Chapter 14 : Cita-cita Rian

“.... Ingin menjadi pengusaha paling sukses di seantero galaksi!”

Mereka semua tidak terkejut, tapi senang juga mendengar cita-cita luar biasa Rian yang ingin menjadi seorang pengusaha sukses.

“Aku akan membangun kekaisaran bisnisku sendiri! Menjadi direktur utama, presdir, bahkan CEO sekali pun! Investasi melimpah, saham di mana-mana, dan aku akan memonopoli pasar, bahkan memonopoli mental orang sekalian biar usahaku bisa lancar jaya!”

Ardan, Rafa, dan Nadia sempat tukar pandang, merasa heran sendiri dengan kobaran semangat yang membara ketika Rian membahas cita-citanya secara berlebihan. Sedangkan Arni dan Branz terlihat berbinar bangga mendengarnya.

“Gimana ceritanya monopoli mental orang?” bisik Ardan tak paham pada Rafa.

“Kau bertanya pada orang yang salah,” desis Rafa.

Masih dengan semangat berkobar, bahkan api-api imajiner membara di belakangnya, Rian terus berkumandang.

“Menjadi pengusaha dan berbisnis ini urusannya adalah uang. Aku ingin mengumpulkan lebih banyak uang lagi agar hidup kita enggak bakal susah,” jelas Rian dengan semangat lagi, “Dengan uang, aku bisa lebih banyak membangun berbagai macam usaha, membeli banyak kebutuhan buat modal, dan menyimpannya buat tabungan di masa depan. Semuanya demi uang, uang, uang, UANG!”

Rian langsung menunjuk ke depan dengan ujung jari telunjuk yang tiba-tiba berkilau begitu saja. Ardan pun heran melihat ujung jari Rian bisa berkilau begitu. Apa jarinya terlalu kinclong, yak?

“Kalian bertiga bisa berhenti jadi prajurit, Emak tidak perlu mengurus usaha lagi, Branz bisa cari cita-cita lain, dan Abah pun bisa pensiun dengan tenang! Karena aku akan membiayai hidup kalian semua dengan hasil jerih payahku sendiri yang melimpah ruah! Bwahahaha...! Nyahahaha— Ohok! Ohok!”

Rian tertawa ala tokoh antagonis, tapi ujung-ujungnya malah bengek sendiri gara-gara keselek ludah.

Ardan pun kembali berbisik ke Rafa, “Gemes aku sama kelakuannya. Kalau saja bukan adikmu, udah aku patahkan batang lehernya itu.”

“Kupatahkan batang leher kau duluan kalau berani macam-macam sama adikku,” balas Rafa sedikit penekanan.

“Ya ‘kan kalau bukan adikmu, Tong.”

“Bodo.”

Mendengar deklarasi dadakan anaknya itu, membuat Arni bertepuk tangan bangga. Begitu juga Branz yang tidak tahu apa-apa, cuma ikutan aja karena terpengaruh dengan kharisma Rian.

Branz enggak tahu apa itu saham ‘lah, investasi ‘lah, CEO ‘lah. Yang penting abangnya hebat aja, gitu.

“Aku bangga padamu, Nak!” puji Arni. “Selama ini, aku dan Abah kalian tidak memaksakan kalian untuk menjadi apa. Yang penting kalian bisa menjadi orang yang hebat dan bisa membantu sesama.”

“Dan buat Rian, kalau udah punya banyak uang nanti jangan serakah. Selalu wajib bersedekah dan membantu orang-orang yang dalam kesulitan di luaran sana ya, Nak.”

“Itu pasti, Mak. Aku juga banyak termotivasi dengan usaha dan niat baikmu membangun yayasan demi membantu banyak orang yang mengalami kesulitan.”

Ya, dulu setelah menjadi pemburu, Arni juga mengikuti jejak Astan dan Grim bekerja di instansi militer. Namun, itu hanya sebentar karena Arni langsung dilamar Grim. Setelah menikah, ia memutuskan menggunakan tabungannya dan Grim tuk membangun usaha camilan ringan dan membangun yayasan demi membantu anak-anak yatim piatu serta para tunawisma.

Keinginan membangun yayasan terinspirasi dari pengalaman hidup Arni yang diasuh di panti asuhan bersama Suda dan Astan, serta pernah membantu para tunawisma juga selama menjadi pemburu. Arni ingin dirinya bisa meringankan penderitaan banyak orang, menujukan pada mereka bahwa dunia tidak selalu pahit jika kita bisa menjalaninya dengan senyuman.

Astan ‘lah yang banyak mengajarinya tentang arti kehidupan yang sebenarnya. Dunia itu indah jika kita bisa menjalani hidup dengan santai dan ikhlas.

