"Master, tadi, sewaktu kita dalam kereta… kau bilang, peri monster terbagi menjadi lima level. Peri monster puluhan tahun, ratusan tahun, ribuan tahun, puluhan ribu tahun, dan ratusan ribu tahun, dengan masing-masing warna—putih, kuning, ungu, hitam dan merah. Lalu kenapa cakra spiritualmu berwarna emas? Berapa usia peri monster yang kau taklukkan?"
"Dua juta tahun," jawab Nazareth tanpa ekspresi.
"Hah?" Evelyn terperangah dengan mata dan mulut membulat.
Nazareth tersenyum maklum, "Pikirmu kenapa aku bisa mematahkannya?"
"Kukira karena sifat peri monster berlawanan dengan peri pelindung," gumam Evelyn sambil tertunduk dan menutup mulutnya dengan ujung jemari.
"Selain sifat dan jenisnya, usia peri monster juga berpengaruh sangat besar pada peri pelindung! Kekuatan peri monster yang kuhisap terlalu besar." Nazareth memberitahu. "Akibatnya, sekarang… bagaimanapun aku berusaha, selamanya aku tak bisa melewati level dua puluh."
Evelyn langsung terdiam. Tiba-tiba teringat kata-kata murid wanita di Akademi. Jadi rumor itu benar, pikirnya.
"Pada akhirnya, aku hanya bisa meneliti teori tentang peri pelindung," Nazareth menambahkan dengan raut wajah muram.
Lord Vox begitu bersemangat mengenai peri pelindung, pikir Evelyn. Tapi Migi Vox…
Keheningan menyergap mereka beberapa saat.
"Maafkan aku, Master. Aku telah mengungkit hal yang tidak menyenangkan," ungkap Evelyn setelah sejenak terdiam.
"Tak masalah," kata Nazareth tanpa beban sedikit pun. "Aku sudah terbiasa."
Evelyn kembali tertunduk dan terdiam dalam waktu yang lama. Harga diri Lord Vox sangat tinggi, namun hatinya…
"Kau menyesal jadi muridku?" tanya Nazareth tanpa emosi.
"Tidak!" tukas Evelyn cepat-cepat. "Tentu saja tidak!" Kau begitu tampan, bisa berada di sisimu sepanjang waktu sudah menjadi keberuntungan bagiku, ia menambahkan dalam hatinya. Lagi pula kau penyelamatku. Kalau aku tidak menjadi muridmu aku harus menikahi pria kaya yang bodoh.
"Setelah kau mendapatkan cakra pertamamu, level kita sudah setara," tutur Nazareth. "Kau masih akan berkembang dan levelku akan berada jauh di bawahmu di kemudian hari. Pada saat itu, aku sudah tak layak jadi guardianmu lagi."
"Master selamanya akan menjadi guardianku," sanggah Evelyn. "Ada yang bilang murid selalu lebih hebat dari gurunya, tapi guru selalu punya rahasia yang tidak dibagikan pada muridnya."
Nazareth tersenyum lebar—lebih lebar dari biasanya. Tapi tidak mengatakan apa-apa lagi.
"Memangnya… peri monster apa yang Anda bunuh?" tanya Evelyn lagi.
"Nymph Quebracho," jawab Nazareth.
"Pohon peri penghancur kapak?" tanya Evelyn tak yakin.
"Benar," jawab Nazareth. "Kau tahu kan, itu adalah pohon terkuat di dunia?"
Evelyn mengangguk setuju. "Menurutku itu memang sangat cocok untuk menambah atribut peri pelindung Master," katanya.
"Menurutku juga begitu," Nazareth menimpali. "Siapa sangka usianya sudah jutaan tahun?" kenangnya masam. "Selain itu, pohon tersebut juga ternyata menjadi inang tanaman parasit."
"Tanaman parasit?" Evelyn menautkan alisnya.
"Nymph Cuscuta---Tali Putri Peri!" jawab Nazareth.
Evelyn membelalakkan matanya.
"Tali Putri Peri itulah yang mengikat tongkat kayu yang patah dan mengubahnya menjadi Migi Vox, namun bersamaan dengan itu juga… Vox menyerap nutrisi dari tubuhku untuk bertahan hidup," lanjut Nazareth. "Lalu entah bagaimana Vox bisa bergerak sendiri. Hanya saja… semakin lama dia menjadi semakin tidak patuh. Selalu melakukan hal yang tidak aku sukai."
Migi Vox tiba-tiba berhenti dan menoleh pada mereka. Raut wajahnya terlihat jahat dan licik.
Evelyn menelan ludah dan tergagap.
Angin kencang tiba-tiba berembus menebarkan butiran cahaya berwarna-warni. Kupu-kupu monarch tersentak dan berpencaran ke sana kemari.
Nazareth terdiam, menyimak. Mata rubahnya terpicing dengan sikap waspada.
Apa yang terjadi? pikir Evelyn mulai gelisah. Ia bisa mendengar peri-peri monster kecil sekelas kelinci dan tupai berlarian dan bersembunyi ke semak-semak.
