"Menyedihkan sekali nasib wanita-wanita itu Mereka sudah berakhir, kan? Apa yang harus mereka lakukan sekarang?"
"Menjual kastil tua itu mungkin, meskipun Tuhan pun tahu kalau bangunan itu telah menjadi puing."
"Bukankah itu rumah mereka... mereka tidak bisa pergi ke tempat lain!"
"Sssh, sssh, mereka sedang berkabung, Sayang."
"Ya, tapi, bukan salah mereka. Oh, rasanya begitu memilukan melihat sebuah keluarga yang pernah berjaya jatuh terpuruk..."
Suara bisik-bisik itu berasal dari barisan bangku kedua atau ketiga di belakang Evelyn. Perlahan suara mereka menembus keheningannya yang sedang berkabung.
Ia menarik perhatiannya yang sedang kosong dan mengalihkan pandangannya dari derai air hujan yang mengenai jendela tinggi gereja kecil mereka, juga dari celotehan pewaris ayahnya; Lord Katz Baru, yang berusia paruh baya... seorang pria asing bagi keluarganya.
Di balik selubung cadar hitam yang menutupi setengah wajahnya, raut wajahnya yang lelah karena berduka berubah menjadi syok, kemudian menjadi kekesalan murni seiring dengan berlanjutnya bisik-bisik itu.
Apa-apaan ini? Pikir Evelyn, sambil mendengarkan dengan kesal. Seseorang menggosipkan keluarganya, tepat di tengah acara pemakaman ayahnya?
Dasar tukang gosip!
Evelyn mencoba mengingat-ingat siapa saja kiranya tetangga-tetangganya yang berasal dari kalangan terpandang di daerah tersebut, yang duduk di belakangnya, namun pikirannya kosong.
Memang, ia telah menghabiskan dua hari terakhir dalam kabut, berkubang dalam kesedihan dan kelelahan setelah sehari penuh menunggu ayahnya yang tak kunjung datang di hari kebangkitan peri pelindungnya.
Rodrigo Knight bukan jenis pejabat yang mudah mengingkari janjinya. Dalam prinsipnya, yang dapat dipegang dari seorang pria adalah kata-katanya.
Saat akhirnya ia harus menelan kekecewaan dari hasil gali bakatnya… hingga terpaksa menerima kabar ayahnya telah menghembuskan napas terakhir... semua itu hampir tak tertanggung oleh Evelyn.
Namun ayahnya sekarang telah pergi... dalam damai, setidaknya itulah yang diyakini Evelyn… dan ketika pewaris Viscount Katz berpidato, para tetangganya berspekulasi tentang nasib keluarganya.
Evelyn memiringkan sedikit kepalanya dan dengan demikian ia dapat mencuri dengar walaupun kesal.
"Mungkin Lord Kanz Baru akan menolong mereka. Sepertinya dia pria yang baik hati," kata seorang ibu dengan simpatik, namun yang lain mendengus pelan mendengarnya.
"Lady Catherine tidak akan pernah menerima pertolongan itu. Kedua keluarga itu belum pernah saling berbicara sepatah kata pun dalam beberapa tahun terakhir. Aku rasa semua orang tahu itu!"
"Ya, benar, tapi Lord Katz yang baru tidak mungkin meninggalkan mereka dalam keadaan kelaparan. Oh, ini semua sangat menyedihkan," temannya menimpali pelan. "Pertama kematian Mr. Ragnarus di Nadia, kemudian diikuti oleh tewasnya keponakannya dalam duel yang mengerikan. Tak lama kemudian ayahnya menyusul. Sekarang… dia. Mungkin ada sesuatu yang menyebabkan Perwira Katz dikutuk!"
Nadia adalah nama sebuah negeri di timur jauh Neraida, dan Ragnarus Katz adalah kakak Rodrigo. Ayah Nadine. Keponakan yang dimaksud para penggosip itu adalah puteranya—kakak Nadine.
"Omong kosong. Semua itu kesalahan mereka karena terlalu sombong. Jawaban dari permasalahan mereka sudah ada tepat di depan mata kalau saja mereka tidak mengangkat tinggi hidung mereka."
"Jawaban untuk apa? Apa maksudmu?"
Ya, jawaban apa? Evelyn mengerutkan dahinya, mempertanyakan hal yang sama.