“Itu bagus.” Arni tersenyum bangga. “Kalau begitu, cepat habiskan makanan kalian. Ardan, Rafa, sama Nadia harus segera berangkat ke asrama akademi, kan? Branz dan Rian juga jangan sampai terlambat ke sekolah.”

Mereka semua mengangguk, lalu kembali melahap makanan masing-masing. Kadang mereka bercanda di meja makan dan tertawa bersama selayaknya keluarga harmonis, Ardan ‘lah yang paling aktif berceloteh dan Rafa sering kali membalasnya dengan satir hingga mereka kembali tertawa bersama.

Di tengah kegiatan makan mereka yang menyenangkan, Arni sangat menyangkan Grim yang masih belum juga kembali bersama mereka.

Semoga suaminya baik-baik saja di sana.

...~*~*~*~...

Arni, Ardan, dan yang lainnya baru saja keluar rumah. Terlihat dua mobil sudah menunggu di halaman depan, bersiap mengantar mereka ke tujuan masing-masing. Ardan, Rafa, dan Nadia pergi ke kantor administrasi akademi. Sedangkan Arni mengantar Branz dan Rian ke sekolah dulu sebelum berangkat ke yayasan.

“Dasimu miring dikit, Dek.” Arni membetulkan posisi dasi kupu-kupu Branz, lalu sempat mencium aroma seragam Rian pula. “Kau pakai minyak nyong-nyong abahmu, Yan?”

“Baunya enak, Mak. Kali aja bisa narik banyak perhatian cewek-cewek di sekolah.”

“Hilih~. Kencing aja masih buta arah, sok-sok’an mau narik perhatian betina kau, yak,” julid Ardan pada Rian sambil menenteng ransel. “Sekolah yang bener dulu. Kalau udah berhasil jadi pengusaha, berbagai jenis cewek dari berbagai habitat pun bisa kau borong—Adoh!”

Karena gemas, Rafa pun memukul lengan berotot Ardan. “Mulutmu itu, Dan.... Julidnya ngalahin omongan-omongan tetangga.”

“Tahu, nih. Bang Ardan emang suka aneh gitu,” timpal Nadia, “Kemarin aja dia menang debat sama emak-emak yang ikutan beli sayuran di Abang tukang sayur. Pas rebutan daun singkong pun, dia yang menang.”

“Woh.... Bisa gitu, ya?” ucap Rafa pura-pura tercengang. Kemudian berkata pada Ardan, “Bini kau pasti bangga bisa ngalahin debat emak-emak yang biasanya tiada akhir itu.”

“O, jelas! Dikelonin tiap hari aku kalau biniku bangga sama aku nanti. Jangan iri nanti, yee....”

Rafa cuma menyunggingkan cengiran jijik dengar celotehan Ardan. Lama-lama bisa stres dia dibuat debat sama makhluk berkulit cokelat muda ini.

“Udah, udah.” Arni berusaha menengahi. “Kalian ini kalau mulai debat langsung bikin pusing. Mending kalian berangkat aja, sana. Udah jam berapa ini...?”

“Ya, udah. Salim dulu, Mak.”

Rafa mulai mencium tangan Arni, lalu disusul Nadia dan Ardan. Saat giliran Ardan, iseng-iseng Arni jedotin punggung tangannya ke jidat Ardan yang ditutupi ikat kepala keramat milik ayahnya.

“Aduh, Bi. Sama ponakan sendiri kok bisa iseng gini?” Ardan mengelus jidat walau sebenarnya tak terasa sakit sama sekali. “Entar kalau benjol sampai jadi menara sutet, gimane?”

Dengan santai Arni menjawab, “Halah. Perkara menara sutet, setiap hari pun kau temenan sama menara sutet.”

“Mana ada menara sutet bisa diajak temenan?”

“Tuh menara sutetnya.”

Arni menunjuk Rafa karena dialah satu-satunya orang yang punya postur tubuh paling tinggi dari yang lain. Otomatis Nadia tertawa terbahak-bahak pas tahu si emak ngeledek abangnya. Ardan pun ikutan ketawa setelah sadar siapa menara sutet yang dimaksud, begitu juga Branz dan Rian.

Tahu diledek gitu, agak ngambeklah Rafa. “Hm. Gitu aja teros, Mak. Anak sendiri kau ledek pula. Kan ini gen bawaan dari Abah.”

“Udah, lah. Kalian berangkat aja, sana. Branz dan Rian juga ‘dah siap-siap pergi ke sekolah,” kata Arni setelah sempat ikut menertawakan anaknya. “Maaf ya, Dan. Tadi sempat aku isengin. Padahal kagak boleh kayak gitu tadi.”

