Ketika Kebangkitan Ardan diaktifkan, muncul beberapa sirkuit elektrik berwarna jingga di wajah hingga leher bagian kanan.
“Tembok Besi!”
Dalam sekali hentakan kaki di tanah, muncul tembok besi yang lebar dan tebal di belakangnya, melindungi Ardan dari ledakan granat-granat yang dilemparkan para goblin tadi.
“Cuma berani nyerang dari belakang rupanya. Tipikal goblin sekali,” desis Ardan dengan tatapan menajam hingga memancarkan kilat, membuat sepasang mata perak itu jadi terkesan mencekam bagi siapa saja yang berani melihatnya.
“Dasar makhluk pengecut! Otak sel*ngkangan! Mati saja kalian dan musnahlah ke dasar neraka, Biadab!”
Ardan langsung menendang tembok besi itu sampai melesat menghantam kawanan goblin di belakangnya, membuat tubuh para goblin remuk ketika ditimpa benda berat tersebut.
“Mpos! Jadi goblin geprek kalian!” sembur Ardan geregetan.
Dari arah sebelah kiri, ada kawanan goblin lain kembali menembaki Ardan menggunakan senapan serbu. Dengan gerakan lincah Ardan menghindari setiap hujanan peluru sambil mengganti magazine. Dan ketika sudah diganti, ia melompat setinggi mungkin sambil menembak mereka, lalu terjun menukik dengan posisi satu kaki siap menginjak.
“Haaaarrrggghhh!!!”
Ardan mendarat tepat di atas kepala salah satu goblin, menginjaknya sampai hancur, bahkan akibat pendaratan yang keras itu membuat tanah hancur menjadi lubang kawah.
Di dalam helikopter, Durna yang memperhatikan aksi Ardan lewat tab sempat menyunggingkan senyum bangga.
“Sebenarnya, Ardan itu prajurit yang hebat terlepas dari cara bertarungnya yang terlalu barbar,” komentar Durna. “Dia cuma masih terlalu labil. Tapi syukurlah, kelabilannya itu masih bisa ia tutupi dengan ketangkasannya.”
Durna memperbaiki posisi duduk sambil mengatur arah terbang kamera drone lewat tab.
“Biasanya, orang yang terlalu labil bisa mati sia-sia di medan perang. Semoga saja kau bisa mengatasi semua masalah yang kau hadapi, Ardan. Aku percaya padamu, kau bisa jauh lebih hebat dari ayahmu.”
Ardan terus menembaki para goblin yang balik menyerang. Pantang bagi seorang Ardanu De’Cornell bersembunyi, dia lebih memilih bergerak lincah tuk menghindari segala jenis serangan maupun tembakan agar bisa sekalian melatih kegesitannya.
Di puncak bangunan, Regan membantu teman-temannya dengan terus menembaki para goblin menggunakan senapan runduk. Ketika melihat jumlah goblin di suatu area makin bertambah, Regan mengaktifkan Kekuatan Kebangkitan.
“Kekuatan Kebangkitan : Aktif.”
Sirkuit-sirkuit elektrik berwarna biru terang muncul sesaat di bagian wajah kanan. Ia meraba sepanjang permukaan senapan sampai muncul sirkuit elektrik serupa di sana, memberikan sebagian kekuatannya pada senapan.
“Peluru Kristal Es : Aktif.”
Regan kembali mengokang senapan.
“Tembak.”
Satu peluru ditembakan ke arah kelompok goblin. Ketika berhasil mengenai sasaran, peluru langsung meledak, menciptakan pasak-pasak es yang berhasil menusuk tubuh-tubuh goblin lain di dekatnya sekaligus.
“Sekarang, di mana lagi?”
Regan mengarahkan bidikan ke area lain. Dia menemukan sasaran baru, yaitu sekelompok goblin yang tengah menyerang rekannya. Namun pada saat membidik salah satu kepala goblin, bidikannya malah terhalang oleh pantat Ardan yang saat itu sedang bergerak lincah menyerang goblin.
Membidik ke lain, nemu pantat Ardan.
