"Aku juga seorang pelajar," pria itu memberitahu. "Aku kakak seniormu. Namaku Altair Nano. Panggil saja aku Altair!"
"Ah—ha ha ha!" Evelyn terkekeh gelisah sambil menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya yang tidak terasa gatal. Lalu meluruskan punggungnya sambil tersipu-sipu. "Maafkan aku," katanya kikuk. "Kukira kau guardian."
Wajahnya kelihatan tua! pikir Evelyn. Bagaimana aku tidak mengira dia guardian?
Altair balas terkekeh tak kalah kikuk. "Aku datang untuk mengantarkan ini," katanya sambil mengulurkan gulungan selimut baru yang dibawanya. "Ini dari Lord Vox!"
"Dia sudah kembali?" Evelyn menerima selimut itu dengan kedua tangannya.
"Ya, sedang berbicara dengan Master Lotz." Altair memberitahu.
"Terima kasih, by the way!" Evelyn mengacungkan selimutnya di depan wajahnya.
Altair hanya tersenyum. "Baiklah," katanya sambil berbalik. "Sampai nanti!"
Evelyn menaruh selimutnya di tempat tidur, kemudian melanjutkan pekerjaannya membersihkan debu.
Tak lama kemudian, muncul lagi pria lain dengan mantel armor yang sama. Namun jauh lebih elegan dengan potongan sedikit berbeda.
Pria itu berdiri di depan kamar Evelyn dengan kedua tangan bersilangan di belakang tubuhnya.
Evelyn menoleh dan terkesiap. Merasa familier dengan wajah tampannya yang takkan tertukar sekaligus merasa tersihir.
Wajah lancip putih porselen dengan mata rubah berwarna gelap dibingkai alis tegas yang sangat serasi dengan hidung mancungnya yang mendongak angkuh di atas sepasang bibir tipis berwarna merah. Bentuk dagunya yang bulat sangat serasi dengan wajah lancipnya.
Dia!
Dia di sini! pikirnya takjub, tercekam oleh euforia gila yang tak terkira.
"Ehem!" Pria itu berdeham sambil mengepalkan sebelah tangannya di depan mulutnya. Suaranya yang datar menyentakkan Evelyn dari keterpukauan.
"Nazareth! Kau sekolah di sini juga?" tanya Evelyn sedikit terlalu antusias tanpa bisa menutupi kekagumannya.
Pria itu mengerutkan keningnya, menatap Evelyn dengan alis tertaut. Sebelah alisnya terangkat tinggi.
Bertepatan dengan itu, Xenephon muncul dari ujung beranda. "Kau sudah kembali?" tanyanya sambil bergegas mendekat ke arah pria itu. Ia berhenti dan menoleh pada Evelyn. "Ini Lord Vox." Ia memberitahu sambil melayangkan sebelah tangannya ke arah Nazareth. "Guardianmu!"
"Ma—master?" Evelyn tergagap dengan mata dan mulut membulat. Lalu menoleh pada guardiannya dengan wajah memucat.
Habislah aku! katanya dalam hati. Lalu berlutut dan bersujud di depan pria itu sebanyak tiga kali.
"Apa yang kau lakukan?" Nazareth membungkuk dan meraup kedua bahu Evelyn, kemudian menghela gadis itu berdiri.
"Ma–-maaf!" kata Evelyn terbata-bata. Ia membayangkan Lord Vox mungkin seusia ayahnya atau bahkan lebih tua. Tidak mengira pemilik akademi ini seusia para guardian. Sebagai pemilik akademi yang juga seorang ketua organisasi elit global, bukankah dia terlalu muda? pikirnya. "Saya tidak tahu Anda adalah Lord Vox!"
"Gadis bodoh," Nazareth tersenyum tipis. "Tak perlu berlutut untuk meminta maaf," katanya menasihati. "Itu hanya boleh dilakukan kepada raja dan orang tua. Kau hanya perlu membungkuk saja."
Evelyn membungkuk pada Nazareth. "Sehari sebagai guru, seumur hidup sebagai orang tua," katanya penuh khidmat. "Lagi pula Anda adalah Ketua Ordo Angelos. Anda adalah seorang raja. Anda layak menerima sujud saya."
Nazareth melirik Xenephon dengan tatapan mencela. Kau memberitahu dia?
Xenephon hanya mengangkat bahu dengan ekspresi tak berdaya.
Nazareth tertunduk menatap Evelyn. "Dengar," katanya memperingatkan. "Mengenai jati diriku yang lain… jangan pernah katakan pada siapa pun. Apa kau mengerti?"
Evelyn mengerjap dan memberanikan diri untuk menatap wajah guardiannya.
"Jangan katakan pada siapa pun kalau aku ketua ordo," ulang Nazareth.
"Aku mengerti," jawab Evelyn sambil kembali membungkuk.
"Lanjutkan pekerjaanmu dan beristirahatlah!" perintah Nazareth sambil berbalik memunggungi Evelyn. "Aku akan mengirim seseorang untuk makan malammu!"
"Baik, Master. Terima kasih!" Evelyn membungkuk semakin dalam.
Tak lama kemudian, Nazareth bergegas ke ruangannya di ujung lorong diikuti Xenephon.
