Bab 06

Siang ini Kinara berkunjung kerumah orang tuanya karena tadi Bapak sempat mengirimkan pesan jika ia harus datang. Selesai kuliah pun ia segera pulang agar masih ada waktu untuk bersantai sejenak membuang penat di kamarnya yang baru satu malam tapi sudah sangat di rindukan.

Benar saja, sampai di rumah ibu sedang arisan dan adik-adiknya belum pulang sekolah. Kinara segera masuk dan menuju kamar. Rasanya tubuh masih begitu sangat ngilu setelah semalam di banting oleh suaminya. Bahkan baru saja ia merebah di ranjang, matanya begitu berat dan kantuk pun tiba.

Hingga menjelang magrib ia baru terjaga, itu pun karena ada ketukan di pintu kamar. Kinara segera beranjak dengan langkah lunglai. Membuka pintu dengan mata sayu namun tamparan di pipinya membuatnya tersadar akan dunianya yang mulai menyiksa.

Kinara menyentuh pipinya yang begitu panas, bahkan luka yang mulai ingin mengering harus kembali basah karena pecah. Baru Kinara akan mengangkat kepala dan ingin menatap Ayahnya tapi tamparan kembali ia dapatkan di pipi sebelahnya. Seakan belum habis emosi yang di luapkan hingga Tiara lemah dan sempoyongan saat tamparan ke empat ia dapatkan.

Air mata yang membasahi wajah menambah perih di pipi, ia tidak tau tujuan apa yang membuatnya di panggil oleh sang Ayah. Tetapi tamparan yang ia terima membuatnya teringat akan kejadian semalam. Kinara yakin ini semua ada kaitannya dengan suaminya. Bahkan Ayahnya tak memberi waktu untuk sekedar membuka suara tetapi sudah kembali menghajar.

"Sudah tau dimana letak kesalahan kamu?" sentak Pak Arman. "Jawab!"

Kinara tersentak saat dirinya tampak linglung dengan pikirannya sendiri, belum lagi gertakan yang ayahnya layangkan membuat jantungnya ingin terlepas.

"Ini tidak seperti yang Ayah pikirkan," lirihnya tetapi Pak Arman seakan lupa jika yang ada di hadapannya saat ini adalah anak pertama yang ia korbankan bahkan mau berjuang untuk membantu keluarga. Benar kata pepatah, akibat nila setitik rusak susu sebelanga. Dia yang sejak dulu selalu berusaha menjadi anak yang baik dan menerima setiap keadaan. Selalu berusaha menjadi contoh yang baik untuk adik-adiknya tetapi hanya karena kesalahan yang bukan ia perbuat menjadi merusak kepercayaan bahkan dengan tega memperlakukan layaknya orang lain.

"Kamu merusak semuanya! kamu membuat malu keluarga! dan kamu memalukan!" dengan nada tinggi dan tangan mencengkeram rambut Kinara sang ayah bicara. Menyakitkan hati putrinya dan membuat luka batin bertambah lebar.

Ibu dan kedua adiknya hanya diam tak membela, ibu begitu kecewa pada Kinara. Putri yang ia anggap baik ternyata di belakang telah melakukan hal keji dan itu membuat beliau merasa di bohongi. Meskipun ia tak tega membiarkan suaminya memperlakukan putrinya begitu kasar tetapi karena rasa kecewa yang mendalam beliau hanya bisa diam dan tak mau melihat ke arah keduanya.

"Ampun ayah, aku tidak berbuat itu!" lirihnya di sela tangis dengan menggenggam lengan ayahnya berharap melepaskan cengkraman di rambut yang membuat kepala Kinara pening.

"Lalu apa? ayah menyuruhmu bekerja dan mencari uang halal bukan dengan menjual diri! kamu pulang pagi dan bilang hanya menjadi pegawai restoran yang buka 24 jam tetapi apa? ternyata kamu menjual tubuhmu di club' malam! Apa pantas kami masih menganggapmu sebagai anak? Hah!"

Tangan Kinara menutupi telinganya, air mata pun semakin deras mendengar tuduhan yang merendahkannya. Dia memang berbohong tapi itu semua agar kedua orangtuanya tenang saat ia tau jika ia bekerja di tempat yang penuh dengan godaan.

