Kinara sampai di lantai atas dengan susah payah, tubuhnya benar-benar lemah dan butuh istirahat. Mungkin bukan hanya tubuhnya saja tetapi pikiran dan hatinya pun butuh ruang agar tenang. Hatinya mulai membeku mungkin hampir mati, hingga sikap Bara yang cuek pun tak membuat hatinya terusik. Kesakitan yang bertubi-tubi ia dapatkan beberapa hari ini menjadikan jiwanya kebal akan apapun yang tak menyenangkan.
Kinara menarik nafas dalam-dalam ketika harus menginjakkan lagi kakinya di dalam kamar yang menjadi saksi kesakitan yang ia alami. Langkahnya ia bawa menuju kamar mandi setelah meletakkan tas dan barang-barang yang ia bawa dari rumah.
Kinayu kembali menangis, meringkuk di bawah guyuran shower. Tanpa sehelai benang ia berjongkok meratapi nasib yang terus mempermainkannya. Di hina orang lain mungkin ia masih bisa terima tetapi dihina oleh keluarganya sendiri apa lagi kedua orangtuanya, itu bagai cambuk yang mengenai punggung polos hingga tercetak bekas yang kini sangat mengusik hatinya.
"Hiks ....hiks.....hiks .... tak ada kah hak anak untuk menentang, bukan aku yang salah. Bukan aku yang merusak semuanya...."
Suara sang Ayah masih terngiang di ingatan, begitu tajam bahkan kepalanya masih merasakan kuatnya cengkraman tangan besar sang Ayah. Di lantai dapat terlihat helaian rambut bergerak mengikuti arus air, ntah sudah berapa helai mahkotanya runtuh. Yang Kinara tau, sang Ayah begitu kejam menyiksa tanpa ingat siapa lawannya.
"Sebenci itukah kalian? apa sudah tak ada lagi kasih sayang untukku? Ayah, Ibu, aku sakit kalian perlakuan seperti ini. Aku lemah kalian tak anggap ada," kesedihan yang mendalam membuat tubuh Kinara semakin lemah hingga kepalanya semakin berdenyut tak karuan. Ia segera beranjak dan membersihkan tubuh dengan mata terpejam. Sakit, perih, ngilu, semua menjadi satu.
Kinara menatap wajahnya di depan cermin, ia tersenyum getir setelah melihat hasil dari pria yang menjadi cinta pertama dalam hidupnya. "Mungkin jika aku mati kalian pun tak akan bersedih..." gumamnya kemudian segera beranjak menuju sofa untuk beristirahat.
Bara masuk saat Kinara sudah tertidur, ia tersenyum puas melihat wajah polos dan ayu itu sekarang sudah berubah menjadi kelabu. Tak ada rasa kasihan yang ada hanya kebencian karena merasa di tipu mentah-mentah.
"Rasakan! bukan hanya tanganku yang bertindak kasar. Tetapi Ayahmu pun ikut memberi hukuman. Selamat menikmati kesakitan, karena ini pantas kamu dapatkan!" Bara segera melangkah menuju ranjang empuk dan membiarkan Kinara merasakan tidur di sofa dengan menekuk lutut. Bara merebahkan tubuhnya dengan nyaman, tersenyum dengan mata terpejam.
Hingga pagi tiba, Kinara di buat terkejut dengan pesan singkat yang masuk. Dia yang sedang menyapu wajahnya dengan make up, menyamarkan memar agar tak terlihat. Di buat tak percaya dengan ucapan sang adik yang begitu menyakiti.
..."Aku tidak menyangka jika mbak Kinara memberikan uang hasil dari menjamu pria hidung belang. Dan aku baru tau jika kakakku berbuat hina hingga memalukan keluarga. Sekarang Ibu sakit dan semua karena anak kesayangannya yang tak tau diri....
...Semua ini salah mbak! Ayahpun turun jabatan karena Mbak! Mbak jahat mematahkan semangat Ayah bekerja dan mengecewakan Ibu yang baru saja bisa tersenyum bahagia....
...Jangan pernah pulang karena aku tidak Sudi lagi melihat Mbak! Rumah ini tidak menerima mantan Jaalang! Beruntung Ayah menjodohkanmu dengan pria kaya raya. Setidaknya kamu berhenti menjual diri dan bisa hidup enak di atas penderitaan keluargamu!"...
Kinara menggelengkan kepala, make up yang telah ia poles tampak luntur karena air mata yang luruh. Begitu tega adiknya mengirim pesan demikian, sedangkan ia tak tau bagaimana sulitnya ia mencari uang untuk memberikan adiknya uang tambahan untuk mengikuti les di luar sekolah. Adiknya ingin seperti teman-temannya. Dan Kinara pun mendukung selagi itu perlu.
