"Saya Jenderal Montrosecov…" keong buncit berkepala botak berpakaian militer kekaisaran tadi memperkenalkan dirinya. "Kaisar mengutus kami untuk menyampaikan bahwa Yang Mulia bermaksud memberikan santunan bagi keluarga Katz," tuturnya lugas dan teratur.
Evelyn berusaha menyimak pembicaraan pria itu, sementara setengah pikirannya masih melayang-layang membayangkan wajah pria berambut panjang hitam mengkilat yang ditemuinya di Balai Budaya.
"Selain itu, setelah kami meninjau hasil gali bakatmu kemarin, Yang Mulia Kaisar juga memutuskan untuk memberikanmu beasiswa untuk bidang seni bela diri spiritual. Jadi, khusus untukmu kekaisaran bermaksud mendaftarkanmu ke salah satu institut bela diri spiritual di ibu kota."
Evelyn tercekat dengan kedua mata terbelalak. Lalu melirik pada ibunya.
"Tempat tinggal juga sudah kami sediakan, dan… satu hal lagi," pria itu mengeluarkan saputangan dan mengelap wajahnya yang berkeringat. "Kami sudah mengadakan pembicaraan dengan pihak institut agar kau bisa langsung masuk semester tiga."
Evelyn langsung tertunduk dengan raut wajah muram.
Rumput liar!
Peri pelindung tak berguna!
Peri pelindung tak berguna tetap saja tak berguna!
Terimalah kenyataannya!
Kata-kata hujatan itu tak dapat ia enyahkan dari kepalanya.
Ia percaya bakatnya bukan tidak berguna sama sekali.
Hanya saja… menurutmu, seiring peningkatannya, rumput liar bisa menjadi apa?
Kata-kata si penggali bakat terngiang dalam benaknya.
"Peri pelindung tidak berguna, tetaplah tidak berguna," gumamnya semakin muram. Lalu menggeleng putus asa.
"Eve," ibunya menyela dengan raut wajah datar. "Tidak ada yang mengharapkanmu untuk mencapai puncak dunia. Tapi anugerah dari kaisar… bukankah sungguh tak sopan jika kau menolaknya?"
"Tapi…" Evelyn mengerjap dan menelan ludah. Mencoba memberanikan dirinya untuk menatap ibunya meski ia tahu seperti apa tatapan ibunya. "Karena ini anugerah dari kaisar, bukankah artinya aku tak boleh mengecewakannya? Bagaimana kalau aku gagal?"
"Kau takkan dihukum hanya karena kau gagal dalam pendidikan!" pria cantik berwajah dingin tiba-tiba menyela seraya mendelik dan tersenyum tipis. Bisa dikatakan senyuman sinis.
Evelyn kembali tertunduk.
"Ini adalah anugerah, Nona Katz!" pria cantik itu mengingatkan Evelyn. "Dan takdir dari sebuah anugerah adalah untuk diterima. Tugasmu hanyalah menerimanya. Sama seperti bakat lahirmu, itu adalah anugerah. Dan dia akan tetap menjadi milikmu baik kau menerimanya atau pun tidak. Baik kau menggunakannya atau pun tidak."
Lalu tiba-tiba, secara diam-diam dan tanpa peringatan, pria cantik itu menatap ke dalam mata Evelyn, dan gadis itu mendapati dirinya hanya membeku di bawah tatapan mata birunya. Tidak bergerak, tidak berkedip, bahkan tidak bisa bernapas.
Pria paruh baya berkepala botak berdeham perlahan. "Ini Master Xenephon Claus dari institut yang dimaksud!" Ia memperkenalkan pria cantik itu.
Evelyn langsung tergagap.
.
.
.
Kota Ilusi…
Evelyn mendongak terpukau mengagumi bangunan raksasa yang menjulang megah di depan matanya ketika ia baru saja turun dari kereta kuda di depan sebuah gerbang tinggi bertulisan: MORFEUS ACADEMY.
Uh---oh, pikir Evelyn terkejut. Aku tak percaya ini—Akademi Dewa Mimpi?
Ini kan salah satu institut paling terkenal?!
Aku pasti sedang bermimpi!
Evelyn mengedar pandang dengan mata dan mulut membulat, meneliti puncak bangunan dan menaranya yang berkilauan dengan ekspresi senang seorang anak kecil. "Aku hanya pernah mendengar tentang Akademi Dewa Mimpi. Aku tak pernah membayangkan ini sangat…"
"Menakjubkan?" potong Xenephon.
"Seperti mimpi," timpal Evelyn penuh semangat.
Para pelajar menatap Evelyn dengan mata terpicing ketika Xenephon membimbing gadis itu melintasi taman yang luas dengan kolam air mancur berukuran besar berbentuk lingkaran yang di tengah-tengahnya terdapat patung Dewa Mimpi berbahan emas.
