Ruang makan
"Selamat malam semuanya." Zoe menyapa para anggota keluarganya sambil tersenyum, sama seperti biasanya. Seperti tidak pernah terjadi apa pun sebelumnya.
Zack yang melihat hal itu hanya bisa mengulum senyumnya. Sepertinya kakak perempuannya itu lupa bahwa beberapa jam yang lalu dia sempat berusaha kabur dari rumah. Ya, Zack sendiri yang membius kakaknya di pelabuhan, lalu membawanya kembali ke pulau. Itu semua Zack lakukan atas perintah dari sang daddy.
Zoe duduk di meja makan diantara kedua adik laki-lakinya, Zack dan Raka. Raka adalah anak ketiga Kaaran dan Rania yang merupakan anak bungsu mereka. Kini Raka sudah berusia 17 tahun dan selisih 5 tahun dengan kedua kakak kembarnya, Zoe dan Zack.
"Ekhm." Kaaran berdehem. Sejujurnya dia masih sangat kesal karena ulah Zoe tadi siang yang berusaha kabur dari rumah menjelang pesta pernikahannya.
"Makanlah, Dad. Aku sengaja memasak makanan kesukaanmu malam ini." Rania yang tahu jika Kaaran masih sangat kesal pada putri mereka pun berusaha untuk menyenangkan sang suami. Setelah menyendokkan makanan ke piring Kaaran, dia lalu menyendokkan makanan ke piring putri kesayangannya. "Makanlah, Nak."
Rania tersenyum menatap putrinya. Dia masih ingat betul jika tadi siang dia dan Zoe sempat berdebat hebat. Sepertinya pengaruh obat bius membuat Zoe amnesia sesaat. Setelah sadar, Zoe malah beranggapan bahwa kejadian tadi siang itu semuanya hanya mimpi.
Selesai memberikan makanan untuk Kaaran dan Zoe, sekarang giliran Zack dan Raka, terakhir barulah Rania menyendokkan makanan ke piringnya sendiri.
Peraturan yang dianut oleh keluarga itu sejak dulu adalah, tidak boleh bersuara apalagi mengobrol saat makan. Jadi yang terdengar hanyalah suara dentingan sendok yang beradu dengan garpu. Saat Zoe tengah menikmati makan malamnya, tiba-tiba dia terpikir akan sesuatu.
'Apakah tadi aku hanya bermimpi atau tidak ya?' Zoe bertanya dalam hati dengan perasaan bingung sekaligus ragu. Dia ingin berkata bahwa semua itu hanyalah mimpi, tapi semuanya terasa begitu nyata. Dia ingin berkata bahwa semua itu nyata, tapi seingatnya dia kabur dari rumah setelah berdebat dengan mommy-nya. Kenapa saat dia bangun tidur malah sudah berada di dalam kamarnya sendiri. Benar-benar sangat membingungkan.
'Jangan-jangan, aku hanya bermimpi.' Batin Zoe.
Sementara itu, Zack yang melihat raut kebingungan di wajah kakak kembarnya tersebut hanya bisa menahan senyum sambil terus menikmati makanan di piringnya. Entah akan seperti apa reaksi Zoe nanti jika sudah mengingat semuanya dengan jelas.
'Tunggu-tunggu. Bukankah malam ini baru kamis malam? Kenapa Zack tiba-tiba pulang ke rumah? Biasanya 'kan dia kembali ke rumah saat malam minggu menjelang.' Batinnya makin kebingungan. Dia ingin bertanya pada adiknya itu tapi tidak bisa, saat ini mereka sedang makan malam bersama, jadi tidak boleh ada yang bersuara.
'Ah, nanti saja aku tanyakan padanya setelah selesai makan.'
Beberapa menit kemudian. Kaaran akhirnya kenyang lebih dulu dari anggota keluarganya yang lain. Sebenarnya malam ini dia tidak memiliki selera makan yang baik. Ulah Zoe tadi siang mampu membuat perasaannya tidak tenang. Dia khawatir kejadian yang sama akan kembali terulang. Apalagi resepsi pernikahan putri sulungnya masih sisa 7 hari lagi. Kemungkinan untuk Zoe kembali melakukan tindakan yang sama masih ada.
Begitu Kaaran berdiri dari duduknya, dia langsung berkata, "Zoe, temui Daddy di ruang baca setelah kamu selesai makan." Kaaran berlalu begitu saja setelah mengucapkan kalimat tersebut dan Zoe pun langsung menganggukinya.
'Ada apa dengan Daddy? Kenapa wajahnya berubah jadi dingin dan datar seperti itu? Apakah terjadi sesuatu?' Batin Zoe.
Sementara itu, Zack dan Raka sudah saling memberi kode. Setelah ini, mereka berdua akan pergi menguping pembicaraan antara daddy dan kakak perempuan mereka. Menurut mereka berdua, hal seperti itu sangat sayang untuk mereka lewatkan.
*
*
Tok tok tok!
Zoe mengetuk pintu ruang baca sebelum memasuki ruangan tersebut. Zoe bisa melihat jika saat ini daddy-nya sedang berdiri sambil menghadap ke arah luar jendela.