Dia yang berniat baik sejak awal tak menyangka jika berakhir seperti ini, ia hancur di sana dan kini tuduhan pun di layangkan di tempat yang sama. Apa sehina itu yang bekerja di club' malam, hingga ia pun di tuduh melakukan maksiat. Jika tau seperti ini kenapa tidak sekalian saja sejak dulu ia menjual diri. Kenapa harus susah-susah bekerja dengan segala letih yang mendera tetapi uang tak seberapa. Sedangkan ia bisa menghasilkan lebih dengan hanya membuka paha.

"Aku di perkosa Ayah! bukan jual diri seperti yang ayah ucapkan!" akhirnya ia pun jujur, Kinara lelah di tuduh. Jika memang sudah terlanjur sakit kenapa masih harus di tutupi. Kinara pun siap jika harus menjadi janda.Yang penting keluarganya tak kecewa dan Ayah pun berhenti marah-marah.

Namun Kinara salah, bukan tanggapan baik yang ia terima. Tetapi perlakuan sang ayah yang tak terduga. Kepala Kinara di benturkan ke dinding hingga keningnya membiru dan kepalanya pusing. Pertanyaan yang di layangkan untuknya seakan berbalik ke Ayahnya. Apakah masih pantas di sebut Ayah, jika pria itu tega menyakiti dengan tangannya sendiri.

"Sakit Ayah..hiks....hiks...hiks..."

"Kebohongan apa lagi yang kamu mau ucapkan? kamu pikir Ayah bodoh? rasakan ini agar mata dan otak kamu kembali terbuka!" sentaknya dan segera pergi meninggalkan Kinara yang tampak lunglai luruh ke lantai.

Isakan dan pembelaan kembali tak di dengar, terbuat dari apa dirinya mengapa begitu hina hingga ucapannya tak sekalipun di hiraukan. Kinara memutuskan untuk berkemas dan kembali pulang kerumah suaminya. Ia pamit kepada Ibu dan kedua adiknya tetapi mereka tak memperdulikan, meninggalkan seakan ia tak ada.

Kinara menghalau langkah ibunya, ia terisak di kaki sang Ibu. Baru kali ini ia melihat gurat kekecewaan di wajah Ibu yang sejak dulu selalu memberi kasih sayang yang berlimpah. Hatinya semakin sakit saat Ibu hanya diam dan tak mau menoleh ke arahnya.

"Ampun Bu...maafkan Kinara, semua ini tidak benar Bu. Kinara tidak melakukan hal serendah itu. Kinara masih tau batasan Bu dan Kinara tidak mungkin memberikan uang haram untuk Ibu. Hiks ....hiks....hiks ... percayalah Bu, Kinara tidak seperti itu."

"Pulanglah dan jangan datang lagi jika tidak di butuhkan!" ucapnya datar dan segera melangkah membuat tubuh Kinara hampir terjengkang. Ibunya benar-benar tidak mau mendengarkan, keluarganya tak ada lagi yang memperdulikan. Lalu kemana lagi dia harus meminta perlindungan....

Kinara sampai di rumah menjelang makan malam, tampak Anak dan Bapak sedang menikmati makan. Tanpa menyapa dirinya dan membalas salam darinya, Bara meneruskan makan tanpa menoleh sedikitpun.

Hanya Bastian yang menjawab, tetapi cukup terusik dengan penampilan Kinara yang tampak tak baik-baik saja. Kedua pipi memerah dan kedua ujung bibir penuh luka.Keningnya pun memar dengan warna gelap mengganggu wajah ayunya. Bahkan tubuh Kinara tampak lemah melangkah tak ada daya menaiki anak tangga.

Bastian menghela nafas berat, ia bertanya-tanya dari mana wanita itu hingga tubuhnya menyedihkan seperti itu. Papahnya pun tak lagi peduli dan nampak cuek. Jika tidak memikirkan Papahnya mungkin Bastian sudah mengejar Kinara dan mengobati luka yang ada di kedua sudut bibirnya.

"Biarkan! tak usah di beri perhatian karena dia akan melunjak jika kamu perlakukan dengan baik!"

Terpopuler

Comments

Ita rahmawati

Ita rahmawati

masa bastian gk nanya knp papanya bgtu sm bini nya kan

2024-09-27

0

Yessi Kalila

Yessi Kalila

orang tua macam apa ini....
aku geregetan...aku marah...

2024-09-16

0

Elena Sirregar

Elena Sirregar

macam tak ada tempat lain bekerja selain club. makanya Islam mengajarkan untuk tidak mendekati zina club adalah tempat maksiat memang bodoh Kiara

2024-04-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!