Mereka bicara dalam bahasa Negeri Kaa. Terjemahan.
Penduduk ketakutan dan berlari menyelamatkan diri seolah tahu jika wanita bernama Dra bisa menimbulkan malapetaka di tempat tersebut. Kiarra tertegun dan dengan sigap berdiri saat melihat mata ungu Dra menyala terang. Dra berdiri perlahan dan mulai melafalkan mantra yang tak diketahui Kiarra.
"Cepat pergi dari sini!" seru Kiarra lantang karena bocah kecil yang membawanya ke rumah menangis dan saling berpelukan dengan anggota keluarga.
Sekilas, Kiarra teringat akan ibu berikut saudara saudarinya saat masih lengkap dulu. Jantung Kiarra berdebar saat melihat senyuman adik, kakak, ibu dan mendiang sang ayah ketika mereka berkumpul. Ingatan semasa kecilnya membuat mata wanita cantik itu berlinang. Hingga tiba-tiba, wajah sang ibu menunjukkan ketakutan saat memeluk adik serta kakaknya seperti ingin melindungi mereka dari sesuatu.
"Kiarra!"
Mata Kiarra melebar saat bayangan keluarganya sirna dan digantikan dengan sosok nyata di depan mata. Ibu dari keluarga itu menjadikan dirinya tameng, melindungi keluarganya yang akan terkena dampak dari sihir Dra.
"Hentikan!" teriak Kiarra lantang.
Dengan sigap, Kiarra berlari ke arah Dra yang mulai melafalkan mantra sehingga dari telapak tangannya muncul asap berwarna hitam seperti ingin melakukan sesuatu pada keluarga itu.
GRAB!!
"Tak akan kubiarkan kau menyakiti mereka! Harghh!" teriak Kiarra lantang seraya mencengkeram kuat pergelangan tangan Dra dan menatapnya tajam tepat di hadapan.
"Menyingkir!" teriak Dra marah dengan mata menyala ungu terang.
"Pergi dari sini! Cepat!" teriak Kiarra menahan tubuh Dra sekuat tenaga dan mengarahkan tangannya ke atap agar tak mengenai para manusia malang itu.
Keluarga miskin itu bergegas keluar dari rumah karena sebelumnya, Dra berdiri di depan pintu seperti sengaja menghadang orang-orang itu agar tak bisa keluar. Kiarra mendorong tubuh Dra dengan kuat sampai terpepet tembok. Dra terus meraung dan berusaha melepaskan cengkraman Kiarra di tangannya.
"Menyingkir!"
"Tidak akan!" jawab Kiarra bersikeras.
Seketika, WHOOM! BRAKK!!
"Oh! Nona Ara!" teriak bocah lelaki itu saat ia dan keluarganya berhasil keluar dari rumah kumuh mereka.
Atap rumah tersebut jebol dan runtuh. Mata para penduduk desa miskin itu terbelalak saat menyadari jika wanita bernama Ara masih berada di dalam dengan penyihir Dra yang ingin menyebarkan kutukan pada mereka.
"Nona Ara!" panggil bocah lelaki itu berlari mendatangi rumahnya, tetapi dengan cepat ditangkap oleh sang ibu.
Saat semua orang panik, tiba-tiba saja muncul seseorang dari balik reruntuhan. Mata mereka melebar ketika melihat Dra muncul dan berjalan mendekat seraya mengulurkan tangannya mengucapkan mantra.
"AAAA!" teriak orang-orang karena Dra tak bisa dikalahkan dan mata ungunya masih menyala terang.
"Laa goma be—"
DUAKK!! BRUKK!!
"Oh! A-Ara," kejut ibu dari si bocah kecil saat melihat wanita yang mengaku bernama Ara memukul kepala belakang Dra dengan balok kayu dan membuat penyihir itu pingsan seketika. Kiarra melemparkan balok itu lalu menyeka lubang hidungnya yang berdarah.
"Hah, hah, cepat pergi dari sini. Dra mengatakan jika pasukan Kerajaan Vom akan menyerang desa ini. Mereka sedang bersiap di hutan. Orang-orang itu menunggu tanda dari Dra. Pergilah! Pergilah sejauh mungkin!" seru Kiarra dengan napas tersengal dan terlihat darah mengucur di hidungnya seperti habis berkelahi hebat.
"Dari mana kau tahu?" tanya salah seorang warga curiga.
Kiarra memejamkan mata dengan tangan mengepal untuk memantapkan hatinya. "Aku Kia. Jenderal Perang Kerajaan Vom."