Jalan setapak di depan mereka tiba-tiba meredup seakan awan gelap tengah mengungkung.
Lalu terdengar suara kepakan.
Nazareth mengedar pandang ke sekeliling. Mata rubahnya memeriksa setiap sudut hutan dengan teliti.
Tiba-tiba sebuah bayangan melayang jatuh dari atas pepohonan. Lalu suara mengepak lagi.
Terdengar cekikikan.
Suara tawa kering yang melengking nyaring seperti suara hantu kuntilanak dalam film horor Indonesia—yang Evelyn yakin—milik seekor ringneck dove atau streptopelia bitorquata yang lebih dikenal dengan istilah dederuk Jawa di Indonesia. Burung itu memiliki suara unik. Lengkungan suaranya panjang diawali dengan pekikan yang jika dicermati, mirip suara kuntilanak. Itu sebabnya burung ini juga dikenal sebagai burung puter kuntilanak.
Yah, tapi mereka tidak sedang berada di Indonesia sekarang!
Tidak ada burung puter kuntilanak dalam dunia peri. Begitu pun karakter hantu kuntilanak.
Jadi, dari mana asal suara itu?
Evelyn mendongak untuk memeriksa pemilik suara mengerikan itu, menudungi matanya dengan telapak tangan dan menyipitkan matanya untuk mempertajam penglihatannya.
Terdengar lagi suara kepakan sayap, disusul lengkingan suara tawa kering yang sama. Tapi sosoknya belum kelihatan.
Tiba-tiba saja bulu kuduk Evelyn meremang. Raut wajah Migi Vox semakin tak enak dipandang.
Jangan bilang itu suara hantu! pikir Evelyn.
Apa dunia peri juga ada hantunya?
Jangan bercanda!
Ini bukan cerita horor meski tokohnya rata-rata Master Spiritual berkekuatan supernatural.
Suara tawa kering yang sama meringkik di atas kepala mereka, seakan mengejek Evelyn.
Evelyn menyentakkan kepalanya ke samping, lalu berputar ke belakang, secara spontan mencengkeram lengan mantel guardiannya.
Makhluk itu tertawa lagi.
Evelyn tersentak sekali lagi, memutar tubuhnya lagi. Tatapannya yang panik menyapu sekeliling.
Pada saat itulah ia melihatnya.
Harpy!
Seekor burung, berkepala seperti manusia, bertengger di dahan pohon, sebelah sayapnya menutupi mulutnya sambil meringkik. Mentertawakan Evelyn. Tawa kering mengejek yang jahat.
Dan kami sungguh celaka! pikir Evelyn.
Harpy adalah burung penyesat, di mana kemunculannya menjadi pertanda seseorang takkan pernah keluar hutan dengan mudah.
Harpy adalah ahli pembuat ilusi labirin yang akan membuat seseorang hanya berputar-putar di tempat yang sama tanpa menemukan jalan keluar.
Migi Vox melejit dari tempatnya, kemudian melesat ke arah burung itu.
"Vox! Kembali!" perintah Nazareth sambil melontarkan energi cahaya berbentuk serat-serat benang tipis yang bercahaya dan berwarna-warni seperti pelangi dari setiap ujung jemari tangannya, menangkap bonekanya dan menariknya.
Migi Vox mendarat di dada Nazareth seperti anak kecil yang menghambur ke pelukan ayahnya. Kedua tangan mungilnya menggelayut di leher pria itu.
Nazareth mengusap-usap punggung boneka itu sambil berbisik, "Jangan ganggu dia," katanya.
Burung berkepala manusia tadi terkikik lagi. Mengejek Migi Vox.
Boneka itu menyusupkan wajahnya di ceruk bahu Nazareth.
Evelyn mengawasi burung itu dengan dahi berkerut-kerut gelisah. Akankah dia menyesatkan kami? pikirnya.
"Kita harus bermalam di sini," Nazareth menginstruksikan.
"Hah?" Evelyn yang sedang terpaku mengawasi burung berkepala manusia itu melengak tak langsung memahami ucapan guardiannya.
"Hari sudah mulai gelap," kata Nazareth. "Sebentar lagi malam. Kita lanjutkan pencarian besok pagi."
Evelyn mengangguk dan mengekor di belakang Nazareth. Mereka menyisi ke sebuah lapangan.
Di tengah-tengah lapangan itu ada sebuah pohon oak berdaun menyala berkelap-kelip seperti untaian lampu-lampu kecil berwarna-warni.
Nazareth menuntun langkah mereka ke pohon itu.
"Kau tahu risikonya kalau kita bertemu Harpy, kan?" tanya Nazareth setelah mereka duduk di bawah pohon oak tadi. Ia menoleh pada Evelyn.
"Hmh!" Evelyn mengangguk.
"Well---yeah," timpal Nazareth. "Lebih baik menghemat tenaga."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
hanz
jika di dunia peri tidak ada burung ringneck dove lalu bagaimana evelyn bisa yakin kalau itu adalah suara burung tersebut ?
2024-09-30
0