“Ya, enggak apa-apa, Bi. Jarang-jarang juga kau isengin ponakanmu yang cakep membahana ini,” kata Ardan narsis. “Toh kau juga kayak gini karena terlalu kangen ama Paman Grim.”

“Ish! Kau ini, Dan...!”

Ardan ketawa-ketiwi sendiri sambil buru-buru masuk ke dalam mobil ketika melihat Arni sudah siap melemparkan tas selempang mahalnya ke kepala Ardan.

Pemuda ini emang suka sekali bikin jengkel orang. Untung masih keluarga walau tidak sedarah. Toh bapaknya sudah banyak berjasa pada Arni semasa dia hidup.

Sambil membetulkan kembali letak tas, Arni berpesan, “Kalian hati-hati di jalan, ya. Kalau udah sampai, langsung kabarin aku.”

“Siap, Bi!”

“Iya, Mak.”

“Kami berangkat dulu ya, Mak.”

Rafa, dan Nadia pun menyusul Ardan masuk ke dalam mobil yang akan dikendarai oleh sopir mereka. Setelah semuanya sudah masuk, mobil pun mulai melaju keluar dari gerbang halaman rumah besar itu.

Setelah dipastikan mereka sudah pergi, Arni juga masuk ke dalam mobil bersama Branz dan Rian untuk mengantarkan keduanya ke sekolah masing-masing.

...~*~*~*~...