Tapi mendengar kabar yang belum tau kebenarannya, jemari adiknya dengan lincah menghujat bahkan mengusirnya dengan terang-terangan. Lalu bagaimana ia bisa menjenguk Ibunya yang sakit. Kinara pun tak bisa menahan Isak tangisnya, ia betul-betul tak berguna dan menjadi alasan Ibunya jatuh sakit.
"Kenapa kamu begitu jahat sama mbak dek, kamu tau bagaimana aku. Tapi kenapa kamu juga ikut tidak mempercayaiku. Apa kamu tak ingat jika mbak pernah mengatakan jujur akan pekerjaan mbak padamu. Mbak begitu sangat mempercayaimu, tapi kamu tega bicara begitu!" gumam Kinara di sela Isak tangisnya. Namun suara bariton dari pria paruh baya itu membuatnya terjingkat.
"Berisik! pagi-pagi sudah menangis, mana dasi dan kaos kakiku! Pakaikan sekalian!" ucap pria yang baru saja keluar dari ruang ganti dengan mengancingkan kemeja.
Kinara mengusap air matanya dan melesat menuju barisan lemari dan membuka laci untuk mencari dasi yang serasi. Setelah memakaikan dasi dengan seenaknya Bara melempar sepatu tepat mengenai kaki Kinara. Mata wanita itu terpejam dengan menggigit bibir bawahnya merasakan jemari kakinya yang begitu sakit.
"Cepat pakaikan! sekalian itu kaos kakinya."
Kinara segera menekuk satu lututnya di hadapan Bara, namun dia tercengang melihat telapak kaki singgah di pahanya. Tak ada penolakan, Kinara segera menyelesaikan tugasnya agar bisa segera turun dan berangkat.
"Bawakan tas dan jas ku!" titahnya lagi dan segera di angguki oleh Kinara.
Bastian menatap kedatangan Papahnya dengan ibu tiri yang menyita perhatian. Perlakuan Papah masihlah tak ada manis-manisnya. Tega membentak dan menyuruh sesuka hati.
"Nanti malam mungkin Papah akan pulang telat, jika Ibu Tirimu ngejaalang hingga pulang malam kabari Papah! Biar Papah beri hukuman yang setimpal dengan apa yang ia lakukan."
Bastian tak menjawab, pria itu cukup terkesiap dengan apa yang Papahnya ucapkan. Dan tak menyangka pemikiran Papahnya begitu merendahkan harga diri Kinara.
Setelah Pergi tanpa menyicipi sarapan buatan istri, kini tinggal Kinara dan Bastian berada di meja makan. Kinara tampak diam dan tak berucap, sedangkan Bastian memperhatikan wajah pucat dengan bekas air mata yang begitu ketara.
"Maaf...."
Bastian memberanikan diri meminta maaf, namun Kinara hanya diam dan tak menjawab. Wanita itu mencoba menekan makanan yang begitu sulit masuk ke tenggorokan. Jika perutnya tidak perih karena kemarin tak makan seharian mungkin ia tak akan mau satu meja dengan Bastian.
"Aku akan menebus semua kesalahanku, maaf telah membuat hidupmu hancur dan maaf karena tak mendengarkan penolakanmu. Dan maafkan perlakuan Papahku."
Kinara segera beranjak dari duduknya, niat ingin makan dengan lahap agar badan kembali kuat tetapi tiba-tiba mual setelah mendengar ucapan Bastian yang membuatnya muak. Mood nya hancur dengan pesan sang adik dan kini di tambah dengan ucapan Bastian yang sudah tak ada gunanya lagi bagi Kinara.
"Tunggu!" Bastian mencoba untuk menghentikan pergerakan Kinara dan memintanya untuk tetap duduk tetapi Kinara tak perduli lalu segera pergi.
"Hai.."
"Kita tak sedekat itu untuk bercengkrama!" tegas Kinara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Shepty Ani
banci juga kau bastian nggak tega liat kinara tp nggak mau ngakuin kesalahan emg kelar dgn kata maaf doank, kinara mending pergi aja yg jauh jauh dr keluarga jauh dr suami dan anak tirimu itu biar coba sibastian py nyali nggak bt ngakuin kesalahannya
2024-10-08
0
sherly
kenapa diam aja kamu bas, pengecut kamu...
2024-02-14
1
Sanaya
ya ampuun hatiku sakiiit😭 kasihan kinara😭😭
2023-11-15
0