"Masuk!" titah Kaaran tanpa berbalik.
Zoe berjalan pelan menghampiri daddy-nya. "Dad."
"Hem. Duduklah." Kaaran akhirnya berbalik menatap putrinya, lalu duduk di seberang meja tempat Zoe duduk.
"Kenapa Daddy memanggil Zoe kemari?" tanya Zoe. Gadis itu tetap bersikap seperti biasanya karena dia belum sadar jika kejadian tadi siang bukanlah mimpi, dan ulahnya itu membuat daddy-nya menjadi sangat marah.
Sejenak Kaaran terdiam. Dia menatap putrinya lekat-lekat. Zoe yang sekarang mengingatkan Kaaran pada masa lalu. Saat Rania selalu berusaha kabur darinya. Zoe ini benar-benar Rania versi muda. Keras kepalanya, dan pembangkangnya, semuanya diturunkan dari Rania.
"Ekhm." Sebelum memulai pembahasan, Kaaran berdehem terlebih dahulu. "Zoe, Daddy sangat tidak suka dengan ulah yang kamu perbuat tadi siang. Lain kali, jangan coba-coba mengulanginya lagi." Kaaran berkata dengan penuh penekanan.
"Mak-sud Dad-dy?" tanya Zoe tidak mengerti. Tapi sejurus kemudian, dia langsung menggigit sudut bibirnya sendiri saat menyadari semuanya. Apalagi saat melihat cincin tunangannya sudah tidak lagi melingkar di jari manis kirinya.
Astaga.
Zoe baru ingat, jika dia menjadikan cincin berlian itu sebagai imbalan untuk membayar jasa nelayan yang membantunya untuk keluar meninggalkan pulau.
Zoe yakin, jika mommy dan daddy-nya tahu perihal cincin tunangannya yang sengaja dia berikan pada orang lain, keduanya pasti akan marah besar padanya. Jadi sebelum hal itu ketahuan, Zoe harus mencari akal untuk menutupinya.
Tadinya Zoe pikir, saat dia berhasil kabur dari rumah dan meninggalkan pulau, maka perjodohan itu sudah pasti akan berakhir. Pernikahannya dengan Aarav tidak akan pernah terjadi seumur hidupnya. Karena rencananya, setelah dia berhasil kabur meninggalkan pulau, dia akan pergi jauh ke luar negeri, ke tempat yang tidak bisa dijangkau dan ditemukan oleh orang-orang suruhan daddy-nya. Dan mengenai cincin tunangannya itu, dia memang sengaja memberikan cincin berharga itu kepada orang yang menurutnya paling berjasa dalam membantunya memperjuangkan masa depan pilihannya sendiri. Meski pun nelayan itu sempat menolak, akan tetapi Zoe terus memaksa agar pria paruh baya itu mau menerima pemberiannya.
"Berjanjilah pada Daddy bahwa kamu tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi." Kaaran menatap Zoe yang duduk di hadapannya dengan intens.
"Dad, apakah aku memiliki hak untuk menolak? Ini tentang masa depanku, Dad, dan aku sendiri yang akan menjalaninya nanti. Kalau boleh jujur, aku sama sekali tidak mau menikah dengan orang itu. Aku ... aku tidak mencintainya dan aku sama sekali belum siap menikah." Zoe akhirnya memiliki keberanian untuk mengungkapkan isi hatinya yang selama ini dia pendam pada daddy-nya.
Mendengar penolakan yang keluar dari mulut Zoe secara langsung, tentu saja membuat Kaaran semakin emosi. Tapi dia berusaha menahannya agar putri kesayangannya itu tidak melihat sisi lain dari dirinya.
'Zoe benar-benar keras kepala dan sulit diatur. Persis seperti mommy-nya saat masih muda dulu.' Batin Kaaran.
Meski pun marah, tapi nada suara Kaaran masih terdengar normal seperti biasanya. "Katakan pada Daddy, apa alasannya sehingga kamu menolak dan tidak ingin menikah dengan Aarav? Jika alasan yang kamu berikan kuat dan masuk akal, maka malam ini Daddy akan menelepon uncle Raymond untuk membatalkan pernikahan kalian, tapi jika alasanmu tidak meyakinkan dan tidak masuk akal, mau tidak mau, suka atau pun tidak suka, kamu tetap harus menuruti keinginan Daddy untuk menikah dengannya."
"Daddy serius?" tanya Zoe dengan wajah berbinar. Kedua sudut bibirnya seketika terangkat. Dia sangat yakin bisa meyakinkan Kaaran dan membuat daddy-nya itu membatalkan pernikahan mereka.
"Tentu saja," jawab Kaaran. "Apakah selama ini ucapan Daddy tidak dapat dipercaya?"
Zoe menggeleng. Dari dulu, omongan daddy-nya memang selalu bisa dipegang. Jika berjanji, Kaaran pasti akan menepati. Karena itulah Zoe sangat mengidolakan daddy-nya. Dia ingin memiliki suami yang sama seperti daddy-nya. Tampan, manly, bertanggung jawab, dan dapat dipercaya. Namun sayangnya, daddy-nya malah menjodohkan dirinya dengan seorang pria setengah matang. Zoe benar-benar kecewa dan tidak bisa menerima hal itu. Andai saja calon suaminya seperti yang dia harapkan, dia pasti tidak akan bersikeras menolak seperti sekarang.