"Kenapa kau memberinya informasi yang berbahaya?" Nazareth mendesis tajam pada Xenephon setelah mereka sampai di beranda kamar Nazareth.
"Dia akan tetap diburu meski tak mengetahui informasi yang berbahaya," sanggah Xenephon dengan raut wajah yang sama datarnya dengan Nazareth.
"Tapi ini masih terlalu dini, Xen!" sergah Nazareth, masih dalam bisikan tajam.
"Dia memiliki kekuatan spiritual penuh," tukas Xenephon tanpa beban sedikit pun. "Dia sudah siap untuk mendapatkan cakra pertamanya. Selebihnya tinggal bergantung padamu dan kultivasinya."
Nazareth menguak pintu geser di depan mereka tanpa menyentuh. Raut wajahnya terlihat masam ketika ia berjalan masuk ke dalam kamarnya dengan langkah-langkah lebar.
Xenephon tidak sedikit pun menunjukkan rasa bersalah. "Tanpa misi berbahaya seseorang takkan berkembang," katanya mengingatkan.
Nazareth mengerang dan menoleh pada Xenephon, menghujamkan tatapan tajam.
Raut wajah Xenephon tidak berubah, tetap datar dan dingin.
Nazareth mendesah kasar, "Sejak awal aku sudah tahu kau sejenis pembunuh berdarah dingin," katanya dengan nada menyindir. "Tapi aku tidak mengira kau juga sejenis mesin yang tidak berperasaan."
"Entah itu akan menjadi kekuatan atau kelemahan," Xenephon balas menyindir. "Tapi aku punya firasat perasaanmu akan menjadi pemicu perang dunia!"
Nazareth langsung terdiam.
Xenephon adalah tangan kanannya di Ordo Angelos. Namun di samping itu, Xenephon juga seorang ahli visi di dunia Master Spiritual. Setiap prediksinya jarang meleset. Bahkan hampir tak pernah.
"Kau tak bisa mengendalikan dua boneka sekaligus tanpa membagi konsentrasi," Xenephon memperingatkan.
Nazareth mengerjap dan menelan ludah. Lalu tertunduk dengan dahi berkerut-kerut.
"Aku tidak memandang perasaanmu sebagai dosa," kata Xenephon. "Tapi kusarankan sebaiknya jangan terlalu berhati-hati dalam merawat rumput liar. Dia tidak serapuh yang kau pikirkan."
Nazareth mengerjap dan menoleh sedikit ke belakang, menatap Xenephon melalui sudut matanya.
"Malam harinya mati terinjak orang, paginya tumbuh kembali!" Xenephon menambahkan. "Hanya saja… jangan biarkan dia ditindas sepanjang waktu. Kau hanya perlu menyiraminya setelah koyak. Dia selalu memiliki kehidupan baru setelah mati ditindas."
Nazareth akhirnya berbalik dan menatap Xenephon dengan mata berbinar-binar.
.
.
.
Keesokan harinya…
Nazareth menyuruh Evelyn berdiri di bawah tiang bendera ordo di tengah lapangan, sementara pelajar lain berlari mengelilinginya untuk melakukan pemanasan.
Master pasti menghukumku karena kesalahan kemarin, pikirnya muram.
Para pelajar lain menatap Evelyn dengan ekspresi mencemooh.
"Anak Emas Lord Vox!"
Terdengar cekikikan.
"Si Rumput Liar!" Seorang gadis mencebik sambil mendelik pada Evelyn.
Evelyn meliriknya sepintas dan tertunduk. Kedua tangannya terlipat di belakang tubuhnya.
Lebih dari seratus pelajar melakukan pemanasan dengan berlari mengelilingi lapangan.
Dua orang guardian mengawasi mereka di puncak tangga di pelataran aula. Mereka adalah Master Lotz dan guardian wanita yang kemarin bertemu Evelyn di aula itu.
Guardian wanita itu bernama Dea Proka. Lebih akrab disapa Lady Die. "Aku takkan mengeluh jika memang anak itu benar-benar berpotensi seperti kata Master Claus," katanya pada Master Lotz.
"Dia terlahir dengan kekuatan penuh," Master Lotz mengingatkan. "Dia bahkan tak perlu melewati latihan untuk mendapatkan cakra pertamanya. Kurasa pemanasan itu hanya untuk mengulur waktu sementara Master Claus mengurus persiapan."
"Tapi rumput liar bisa menjadi apa?" Lady Die menanggapi dengan skeptis. "Peri pelindung tidak berguna tetap saja tidak berguna!"
"Apa hak kita mencampuri urusan pemilik akademi?" tukas Master Lotz.
"Aku hanya tak habis pikir," sanggah Lady Die. "Aku jadi curiga Lord Vox menginginkannya untuk tujuan pribadi!"
"Kalau ya, memangnya kenapa?" Suara seseorang di belakang mereka menyentakkan kedua guardian itu. "Ada yang keberatan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
adi_nata
ya itulah istimewanya tanaman liar.
2023-12-19
2
adi_nata
apakah tidak lebih tepat menggunakan kata saya.
"Saya mengerti."
2023-12-19
1