"Di-dia Kia! Si Dewi Kematian!" tunjuk seorang penduduk sampai tergopoh usai mengetahui fakta mengejutkan dari wanita bernama Ara.
"Kenapa kau ingin membantai desa kami? Kami hanya orang-orang miskin yang bekerja sebagai peternak, petani dan pengrajin. Tak ada harta atau apa pun yang bisa menjadikan kerajaanmu kaya raya!" seru seorang penduduk terlihat tegang dengan garpu rumput dalam genggaman.
Kiarra menyipitkan mata. Inilah saatnya jujur akan maksud kedatangannya. "Kami mendapat kabar jika anak-anak dari Kerajaan Vom diculik untuk dijadikan tumbal agar bisa membangkitkan pasukan iblis. Desa kalian dilaporkan telah melakukan penculikan itu."
"Bohong! Itu tidak benar!"
"Itu adalah dusta terhina yang dilayangkan Vom pada kami!"
"Raja Vom sejak dulu memang menginginkan wilayah ini karena pernah ditemukannya batu kristal yang sangat berharga. Namun, kami bersumpah jika batu itu memang tak ada di sini," ucap seorang wanita terlihat serius saat menatap Kiarra.
"Apa buktinya?" tantang sang Jenderal.
"Kamilah, orang-orang yang ikut memburu batu itu. Kami meninggalkan tempat kelahiran karena tergoda akan keajaiban batu tersebut. Namun, sudah belasan bintang terlewati, usaha kami hanya menghasilkan debu," ujar seorang pria dengan tongkat sembari berjalan mendekat.
"Batu itu hanya cerita belaka? Keajaiban apa yang diberikan batu tersebut," tanya Kiarra penasaran.
"Konon. Batu itu bisa membuat kita awet muda, panjang umur, tak pernah sakit, dan selalu beruntung," ucap ibu dari si bocah kecil.
Kiarra terkekeh. "Kalian percaya dengan takhayul itu? Oleh karenanya, kalian terjebak di sini? Di wilayah perbatasan antara Kerajaan Vom dan Ark?"
"Kami juga bukan penduduk Kerajaan Ark. Kami orang-orang yang diasingkan. Oleh karena itu, hasil budidaya yang dihasilkan desa kami, tak ada yang mau membeli atau menukarnya. Semuanya berputar di desa ini. Kami tak memiliki mata uang dan semuanya dilakukan dengan bertukar barang," ucap pria tua yang diyakini Kiarra adalah kepala desa tersebut.
Kiarra diam sejenak. Ia kini akhirnya tahu maksud dari tujuan penyerangan. Dia bersumpah akan memberi pelajaran bagi mata-mata Vom karena memberikan laporan palsu pada kerajaan. Kiarra juga merasa jika selama ini sang Jenderal hanya diperalat sebagai tangan besi sang Raja untuk memperluas dan menaklukkan wilayah-wilayah yang ingin dikuasainya.
"Percuma saja kami lari. Kau dan pasukanmu akan mengejar lalu membunuh kami di wilayah antah berantah. Kau tak kalah kejinya dengan Dra!" seru seorang penduduk terlihat tegang.
Jantung Kiarra berdebar kencang. Masa lalu sang Jenderal sungguh menyulitkannya. Kiarra berpikir serius agar para penduduk bisa mempercayainya. Hingga ia kembali melihat patung Ooo yang masih digenggam oleh anak lelaki itu.
"Ooo mengubahku. Ooo menyadarkanku jika selama ini telah banyak kejahatan yang aku lakukan. Tidak seharusnya aku melakukan pembantaian demi sebuah perintah yang bahkan masih diragukan kebenarannya. Oleh karena itu, aku sengaja memanipulasi misiku untuk mencari tahu maksud dan tujuan penyerangan ini. Meskipun Dra kejam, tetapi dapat kupastikan, ia dapat berubah sepertiku. Kalian harus percaya padaku," tegas Kiarra berdiri di hadapan orang-orang yang terlihat takut akan sosoknya.
"Harus dibuktikan jika kau sungguh ingin melindungi kami," tegas seorang pria menunjuk di kejauhan.
Kiarra diam sejenak. Nyawanya dipertaruhkan di tempat ini karena orang-orang itu terlihat siap untuk menyerangnya meskipun hanya bersenjata pisau, garpu rumput, dan golok. Kiarra yang dulunya seorang CEO mampu berpikir dengan cepat dan cerdas untuk menemukan solusi dari masalahnya.
"Ingin bukti? Mudah saja," jawabnya dengan senyuman.
Waktu berlalu dengan cepat. Bulan ungu kembali muncul dengan membawa takdir baru. Dra terbangun dan terkejut saat tubuhnya diikat kuat dengan mulut disumpal. Mata wanita itu menyipit ketika melihat bocah lelaki yang tadi ditemuinya duduk di hadapan meski terlihat takut bersama dengan anak-anak lainnya.
"Kami sudah tahu tujuan kalian kemari. Ara mengatakan, saat kau bangun segeralah berkedip sebanyak mungkin. Kami siap menyambut kedatangan prajurit Vom," ucap bocah lelaki itu yang membuat mata Dra melebar.
Namun, setelahnya terdengar suara tawa tertahan dari Dra. Wanita itu akhirnya berkedip cukup banyak seperti yang diminta. Wajah anak lelaki itu tegang saat memegang sebuah roti yang ia dapat dari buntalan kain milik Dra. Anak-anak lainnya tampak berusaha agar tak menangis. Masing-masing dari mereka membawa sebuah roti yang Dra yakini diberikan oleh Kiarra.
Benar saja, tak lama terdengar suara deru kaki kuda mendatangi perkampungan itu. Getarannya sungguh terasa hingga debu-debu di atap berjatuhan. Dra mendongak dan menduga jika tempatnya berada sekarang ada di ruang bawah tanah. Ruangan itu bercahaya redup dari lilin dan hanya ada satu pintu keluar.
Di permukaan, tempat Kiarra berada.
"Hah, hah, Jenderal!" panggil Panglima Goo yang diikuti para kesatria Vom di belakang.
Kiarra berdiri seorang diri dengan belati dalam genggaman tangan kiri karena sang Jenderal kidal. Kiarra ingin meyakinkan pada anak buahnya atas tindakannya kali ini.
"Apakah ... apakah Anda yang melakukan ini semua? Seorang diri?" tanya Goo gugup di atas kudanya.
"Ya. Mereka menculik Dra. Kalian, segera geledah tempat ini dan cari anak-anak Vom yang diculik! Aku akan mencari Dra! Cepat!" seru Kiarra dengan tangan sudah berlumuran darah para korbannya.
"Laksanakan!" jawab Goo diikuti para kesatria lainnya.
Mereka turun dari kuda dan memasuki satu per satu rumah di desa itu. Mereka tampak ngeri saat melihat kebiadaban sang Jenderal yang membantai seluruh warga desa seorang diri. Mayat-mayat penduduk bergelimpangan di segala penjuru dengan darah menutupi tubuh mereka.
NGEKK!!
"Hei, Dra. Ayo pulang. Berjanjilah kau jangan berulah atau aku tak segan melakukan hal buruk padamu. Kau sepertinya tak bisa diajak bekerjasama kali ini. Jadi, aku tak segan melakukan hal menyebalkan lainnya sampai kau berpihak padaku," tegas Kiarra saat memasuki ruangan tempat Dra disekap dan anak-anak sudah tak ada lagi di sana.
"Hah, hah! Pengkhianat!" pekiknya saat penyumpal di mulutnya dilepas oleh Kiarra.
"Kita akan tahu siapa yang bersalah di sini saat kembali ke istana. Aku penasaran, siapa yang memberikan informasi palsu pada kita tentang desa ini. Aku jadi curiga, sebenarnya ... kau sungguh tahu tujuan kita kemari atau tidak? Kenapa aku sulit mempercayai adikku sendiri, ya? Apa kau semacam serigala berbulu domba? Mungkin karena itulah, Kia tewas dan kau tetap hidup. Sebagai penebusan dosa, kau memanggil arwah untuk menggantikannya. Apakah ... tebakanku benar? Kaulah penyebab Kia kehilangan nyawa," ujar Kiarra menatap Dra tajam.
Napas Dra tersengal. Air mata mulai menggenangi mata cantiknya. Tetesan air mata di pipi cukup bagi Kiarra untuk membuktikan dugaannya. Kiarra berdiri perlahan dan menatap Dra tajam.
"Jika kau sungguh menyesal, ikuti apa kataku. Kali ini, pastikan kakakmu ini tak mati untuk kedua kalinya karena kecerobohanmu. Kau paham, Dra?" tanya Kiarra dengan satu alis terangkat penuh penekanan.
"Hiks, hem," jawabnya dengan air mata menetes dan suara bergetar.
***
adeh flunya belum sembuh uyy😩 doakan lele cepet sehat ya. lele padamu 💋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Faris Maulana
next
2023-04-08
0
Wati_esha
Berhasilkah Kiarra menyakinkan penduduk setempat?
2023-04-03
0
Wati_esha
Apakah Goo cs tidak curiga?
2023-04-03
0