Bidik lagi, nemu pantat Ardan.
Bahkan ketika iseng Regan membidik ke atas, tetap ketemu pantat Ardan yang kebetulan melompat tinggi.
Karena kesal, Regan langsung menyembur Ardan lewat alat komunikasi di telinga.
“Minggir dolo napa, Sat?! Pantat kau itu ngalangin mulu.”
Di bawah sana, bukannya minggir, Ardan malah menggoyang-goyangkan pantat, meledek rekan satu akademinya itu.
“Tak minggir, kupecahkan pantatmu itu pakai peluru esku!”
Ardan tidak menyingkir, malah ketika Regan beralih bidikan, ia juga mengikuti arah bidikan tersebut lalu menghalanginya lagi.
“Ardan!!!”
“Ardan Bengek!!!”
Dari pada jejeritan tak jelas gara-gara kawan bebalnya ini yang bakal bikin dia kekurangan nilai lagi, Regan terpaksa menggunakan kemampuannya tuk menyingkirkan Ardan.
“Balok Es!”
Ia arahkan satu tangannya yang diselimuti kabut es ke bawah, menciptakan sebuah balok es besar yang mencuat dari dalam tanah dan langsung mendorong Ardan sampai melayang tinggi.
“Nyahoooooo….!!!”
Alhasil, Ardan terlempar lalu mendarat cukup jauh dari jangkauannya, tapi masih berada di dalam wilayah desa.
“Belum tau aja dia rasanya ditusbol senapan,” gumam Regan jengkel sambil menembak kembali ke arah yang tepat.
Durna yang masih mengawasi lewat tab pun cuma bisa menggosok kasar wajah ketika melihat kelakuan Ardan dan Regan.
“Butuh permen kopi, Pak? Biar melek,” tawar pilot helikopter di depannya.
Durna menggeleng, “Tidak perlu. Mataku ‘dah melek melihat kelakuan bengek murid-muridku itu.”
Ya, ini sudah keputusan Durna tuk mengawasi kegiatan remedial kelompok Ardan. Jadi, apa pun yang terjadi, dia harus tahan dengan segala ketidakjelasan mereka.
“Pantas remedial, kelakuan mereka aja kayak gini pas nugas,” komentar Durna lagi.
...~*~*~*~...
“Aaaaakhh…!”
Setelah kena lempar balok es Regan dengan cukup jauh, Ardan pun jatuh menembus permukaan jalan hingga sampai di sebuah ruang bawah tanah.
“Doh, pantat bahenolku.” Ardan bangkit sambil mengelus pantatnya setelah jatuh membentur tanah. “Nih pantat enggak sampai miring sebelah ‘kan, ya? Eh?”
Ardan terkejut dengan keberadaannya saat ini. Sekarang, dia berada di sebuah ruang bawah tanah yang cukup gelap. Satu-satunya sumber cahaya hanya berasal dari lubang di atas yang tercipta dari benturan tubuh Ardan saat jatuh tadi.
“Ini di mana, ya?”
Ardan melihat ke cahaya dari lubang atas, dan sempat membuang alat komunikasi di telinganya yang sudah hancur akibat benturan.
“Kok bisa nyasar di mari? Mana alat komunikasiku ancur pula.”
Iseng-iseng Ardan melangkahkan kaki berlapis sepatu boots itu. Dia melangkah cukup pelan sambil mengendarkan pandangan ke sekitar. Walau gelap, tapi berkat cahaya dari lubang di atasnya, ia bisa melihat beberapa objek yang ada di sana.
Kalau dilihat-lihat lagi, ruangan bawah tanah ini seperti laboratorium yang sudah sangat lama terbengkalai. Bisa dilihat dari seberapa kotor ruangannya, lantainya sudah hancur dan terkubur oleh tanah, terdapat sarang laba-laba dan berbagai jenis serangga semakin mengotori sudut-sudut ruangan.
Ketika melangkah lagi, Ardan melihat semua peralatan dan perabotan sudah rusak. Dia menghampiri komputer tua di salah satu meja di dekat tembok, mengelus permukaan tebal badan monitor itu.