"Salah satu dari gadis-gadis itu masih mungkin mendapatkan jodoh yang mapan," jelas wanita pertama sambil membisikan alasannya dengan cepat. "Tentunya, bukan yang muda," tambahnya. "Miss Evelyn memang sangat cantik, tapi dia terlalu keras, kaum bangsawan takkan menyukai perilakunya yang seperti pria. Tapi sepupu tertua, Nadine. Gadis itu keturunan yang sempurna dan dia mewarisi rupa ibunya. Aku berani bilang limpahan kekayaan akan datang melalui sebuah perkawinan sehingga dapat memperbaiki keadaan mereka dalam sekejap mata."
Mendengar kata-kata itu, Evelyn merasakan darah mengaliri wajahnya. Seluruh tubuhnya menegang atau sedikit limbung, ia berusaha menjaga keseimbangan dan kepalan tangannya tertutupi oleh saputangan kusutnya. Tidak.
"Tapi, sayang, mereka tidak akan pernah bisa mempersiapkannya dengan layak untuk musim perjodohan. Bahkan bagaimana cara mereka membiayai upacara pemakaman ini saja, sama sekali tidak bisa kubayangkan."
"Well, tapi sudah tidak ada waktu lagi. Gadis itu menjelang dua puluh tahun. Pada saat selesai masa berkabung atas kepergian kepala keluarganya, dia akan siap. Jujur saja, kenapa dia sampai saat ini belum menikah sama sekali tidak masuk akal buatku. Tidak mungkin tidak ada yang mau padanya."
Sama sekali bukan urusanmu, pikir Evelyn, rahangnya bergemeretak.
"Barangkali Lady Madeleine menganggap semua pria yang meminang putrinya tidak cukup pantas dengan darah bangsawan Katz."
"Tidak diragukan. Tapi putrinya pun sama, bukankah dia sudah melewati masa untuk meminta persetujuan ibunya, bukan? Aku tidak tahu bagaimana pendapatmu, Dear, tapi aku akan menganggap telah melalaikan tugasku kalau aku jadi Nadine Katz."
"Ah, yang benar saja."
"Sungguh. Apa lagi yang dia tunggu, pangeran? Ksatria dengan pedang bersinar? Aku sudah punya anak tiga ketika seumur dia."
Evelyn meringis mendengarkan sindiran mereka yang sepenuhnya benar dan mencoba mengerling ke arah ibunya.
Di usianya yang keempat puluh empat tahun, Lady Catherine Katz belum siap meletakkan supremasinya sebagai wanita tercantik di selatan Neraida. Banyak yang menganggap dirinya sebagai seorang yang paling dahsyat.
Postur Lady Catherine yang tegak seolah-olah seperti ia sedang duduk di bangku kayu, meyakinkan putrinya bahwa ia, juga, telah mendengar pembicaraan yang kurang ajar itu.
Namun tidak seperti Lady Madeleine, kakak iparnya yang lembut dan penurut, Lady Catherine perlahan memutar kepalanya dan melemparkan pandangan tajam ke arah para tetangganya yang sedang bergosip. Tatapannya memukul mereka seperti tamparan es yang diembuskan angin Nordik.
Sungguh... teganya... kalian?
Evelyn mendengar tawa kecil dari belakangnya menutupi rasa malu dan itu tak mengejutkan sama sekali. Ia tahu bagaimana tatapan itu.
Evelyn beringsut lebih dalam di tempat duduknya, ia cukup familier dengan tatapan dingin menusuk dari ibunya. la hanya bersyukur kali ini tatapan itu tidak ditujukan padanya.
Ibunya adalah putri seorang Earl... kenyataan yang tidak boleh dilupakan oleh semua undangan... dan dibesarkan dengan sangat baik, dan untungnya hampir tidak pernah meninggikan suara. Tentu saja, ibunya tidak perlu melakukan itu, ketika ia dapat melempar belati hanya dari sorot matanya.
Ketika Lady Catherine Katz kembali berbalik ke depan dengan wajah yang begitu tenang, wajah mulusnya terlihat bagaikan topeng marmer, keras dan putih kontras dengan gaun berkabung berleher tinggi berenda hitam. Setelah menangani keriuhan dari penduduk setempat, ia mengerling pada Evelyn dengan tatapan dingin penuh kemenangan.
Itulah gunanya Ibu bagimu, pikir Evelyn.
Evelyn merespons dengan anggukan kecil, bisa dibilang anggukan tak berdaya. Kemudian ia mencoba mengembalikan perhatiannya pada pujian dalam pidato, walaupun sebenarnya, sulit mendengarkan kalimat-kalimat kosong Lord Katz yang baru tentang lelaki yang hampir tidak dikenal pria itu, lelaki yang dicintai oleh Evelyn dan orang-orang di sekitarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments