"Master! Bagaimana caranya membedakan usia peri monster?" tanya Evelyn sementara mereka melanjutkan pencarian.
"Paling utama adalah perhatikan warna cahaya ketika monster menyerang," jelas Nazareth. "Warna cahaya peri monster saat menyerang sama dengan warna cakra mereka. Warna cahaya peri monster sepuluh tahun putih, seratus tahun kuning, dan seterusnya."
Evelyn mengangguk-angguk.
Migi Vox ikut mengangguk-angguk.
Nazareth melirik boneka itu tanpa ekspresi. "Meski warna cakra seratus tahun dengan sembilan ratus tahun sama, perbedaan atribut tambahannya sangat besar. Tapi… berdasarkan penelitianku, cakra spiritual pertama terbatas pada usia empat ratus tahun. Dalam lingkup ini, kuharap cakra spiritual pertamamu bisa mendekati batas ini."
Evelyn mendongak menatap wajah guardiannya, diikuti Migi Vox dengan meniru ekspresinya.
"Ini adalah pelajaran wajib bagi setiap Master Spiritual yang baik!" Nazareth menatap bonekanya dan mengembangkan telapak tangannya, menggerakkan jemarinya dan mengeluarkan energi berbentuk benang, mengikat boneka itu dan memindahkannya ke pangkuannya. "Hanya dengan begini baru bisa menggunakan cakra spiritual dengan lebih baik ke depannya."
Boneka itu meronta-ronta lagi.
"Tidak apa-apa," kata Evelyn sambil mengulurkan tangannya pada Migi Vox. "Aku tidak keberatan kalau dia ingin bersamaku!"
Boneka itu langsung melompat dan kembali ke pangkuan Evelyn. Mengalungkan kedua lengannya di leher Evelyn dan mengecup pipi gadis itu.
Nazareth mengerjap dan mengernyit. "Vox…" geramnya dalam bisikan tajam.
Evelyn tersenyum kikuk. Wajahnya bersemu merah, mengingat perkataan guardiannya mengenai apa yang menyentuh Migi Vox akan terasa pada tubuhnya. Boneka sialan ini benar-benar mesum, pikir Evelyn.
Boneka itu menjulurkan lidahnya ke arah Nazareth.
Nazareth mendesah pendek dan memalingkan wajahnya. Pikirannya mulai bercabang antara risih dan hati-hati.
Langkah mereka sudah mencapai perbatasan Hutan Kegelapan. Di depan mereka, tidak akan ada lagi tumbuhan atau binatang yang bercahaya, hanya ada kegelapan. Itu sebabnya hutan itu dinamai Hutan Kegelapan. Hutan itu benar-benar gelap meskipun siang hari.
Nazareth menghentikan langkahnya dan menatap ke dalam hutan dengan waspada. Mencoba menimang-nimang. Memasuki hutan itu akan sangat berisiko, tapi peri monster terbaik paling banyak bersembunyi di sana. Ia melirik Evelyn dengan ragu. Tapi lalu teringat pesan Xenephon.
"Jangan terlalu berhati-hati dalam merawat rumput liar. Dia tidak serapuh yang kau pikirkan!"
Evelyn mendongak menatap wajah guardiannya dengan ekspresi bertanya. Tangannya mengusap-usap lembut punggung Migi Vox. Boneka itu tertidur di bahunya.
"Di depan itu adalah Hutan Kegelapan," Nazareth memberitahu. "Sangat berbahaya. Tapi kemungkinan untuk mendapatkan peri monster terbaik cukup besar. Apa kau ingin ke sana?"
"Hmh!" Evelyn mengangguk antusias.
Nazareth mendesah pendek, lalu berjalan ke dalam hutan.
Evelyn mengekor rapat di belakangnya.
Segumpal kabut misterius mengendap turun di belakang mereka, menutup jalan.
Evelyn tersentak dan menoleh ke belakang.
Gelap!
Seluruh tempat terlihat seperti malam.
Angin berembus kencang secara mendadak, menggetarkan ranting-ranting kering pepohonan gundul di sekeliling mereka.
Tidak terlihat tanda-tanda kehidupan di seluruh hutan. Semuanya terlihat tandus.
Tempat ini lumayan seram, pikir Evelyn.
Nazareth berjalan tenang di depan Evelyn. Namun mata rubahnya menyipit dengan waspada. Meneliti seluruh tempat melalui sudut matanya.
Di puncak tebing sebuah gua menganga, menyala redup seperti bara di dalam perapian.
Evelyn mendongak menatap gua itu dengan campuran rasa takjub dan ngeri. Ia menoleh pada guardiannya.
Pria itu sedang menatap ke arah lain. Mengawasi sudut gelap sambil menyimak.