Evelyn mengamati patung itu dengan mata berbinar-binar.
Banyak remaja berkerumun—pria dan wanita berkelompok atau berpasang-pasangan dengan seragam sekolah yang terkesan glamor di seputar tepian kolam.
Evelyn mengamati semua orang dengan dahi berkerut-kerut.
Tiga orang gadis dengan rias wajah menor tertawa cekikikan di bawah air mancur saat mereka melintas.
Evelyn mengalihkan pandangannya dari patung itu dan menoleh pada Xenephon. Kemudian mengedar pandang.
Dua orang---pria dan wanita, melirik ke arah Evelyn dengan tatapan sinis.
"Kenapa semua orang menatapku?" tanya Evelyn merasa tak nyaman.
"Tak perlu heran," kata Xenephon. "Diangkut dari kota kecil ke ibukota sudah cukup menjadikanmu berita hangat!"
Evelyn berpaling pada Xenephon.
"Belum lagi, masalah peri pelindungmu, ditambah Lord Vox sendiri yang akan membimbingmu secara langsung, kurasa itu sudah lebih dari cukup untuk menjadikanmu sebagai objek intrik." Xenephon menambahkan tanpa ekspresi.
"Apa maksudnya Lord Vox sendiri yang akan membimbingku secara langsung?" tanya Evelyn tidak mengerti.
"Itu artinya Lord Vox sendiri yang akan menjadi guardianmu," jawab Xenephon.
"Memangnya Lord Vox itu bukan guardian?" Evelyn bertanya lagi.
Xenephon terkekeh tipis. "Tentu saja bukan," jawabnya.
Evelyn mengerutkan keningnya.
"Biar kuberitahu," kata Xenephon ketika mereka menyusuri koridor utama. "Makna Guardian, Master dan Lord itu jauh berbeda. Dan satu hal lagi. Setiap Master Spiritual hanya boleh berguru kepada satu orang, atau kau takkan diakui semua orang." Xenephon menoleh pada Evelyn. "Kau pernah dengar Ordo Angelos?"
Ordo Angelos adalah organisasi elit global yang menguasai kekayaan dan memegang penuh kendali hukum di seluruh benua.
"Ordo Angelos yang terkenal itu?" Evelyn membelalakkan matanya. "Memangnya siapa yang tidak tahu?"
"Master Vox adalah ketua Ordo Angelos," bisik Xenephon dramatis.
"Hah?" Evelyn spontan terperangah.
"Institut ini adalah miliknya!" Xenephon menambahkan.
Evelyn menelan ludah dengan susah payah dan tergagap-gagap. "Ja—jadi guardianku… guardianku adalah ketua Ordo Angelos?"
"Lord Vox tak pernah menerima seorang murid," Xenephon memberitahu. "Kau adalah murid pertama dan satu-satunya. Itu merujuk prestasi mengagumkan!"
"Oh, aku ragu bisa mendapatkan prestasi apa pun," sergah Evelyn pesimis seraya memandang arena latihan.
"Rendah hati takkan membantumu di akademi ini, Nona Muda!" petuah Xenephon dengan nada datar. "Kekuatan dan keberanianlah yang harus diutamakan."
"Lihat mereka," gumam Evelyn seraya memandang iri kumpulan murid yang sedang berlatih, yang tampaknya jauh lebih muda dari dirinya, di mana rata-rata murid sudah memiliki cakra spiritual. "Aku tak cocok berada di sini."
"Dan tugasku memastikan supaya kau bisa cocok berada di sini," sanggah Xenephon sambil tersenyum.
"Anda pasti kepala akademi atau petinggi!" terka Evelyn.
"Aku hanya tamu yang menumpang gratis di sini," potong Xenephon cepat-cepat.
Langkah mereka sekarang sudah mencapai tangga selasar.
Evelyn mengerutkan keningnya dan menoleh pada Xenephon. "Bagaimana saya memanggil Anda?"
"Panggil saja aku Master Claus, seperti yang lain!" kata Xenephon. "Semua orang memanggilku begitu meski aku bukan guru. Kau juga harus memanggil begitu pada semua guru di sini," ia menambahkan. Lalu mendorong sepasang pintu sebuah ruangan.
"Master Claus! Anda sudah kembali?" seorang pria menyambut Xenephon dengan membungkuk.
Kemudian muncul dua orang lainnya---laki-laki dan perempuan. Mereka juga membungkuk.
Pakaian mereka semua terlihat seperti kaum bangsawan.
Dan mereka semua membungkuk!
Hanya tamu? pikir Evelyn sambil melirik Xenephon melalui sudut matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
murniati cls
keknya kaisar itu yg menemukan ayahnya mati, pria itu tau bkt langka, makanya mndidiknya, mereka ditempat eve tak ada yg tau Krn mrka BKN apa apa nya dibandingkan kekuatan kaisar
2024-03-02
0