Episodes
1 Chapter 1 : Remedial
2 Chapter 2 : Hama Goblin
3 Chapter 3 : Bawah Tanah
4 Chapter 4 : Monster Misterius
5 Chapter 5 : Kekuatan Asli
6 Chapter 6 : Tidak Tahu
7 Chapter 7 : Mainan
8 Chapter 8 : Kotak
9 Chapter 9 : Bayangan
10 Chapter 10 : Cerita Kenangan
11 Chapter 11 : Astan
12 Chapter 12 : Merindukan Masa Lalu
13 Chapter 13 : Sarapan Keluarga
14 Chapter 14 : Cita-cita Rian
15 Chapter 15 : Kegencet
16 Chapter 16 : Trauma Nadia
17 Chapter 17 : Selamat Datang
18 Chapter 18 : Teman Baru Teman Lama
19 Chapter 19 : Main Keroyokan
20 Chapter 20 : Dua Lawan Banyak
21 Chapter 21 : Pengendali Air
22 Chapter 22 : Sheena
23 Chapter 23 : Ardan Lupa
24 Chapter 24 : Tipe Cewek
25 Chapter 25 : Tipe Cowok
26 Chapter 26 : Persiapan Kegiatan
27 Chapter 27 : Kelompok 17
28 Chapter 28 : Militer Antariksa
29 Chapter 29 : Awal Perkenalan
30 Chapter 30 : PeDeKaTe
31 Chapter 31 : Gombal
32 Chapter 32 : Perdebatan Shujin
33 Chapter 33 : Ardan tak Peduli
34 Chapter 34 : Keliling Fasilitas Akademi
35 Chapter 35 : Muach
36 Chapter 36 : Pohon Bunuh Diri
37 Chapter 37 : Rencana Mengincar Bayang
38 Chapter 38 : Chat
39 Chapter 39 : Ardan Ge'er
40 Chapter 40 : Krisan Kepo
41 Chapter 41 : Keluarga Novan
42 Chapter 42 : Pengetesan?
43 Chapter 43 : Kelompok Junior Melawan Ardan
44 Chapter 44 : Kombo Trio WekaWeka
45 Chapter 45 : Jagoan Belakangan
46 Chapter 46 : Genre Novel
47 Chapter 47 : Mengejek
48 Chapter 48 : Pesona
49 Chapter 49 : Gagak
50 Chapter 50 : Banting-Membanting
51 Chapter 51 : Kasih Paham
52 Chapter 52 : Duel Cepat
53 Chapter 53 : Efek Negatif Jurus
54 Chapter 54 : Tetap Lanjut?
55 Chapter 55 : Sang Pengendali Darah dan Parasit
56 Chapter 56 : Teguran Rafa
57 Chapter 57 : Menggonggong
58 Chapter 58 : Bumerang
59 Chapter 59 : Kecurigaan Rafa dan Ardan
60 Chapter 60 : Serba Salah Bertindak
61 Chapter 61 : Kapten Zeon?
62 Chapter 62 : Sistem?
63 Chapter 63 : Sistem Agresif?
64 Chapter 64 : Menghapus Sistem dan Sejarah
65 Chapter 65 : Eksekusi
66 Chapter 66 : Girang tak Karuan
67 Chapter 67 : Hoaks dan Sabotase
68 Chapter 68 : Persiapan Pasangan
69 Chapter 69 : V-Idol dan Kedekatan Rafa
70 Chapter 70 : Pesta Penutupan
71 Chapter 71 : Ciuman yang Salah
72 Chapter 72 : Pertengkaran
73 Chapter 73 : Kutukan Sepatu Hak Tinggi
74 Chapter 74 : Binar Makanan
75 Chapter 75 : Hadiah Lomba
76 Chapter 76 : Berpasangan
77 Chapter 77 : Kekacauan Dansa
78 Chapter 78 : Juara Satu
79 Chapter 79 : Grim
80 Chapter 80 : Regan Kembali
81 Chapter 81 : Bintang
82 Chapter 82 : Keluarga yang Hilang
83 Salam Hangat dari Author
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Chapter 1 : Remedial
2
Chapter 2 : Hama Goblin
3
Chapter 3 : Bawah Tanah
4
Chapter 4 : Monster Misterius
5
Chapter 5 : Kekuatan Asli
6
Chapter 6 : Tidak Tahu
7
Chapter 7 : Mainan
8
Chapter 8 : Kotak
9
Chapter 9 : Bayangan
10
Chapter 10 : Cerita Kenangan
11
Chapter 11 : Astan
12
Chapter 12 : Merindukan Masa Lalu
13
Chapter 13 : Sarapan Keluarga
14
Chapter 14 : Cita-cita Rian
15
Chapter 15 : Kegencet
16
Chapter 16 : Trauma Nadia
17
Chapter 17 : Selamat Datang
18
Chapter 18 : Teman Baru Teman Lama
19
Chapter 19 : Main Keroyokan
20
Chapter 20 : Dua Lawan Banyak
21
Chapter 21 : Pengendali Air
22
Chapter 22 : Sheena
23
Chapter 23 : Ardan Lupa
24
Chapter 24 : Tipe Cewek
25
Chapter 25 : Tipe Cowok
26
Chapter 26 : Persiapan Kegiatan
27
Chapter 27 : Kelompok 17
28
Chapter 28 : Militer Antariksa
29
Chapter 29 : Awal Perkenalan
30
Chapter 30 : PeDeKaTe
31
Chapter 31 : Gombal
32
Chapter 32 : Perdebatan Shujin
33
Chapter 33 : Ardan tak Peduli
34
Chapter 34 : Keliling Fasilitas Akademi
35
Chapter 35 : Muach
36
Chapter 36 : Pohon Bunuh Diri
37
Chapter 37 : Rencana Mengincar Bayang
38
Chapter 38 : Chat
39
Chapter 39 : Ardan Ge'er
40
Chapter 40 : Krisan Kepo
41
Chapter 41 : Keluarga Novan
42
Chapter 42 : Pengetesan?
43
Chapter 43 : Kelompok Junior Melawan Ardan
44
Chapter 44 : Kombo Trio WekaWeka
45
Chapter 45 : Jagoan Belakangan
46
Chapter 46 : Genre Novel
47
Chapter 47 : Mengejek
48
Chapter 48 : Pesona
49
Chapter 49 : Gagak
50
Chapter 50 : Banting-Membanting
51
Chapter 51 : Kasih Paham
52
Chapter 52 : Duel Cepat
53
Chapter 53 : Efek Negatif Jurus
54
Chapter 54 : Tetap Lanjut?
55
Chapter 55 : Sang Pengendali Darah dan Parasit
56
Chapter 56 : Teguran Rafa
57
Chapter 57 : Menggonggong
58
Chapter 58 : Bumerang
59
Chapter 59 : Kecurigaan Rafa dan Ardan
60
Chapter 60 : Serba Salah Bertindak
61
Chapter 61 : Kapten Zeon?
62
Chapter 62 : Sistem?
63
Chapter 63 : Sistem Agresif?
64
Chapter 64 : Menghapus Sistem dan Sejarah
65
Chapter 65 : Eksekusi
66
Chapter 66 : Girang tak Karuan
67
Chapter 67 : Hoaks dan Sabotase
68
Chapter 68 : Persiapan Pasangan
69
Chapter 69 : V-Idol dan Kedekatan Rafa
70
Chapter 70 : Pesta Penutupan
71
Chapter 71 : Ciuman yang Salah
72
Chapter 72 : Pertengkaran
73
Chapter 73 : Kutukan Sepatu Hak Tinggi
74
Chapter 74 : Binar Makanan
75
Chapter 75 : Hadiah Lomba
76
Chapter 76 : Berpasangan
77
Chapter 77 : Kekacauan Dansa
78
Chapter 78 : Juara Satu
79
Chapter 79 : Grim
80
Chapter 80 : Regan Kembali
81
Chapter 81 : Bintang
82
Chapter 82 : Keluarga yang Hilang
83
Salam Hangat dari Author

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!