorong silinder transparan yang masih terhubung antara lorong asrama putra dengan lorong asrama putri.
Pada tembok transparan lobi yang berada di posisi tengah, Nadia bisa melihat dengan jelas dua bangunan utama asrama yang dipisah oleh halaman luas.
Kedua gedung itu juga memiliki lambang M yang sama dengan yang ada di akademi, tapi warnanya berbeda. Untuk asrama putra lambangnya berwarna biru gelap, sedangkan asrama putri berwarna merah muda.
“Jadi, itu dua gedung asramanya?” gumam Nadia sendiri.
Saat para Taruna-Taruni masih berkumpul di lobi, salah satu petugas berseragam keamanan berwarna hitam memberi arahan pada mereka.
“Untuk kalian, para Taruna-Taruni Akademi Militer Milderan. Hari ini, kalian tidak memiliki kegiatan apa pun untuk dilaksanakan. Kalian cukup mengistirahatkan diri di unit asrama masing-masing. Untuk kalian angkatan tingkat pertama yang baru diterima di akademi, kalian perlu mencari unit kalian sendiri yang sudah tertera di Kartu Akademi kalian masing-masing.”
“Taati peraturan! Dilarang keras ada Taruna masuk ke asrama putri, begitu pula sebaliknya. Tertib, dan jangan buat keributan. Kalian juga tidak diperbolehkan menggunakan Kekuatan Kebangkitan tanpa seizin para guru dan staf. Jika ketahuan melanggar beberapa aturan tersebut, maka kalian akan diberi sanksi!”
“Kalau begitu, sekian untuk hari ini. Selamat istirahat, dan persiapkan diri kalian untuk Acara Orientasi besok pagi.”
Setelah sang petugas memberi arahan, beberapa petugas mulai berjaga di pintu lorong penghubung ke gedung asrama masing-masing dan segera melakukan pemindaian pada Kartu Akademi para pelajar dengan bantuan robot-robot canggih di sana sebelum akhirnya diizinkan masuk.
“Disuruh cari unit asrama sendiri yang sudah tertera di kartu, kah?” Nadia memperhatikan nomor yang ada di kartu miliknya. “Nomor 227, ya? Kira-kira, aku akan satu unit dengan siapa?”
“Nad.”
Ardan dan Rafa menghampiri Nadia, berniat pamit karena mereka akan pergi ke gedung asrama yang berbeda dengan Nadia.
“Cuma sampai sini aja kita barengan,” kata Ardan, “Kami musti balik ke asrama putra. Seperti yang kami bilang, siapa pun temanmu nanti, cobalah tuk terbuka. Enggak semua cewek itu bermuka dua seperti teman-temanmu dulu, contohnya seperti emakmu dan dirimu sendiri.”
“Kalau misalnya kau tak nyaman satu unit dengan teman-temanmu nanti, bisa ajukan perpindahan unit asrama. Tapi, prosesnya bakal lama, sih,” tambah Rafa pula.
Nadia menggeleng. Dia memutuskan tuk tetap di unit asrama yang sudah diatur pihak staf akademi. Siapa pun orang yang akan satu unit dengan Nadia, dia akan mencoba mengakrabkan diri dengan mereka. Jika perilaku mereka terbilang mengganggu, mungkin bakal Nadia pertimbangkan keputusan tuk pindah unit.
“Enggak apa-apa, Bang. Seperti yang kalian bilang, aku bakal berusaha terbuka dengan orang-orang baru, termasuk pada teman-teman cewek yang lainnya.”
Ardan dan Rafa pun mengangguk lega mendengar keputusan Nadia. Wajah cantik yang sempat murung itu kini terlihat lebih cerah dan ringan tanpa beban lagi.
“Kalau begitu, kami duluan, ya!” ucap Ardan ceria, lalu berlari kecil menuju petugas penjaga pintu penghubung asrama putra untuk melakukan pemindaian pada kartunya sebelum diizinkan masuk.
“Jaga dirimu baik-baik. Kalau ada apa-apa....” Rafa membentuk kedua jarinya menyerupai telepon. “Hubungi aku atau Ardan. Apa-apa masalahnya, jangan dipendam sendiri, cerita. Nanti jadi stres, lagi.”
“Iya, iya! Bawel, ah, Abang ini!” Nadia mendorong tubuh besar Rafa menjauh. “Cepetan susul Bang Ardan, entar ketinggalan lagi.”
Walau dikenal judes, tukang sarkas, dan kadang suka usil, Rafa merupakan saudara yang sangat perhatian pada adik-adiknya. Tak heran jika dia memberi banyak wejangan pada Nadia. Dia takut adik perempuan satu-satunya itu kenapa-napa.
Setelah didorong Nadia, dengan santai Rafa melangkah ke petugas keamanan, memindai Kartu Akademi miliknya pada robot di sana, sampai diizinkan masuk bersama anak-anak Taruna lain.
Melihat kepergian kedua pemuda itu membuat Nadia menghela nafas sesaat. Biarpun sudah meyakinkan diri tuk tetap terbuka pada orang-orang baru, tapi dalam hatinya, Nadia tetap saja merasa gugup.
Sambil berusaha mengenyahkan segala pikiran negatif, Nadia berjalan ke arah yang berlawanan, memindai Kartu Akademi pada robot pemindai, lalu ikut masuk ke lorong penghubung asrama putri bersama para Taruni.
...~*~*~*~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments