"Tanpa cakra spiritual, meskipun kau bekerja keras juga tak bisa mendapatkan gelar berikutnya," penggali bakat lainnya memberitahu Evelyn.
"Cakra spiritual itu… lingkaran cahaya di tubuh kalian tadi?" tanya Evelyn lagi. "Rata-rata kalian memiliki tiga cakra, berarti kalian di level tiga puluh?"
"Benar begitu," jawab si pemilik bola kristal.
"Nona!" penggali bakat yang lainnya lagi menginterupsi. "Kondisimu sangat spesial. Kekuatan cahaya penuh adalah bakat yang belum pernah ditemukan selama seratus tahun."
"Sayang sekali, sungguh disayangkan! Kekuatan spiritual penuh ini sungguh disayangkan," timpal yang lainnya lagi sangat menyesal. "Andai saja peri pelindungmu sebuah alat bertani saja… pasti lebih kuat dari rumput liar. Dengan begitu, mereka juga pasti…" penggali bakat itu mengerling ke atas, menunjuk salah satu pejabat pencari bakat di lantai atas. Lalu mendesah dan menggeleng-geleng. Tidak menyelesaikan perkataannya.
"Bagaimana caranya mendapatkan cakra spiritual?" Evelyn masih penasaran.
Para peserta lain mulai mengerang dalam antrean.
Para penggali bakat melirik sekilas ke belakang Evelyn dan mendesah. "Untuk bisa mendapatkan cakra spiritual, kau harus membunuh binatang spiritual."
"Apa rumput liar benar-benar tak bisa dilatih?" tanya Evelyn lagi.
Antrean anak di belakangnya menggerung bersamaan.
"Kau tak bisa terima kenyataan, ya?" seorang anak laki-laki meneriakinya dengan tak sabar.
"Bukannya tak bisa dilatih sama sekali," si pemilik bola kristal tetap berusaha memberikan penjelasan. "Hanya saja… menurutmu, seiring peningkatannya, rumput liar bisa menjadi apa?"
"Peri pelindung tidak berguna tetap saja tidak berguna!" teriak anak-anak di dalam antrean. "Terimalah kenyataannya!"
Evelyn melirik ibunya yang duduk tegak di bangku penonton dengan wajah kencang dan hidung mendongak, lalu tersenyum muram dan membungkuk sekilas ke arah para penggali bakat dan para pejabat di lantai atas, kemudian berbalik meninggalkan arena.
"Ah!" para penggali bakat kembali mengerang. "Sayang sekali!"
"Kekuatan spiritual penuh! Peri pelindung tak berguna!" para pejabat pencari bakat menggeleng-geleng.
Nazareth berbalik dan bergegas keluar, kemudian memutar ke arah tangga yang mengarah ke pintu masuk arena gali bakat.
Seorang pastor muda menyelinap di depan Nazareth dan memblokir jalan ketika pria itu sedang mencoba mendekati Evelyn.
Pastor itu membungkuk pada Evelyn.
Evelyn bertukar pandang dengan kakak sepupunya, kemudian balas membungkuk ke arah pastor itu dan tersenyum kikuk.
Nazareth terpaksa berhenti satu langkah di belakang pastor itu dan menunggu. Mau tak mau mendengar pembicaraan mereka.
"Nona memiliki bakat lahir yang sangat langka," kata pastor itu pada Evelyn. "Sangat disayangkan peri pelindung Anda tidak dapat dikembangkan. Saya merasa hal itu bukan kebetulan."
"Maksud Anda…?" Evelyn menaikkan alisnya dengan sopan.
"Saya khawatir Anda ditakdirkan untuk menempuh kedamaian batin," kata pastor itu sambil membungkuk sekali lagi. "Menjadi master spiritual di bidang pelayanan."
"Ah—ha ha ha!" Evelyn tertawa gelisah. Pencari bakat lain, pikirnya sinis. "Terima kasih atas pencerahannya," katanya tetap berusaha sopan. "Tapi saya tidak tertarik jika yang Anda maksud adalah menjadi biarawati."
"Semoga damai sejahtera menyertai Anda…" pastor itu membungkuk lagi. "Saya akan dengan senang hati menyambut Anda di Saint Nikolaus, jika Anda berubah pikiran."
"Terima kasih," Evelyn balas membungkuk.
Pastor itu akhirnya memohon diri.
Nazareth mendekat perlahan ke arah Evelyn dan Nadine.
Kedua gadis Katz di depannya langsung terkesiap.
Ah—pria di gerbang tadi! Evelyn bersorak dalam hatinya. Benar-benar terpesona.
"Siapa di antara kalian yang putri Perwira Katz?" Nazareth bertanya dengan ekspresi datar.
Kedua gadis itu langsung gelagapan dan berdeham.
"Dia!" jawab Nadine.
"Aku!" jawab Evelyn nyaris bersamaan.
Nazareth melipat kedua tangannya di belakang tubuhnya, dan secara diam-diam menggerakkan jemari tangannya---menyalurkan sedikit energi sihir ke telapak tangannya, dan mengeluarkan setangkai bunga liar berwarna kuning---bunga Alamanda—terompet emas alias si lonceng kuning. "Maaf," katanya. "Sejujurnya aku tak punya persiapan apa pun untuk menemuimu. Tapi…" ia menarik sebelah tangannya dan mengulurkan bunga itu ke arah Evelyn. "Selamat!"
Kedua gadis Katz itu kembali terperangah dan bertukar pandang. Lalu mengerjap dan kembali menatap Nazareth dengan penuh kekaguman.
Evelyn menerima bunga itu dengan jantung berdebar-debar. Wajahnya memerah karena berbunga-bunga.
"Omong-omong…" Nazareth mengulurkan sebelah tangannya pada Evelyn. "Aku Nazareth!" ia memperkenalkan dirinya.
Evelyn menjabat tangannya dengan wajah berbinar-binar. "Aku Evelyn!"
"Boleh tahu apa peri pelindungmu?" tanya Nazareth. Ia tahu gadis itu memiliki peri pelindung tanaman liar. Tapi tanaman liar jenis apa? Ia ingin tahu.
Evelyn tergagap sesaat dan menelan ludah sebelum akhirnya dapat menjawab, "Ivy berdaun tiga!"
Ivy! pikir Nazareth dengan dahi berkerut-kerut, yang kemudian disimpulkan Evelyn sebagai sirat kekecewaan.
Gadis itu langsung tertunduk dengan raut wajah muram.
.
.
.
Ivy berdaun tiga…
Nazareth terus mengulang-ulang kata-kata itu dalam benaknya hingga kehilangan makna.
Ia berjalan mondar-mandir dengan kedua tangan bersilangan di belakang tubuhnya dengan gerakan ringan dan pelan seakan hanya melayang di atas permukaan tanah. Tepi long coat-nya melecut lembut di sekeliling sepatu armornya yang membungkus ketat hingga ke lutut, tampak tangguh dengan warna hitam mengkilat yang memberi kesan keras elegan.
Dahinya berkerut-kerut dalam. Mencoba berpikir keras. Mata rubahnya menatap intens tanaman rambat yang menjuntai di pagar benteng di halaman belakang estatnya.
Tanaman liar itulah yang disebut ivy berdaun tiga.
Bukan semata-mata karena ingin mencari ketenangan kemudian terganggu oleh pemandangan tak sedap dipandang akibat gerumbul semak-semak tanaman liar itu yang selalu berhasil memaksa dirinya untuk terus berpikir… bagaimana lagi caranya membasmi dan menyingkirkannya dari tembok benteng kastilnya seperti kebiasaanya selama ini.
Ia mungkin sudah menyerah akan hal itu, karena bagaimanapun ia memangkasnya, setiap paginya, tanaman itu selalu kembali. Menjalar dengan keras kepala sepanjang waktu.
Rumput liar adalah jenis makhluk hidup yang sangat keras kepala.
Bisa jadi bukan semata kebetulan tanaman itu tumbuh di halaman belakang estatnya.
Ini adalah pertama kalinya Nazareth berpikir untuk tidak menyingkirkan semak liar itu. Jika tidak bisa disingkirkan, sebaiknya kau buat dirimu berguna, pikirnya. Sedikit perawatan sepertinya bisa mengubah semak liar itu menjadi tanaman hias.
Pria itu menjentikkan jarinya dan dalam sekejap setangkai daun Ivy terpental dari sulurnya kemudian terbang berputar seperti baling-baling dan mendarat di telapak tangannya yang menadah di depan wajah tampannya yang sedingin salju.
Pohon persik di sekitarnya berdesir tertiup semilir angin lembut. Kelopak bunganya yang berwarna merah muda keputihan berguguran perlahan seperti hujan, kemudian terserak di permukaan tanah berumput hijau di sekeliling kakinya.
Nazareth menggenggam daun ivy di telapak tangannya. Lalu menangkupkan telapak tangan lainnya di atas tangan yang menggenggam daun Ivy tadi.
Ia memutar pergelangan tangannya, menggerakkan kedua telapak tangannya ke arah yang berlawanan dengan gerakan indah seakan sedang menari, lalu melontarkan daun ivy itu dengan telapak tangannya menggunakan kekuatan spiritual.
SLASH!
Daun itu melesat dan berputar-putar dalam kecepatan komet dan dalam satu kedipan mata daun itu telah memangkas habis semua sulur yang menjuntai di sepanjang dinding.
Seulas senyuman tipis tersungging di sudut bibirnya.
"Kekuatan spiritual penuh," gumamnya seperti bisikan angin. "Peri pelindung tidak berguna?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
hanz
ivy berdaun tiga sama tidak dengan english ivy ?
2024-09-20
0
hanz
setau aku ... ivy masuk kategori tanaman hias. dan dia punya manfaat membersihkan udara dari polutan.
2024-09-20
0