“Komputer tabung? Ini jenisnya jadul banget.”
Pandangan mata Ardan kini beralih ke tengah-tengah ruangan di mana terdapat sebuah tabung besar setinggi 2,5 meter yang masih utuh walau usang. Tabung itu dihubungkan dengan puluhan kabel dari dua mesin yang bentuknya mirip generator pembangkit tenaga di sisi kanan-kiri.
“Benda macam apa itu?”
Tiba-tiba saja Ardan dikagetkan dengan kemunculan cahaya pemindai berbentuk jaring-jaring hijau yang berasal dari tabung tersebut, memindai keadaan ruangan saat ini, dan kebetulan keberadaan Ardan juga kena pindai.
[…]
Samar-samar Ardan mendengar suara dari semacam audio sistem di mesin tabung. Dari bahasa yang digunakan, Ardan yakini bahasa tersebut berasal dari planet lain.
“Ugh….”
Tabung tersebut kini mengeluarkan asap dari sela-selanya, lampu-lampu tabung yang awalnya mati kini menyala dengan warna hijau.
[…]
Suara sistem tabung kembali bersuara dengan bahasanya sendiri. Setelah itu, pintu tabung pun terbuka, mengeluarkan semacam makhluk humanoid aneh.
Makhluk itu keluar dalam keadaan lemas, langsung terkapar di tanah dengan tubuh berlumuran cairan hijau.
Ardan tidak semata-mata menghampiri hanya karena makhluk itu kelihatan tak berdaya. Dia cuma mengawasi di posisinya sekarang, melihat makhluk tersebut masih bisa bernafas.
Perlahan makhluk itu mulai bangkit berdiri. Dari bentuk fisiknya sendiri hampir menyerupai manusia, tingginya sekitar dua meter dengan otot tipis, kulit pucat kehijauan agak mengeriput, botak, dan bagian rusuknya menonjol keluar dari bawah dada memperlihatkan beberapa bagian organ tubuh yang terbuat dari perangkat bionik.
“Cyborg, kah?” Ardan menggeleng dengan tebakannya sendiri. “Walau memakai perangkat bionik, kelihatannya dia bukan cyborg.”
Selain itu, mulut dari makhluk tersebut ditutupi oleh masker respirator yang sudah menyatu dengan daging dan kulit wajah, serta dihubungkan dengan selang-selang menyerupai nadi yang ada di belakang pundak. Ketika makhluk itu menghembuskan nafas, maka keluarlah asap kehijauan dari lubang-lubang masker. Bahkan bentuk lubang-lubang maskernya sendiri terlihat menjijikan.
Penderita trypophobia pasti jejeritan melihatnya.
Bukan hanya itu saja. Mata Ardan bahkan hampir melotot ketika menemukan ada benda aneh bergerak-gerak memompa ekor depan makhluk tersebut.
“Wow. Kau punya benda lucu di sana, Bung,” ucap Ardan santai. “Sebenarnya, kau ini makhluk apa?”
Makhluk itu tak menjawab karena dia sendiri tidak mengerti bahasa yang digunakan Ardan. Dia sudah menganggap manusia di hadapannya ini sebagai ancaman.
Oleh karena itu, makhluk tersebut langsung mengeluarkan sepasang mata pedang bionik dari dalam kedua pergelangan tangan pucatnya. Dua pedang tersebut terbuat dari paduan antara tulang dan metal mesin, sehingga tampak begitu tajam.
Sudah Ardan duga. Dalam situasi seperti ini dan dengan makhluk yang bentukannya begini, pasti ia dianggap ancaman.
“Oke. Terserah saja jika kau menganggapku sebagai ancaman dan hendak membunuhku. Aku ladeni kau mumpung aku lagi nyasar.”
...~*~*~*~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Darien Gap
jadi inget film the screamers
2024-04-27
0
Darien Gap
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2024-04-27
0
Darien Gap
buwahahahhaaha. mluncur terbang tinggi/Facepalm/
2024-04-27
0