"Sekarang jelaskan pada Daddy, apa yang menjadi alasan terkuatmu sehingga kamu sangat ingin membatalkan pernikahanmu dengan Aarav?" tanya Kaaran.
Sebenarnya Zoe malu mengatakannya, tapi demi membatalkan pernikahan mereka, Zoe harus berani mengungkapkannya di hadapan daddy-nya secara langsung. "Karena ... karena dia bukan laki-laki normal, Dad."
"Bukan laki-laki normal?" tanya Kaaran ingin memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar dengan ucapan putrinya barusan, dan Zoe hanya menjawabnya dengan anggukan, mengiyakan pertanyaan sang daddy. "Zoe, bagaimana bisa kamu mengatakan bahwa Aarav itu bukan laki-laki normal?"
"Tentu saja dia bukan laki-laki normal, Dad. Lihat saja penampilannya, dia suka sekali tampil di hadapan media dengan riasan tebal di wajahnya, seperti seorang perempuan. Lebih tepatnya sih ... seperti wanita tiruan," jelas Zoe.
Kaaran tersenyum. "Zoe ... Zoe. Apa kamu pernah mendengar pepatah yang mengatakan bahwa, dont judge a book by its cover. Sebaiknya kamu jangan menilai seseorang dari penampilan luarnya saja," kata Kaaran. "Sekarang Daddy tanya padamu, apa kamu tahu apa pekerjaan calon suamimu?"
Zoe mengangguk. "Tentu saja aku, Dad. Dia itu seorang MUA atau make up artist." Zoe menjawab dengan nada suara melemah. Entah mengapa dia tiba-tiba memiliki firasat bahwa usahanya untuk meyakinkan daddy-nya akan sia-sia saja.
"Nah, itu kamu tahu sendiri bahwa pekerjaan calon suamimu adalah make up artist. Bisa jadi Aarav merias wajahnya sendiri karena tuntutan profesinya," jelas Kaaran. "Zoe, Daddy ingatkan sama kamu, jangan pernah menganggap bahwa Aarav bukan pria yang normal jika kamu sendiri belum mencobanya di malam pertama kalian."
"Daddy!" Seketika wajah Zoe jadi memerah. Hal tabu seperti itu tidak sepatutnya dia bahas bersama sang daddy. Rasanya benar-benar sangat memalukan sekali.
"Kenapa kamu berteriak pada Daddy, Zoe? Kamu itu sudah dewasa, Nak, jadi tidak perlu malu pada Daddy," jelas Kaaran. "Dan bukankah alasan kamu tidak menyukai Aarav karena hal yang satu itu? Lebih baik Daddy perjelas, bahwa pria it-"
"CUKUP!!!" Zoe langsung memotong ucapan Daddy-nya dengan cepat. Rasanya akan semakin memalukan jika membiarkan daddy-nya terus membahas lebih jauh lagi.
"Daddy benar-benar menyebalkan!" Zoe berjalan cepat menuju pintu keluar ruang baca sambil menghentak-hentakan kakinya. Bibirnya yang ranum sekarang sudah maju beberapa senti.
"Zoe! Kamu mau kemana?! Daddy belum selesai bicara!" teriak Kaaran.
"Bodo amat!" balas Zoe.
Gadis itu terus berjalan menuju tangga untuk naik ke kamarnya di lantai atas sambil terus mengomel.
"Kalau Daddy sangat menyukai ban*ci itu, lebih baik Daddy saja yang menikah dengannya. Karena mau sampai kapan pun, aku tetap tidak mau menikah dengannya," gumam Zoe berbicara sendiri. Malam ini dia sudah berencana untuk kabur lagi.
"Hahaha!"
Tiba-tiba suara tawa mengejek terdengar di belakang Zoe. Karena terkejut, Zoe sontak menghentikan langkahnya, tapi dia malas untuk menoleh karena sudah tahu bahwa ini pasti ulah kedua adiknya. Siapa lagi yang berani menertawakannya kalau bukan kedua adik lucknutnya itu.
Zoe memutar bola matanya dengan malas, lalu meneruskan langkah naik ke kamarnya. Dia malas meladeni kedua adik laki-lakinya itu yang suka sekali membuatnya kesal.
"Kakak Zoe, kami akan mengadukan ucapanmu pada mommy dan daddy, bahwa kamu menyuruh daddy saja yang menikah dengan kak Aarav," kata Raka.
"Iya benar," tambah Zack.
"Terserah kalian! Aku tidak takut!" balas Zoe sambil berlari menaiki tangga menuju kamarnya. Malam ini dia benar-benar kesal, ditambah lagi Zack dan Raka membuat dirinya semakin kesal.
'Malam ini aku harus kabur dari sini bagaimana pun caranya.' Batin Zoe.
B e r s a m b u n g ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Rahmi Miraie
benar''rania versi muda (zoe)
2023-03-06
0