Terdengar suara gemuruh rendah dari sudut gelap itu, yang semakin lama, terdengar semakin dekat.
Nazareth menghentikan langkahnya dan membeku, sebelah tangannya terentang ke belakang, mengisyaratkan Evelyn untuk berhenti.
Evelyn mematuhinya tanpa berani bertanya.
Suara gemuruh itu terdengar begitu dekat di atas kepala mereka.
Keduanya spontan mendongak dan mendapati kabut gelap bergulung seperti topan.
"Peri vampir!" Nazareth memberitahu. Suaranya tenggelam dalam gemuruh yang kian merubung.
Migi Vox tersentak membuka matanya dan mengangkat wajah. Lalu melompat dari pangkuan Evelyn dan mengambang di sisi bahu Nazareth.
Evelyn spontan memasang kuda-kuda.
Nazareth memunggunginya dan merapatkan punggung mereka. "Jangan biarkan mereka menggigitmu!" ia memperingatkan. "Mereka sangat beracun."
Bersamaan dengan itu terdengar suara-suara berdebuk ribut dari sudut-sudut hutan, disertai suara-suara geraman yang menimbulkan seluruh tempat terasa bergetar.
"Itu serigala hantu!" teriak Nazareth di antara suara-suara bising yang bercampur aduk.
Oh, sialan! batin Evelyn.
Sejurus kemudian, serangan menerjang secara serentak ke arah mereka dari berbagai arah.
SLASH!
Evelyn menyapukan tendangan memutar di udara, menghempaskan cahaya putih di sekeliling tubuhnya.
Sejumlah serigala terlempar dan terpelanting.
BLAAAAARRRR!!!
Nazareth melontarkan energi biru api berbentuk kubah dari telapak tangannya ke atas.
Kawanan peri vampir di atas kepala mereka tersentak dan berpencaran ke sana kemari.
"Sekelompok monster level sepuluh saja berani mengacau!" geram Nazareth sambil mengayunkan sebelah tangan lainnya di sisi tubuhnya, melontarkan Migi Vox menggunakan energi serat berwarna-warni dan menggerak-gerakkan jemarinya sedemikian rupa, mengendalikan Migi Vox seperti marionette.
Migi Vox memantul-mantul dalam gerakan-gerakan lincah, menyerang, menangkis, memukul, dan menendang seakan sedang menari.
Evelyn melompat dan mengayunkan sebelah kakinya ke atas, menyodokkan tendangan ke perut seekor serigala yang sedang melambung ke arah Migi Vox.
BLAAASH!
Serigala itu terpental dan terjerembab dengan bunyi berdebam.
Seekor peri vampir—bentuknya sama persis dengan kelelawar, menukik ke arah Evelyn yang secara spontan membuat Migi Vox melesat untuk menghalau kelelawar itu.
SLASH!
Cahaya keemasan berkeredap dari benturan sikut Migi Vox yang mendarat telak di leher kelelawar itu.
Kelelawar itu terpental dan pada saat yang sama, kelelawar lainnya menukik ke arah Migi Vox.
Bersamaan dengan itu pula, seekor serigala menerjang ke arah Evelyn.
BLAAAASH!
Evelyn berhasil menghalau serigala itu, sementara si peri vampir berhasil mematuk leher Migi Vox.
"Vox!" pekik Nazareth sambil merenggut bonekanya dari cengkeraman si peri vampir.
Evelyn menampar peri vampir itu dengan tenaga dalam dan dalam sekali hentak, kelelawar itu terpental dan terlempar ke tanah.
BLAAAAAARRRR!!!
Nazareth melontarkan energi biru api berbentuk kubah ke sekeliling dan seketika seluruh tempat bergetar dilanda gempa.
Asap gelap mengepul seiring kesunyian yang menyergap mereka.
Kawanan serigala hantu dan kelompok peri vampir bergeletakan di sekeliling mereka.
Evelyn menghela napas berat dan mengembuskannya perlahan, lalu menoleh pada guardiannya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Nazareth.
"Ya," jawab Evelyn sambil tersenyum.
"Baiklah!" Nazareth mengedar pandang sesaat kemudian menoleh pada Evelyn. "Pegang dia!" katanya sambil menyerahkan Migi Vox ke pangkuan Evelyn. Lalu bergegas mendekati salah satu serigala. "Lihat ini!"
Evelyn menghampirinya dan melongok melalui bahu pria itu.
Nazareth berjongkok di depan serigala itu dan mencabut sebilah belati yang terselip di sepatunya. "Struktur tubuh serigala dan anjing serupa, ada kepala yang kuat dan pinggang yang lemah. Pinggang mereka adalah titik lemah!" ia menjelaskan. Lalu menikam pinggang serigala itu dengan belatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments