Napas Kiarra memburu saat ia mengetahui kehidupan lalu sang Jenderal Perang—Kia—yang kini menjadi raganya. Ia melewati koridor dan bertemu beberapa pelayan, tetapi diabaikan karena amarah menyelimuti jiwanya.
Mereka bicara dalam bahasa Negeri Kaa. Terjemahan.
"Sepertinya ada yang mengganggu pikiran Jenderal hingga ia melewati kita begitu saja," ujar salah seorang pelayan wanita saat berpapasan dengan Kia.
"Atau mungkin, karena dia sekarang membenci wanita? Dia saja mengusir seluruh dayangnya dan digantikan dengan para pria dari kelas rendahan. Aku tak menyangka jika jilatan Ooo akan berdampak sampai sejauh itu. Hingga mengubah pola pikir seseorang," timpal pelayan lainnya dengan sekeranjang berisi pakaian kotor dari kamar sang Ratu.
Ternyata, pembicaraan itu didengar oleh sang Ratu yang hendak keluar dari kamar, tetapi diurungkan. Ia kembali masuk ke kamar dan menutup pintu perlahan. Entah apa yang dipikirkannya, wanita itu kembali ke ranjang di mana sang Raja sudah tertidur lelap.
Kiarra yang sudah kembali ke kamar, tak biasanya tidur tanpa para dayang di sisinya. Ia malah tidur di kursi panjang layaknya sofa di lantai dasar dengan selimut menutup tubuh. Kiarra tak bisa tidur dan matanya terus terbuka. Jantungnya terus berdebar. Ingatan akan sosok Kia di masa lalu membuat tangannya mencengkeram selimut sebagai bentuk protes.
"Kia membantai pemukiman warga tidak berdosa. Membakarnya, merampas harta mereka lalu menguasai wilayah itu untuk dijadikan markas baru Kerajaan Vom. Biadab," geramnya teringat akan kekejaman Kia. "Aku yakin, misi esok akan terjadi hal serupa. Kuharus melakukan sesuatu, tapi apa?" gumam Kiarra berpikir keras untuk menggagalkan misinya.
Lama wanita cantik itu berpikir dengan mengumpulkan banyak ide di kepala tanpa harus menuliskannya karena ingatan Kiarra cukup bagus. Kehidupannya di Bumi sebagai seorang CEO, mengharuskannya kerja cepat, tepat dan efektif. Ia yang juga melakoni profesi sebagai seorang supermodel, dituntut untuk cepat mengingat rute saat catwalk atau pose-pose ketika pemotretan. Nama-nama partner bisnis berikut latar belakang orang tersebut sangat Kiarra perhatikan untuk mensukseskan pekerjaan. Itulah cara berpikir Kiarra dalam bekerja yang kini diterapkan di kehidupan barunya sebagai Jenderal Perang.
"Jenderal ... Jenderal, Anda baik-baik saja?"
"Hem? Fuu?" panggil Kiarra saat membuka mata yang terasa berat. Kiarra sampai tak sadar kapan dirinya tertidur. Ia mengerjapkan mata mencoba mengumpulkan energi yang menguap saat terlelap.
"Kenapa Anda tidur di sini?" tanya pria tampan itu seraya berjongkok.
"Tak apa. Aku hanya ingin sendiri," jawabnya lesu sembari bangun perlahan lalu duduk.
Fuu menatap majikannya yang terlihat lesu tak bersemangat seperti biasanya. Fuu beranjak dan tak lama kembali seraya membawa sebuah botol berisi cairan bening. Kening Kiarra berkerut saat melihat telapak tangan Fuu saling digosokkan lalu betisnya dipegangi lembut.
"Oh, pijatanmu enak sekali, Fuu," ujar Kiarra dengan hati yang tiba-tiba gembira.
Fuu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya. Kiarra yang merasa seperti mendapatkan pelayanan refleksi, menikmati pijatan Fuu dan malah membuatnya kembali tertidur dalam posisi tengkurap. Fuu terkekeh pelan dan tetap memijat sang Jenderal agar tubuh tuannya tak tegang karena akan memikul beban berat.
Hingga akhirnya, Kiarra dibangunkan karena Dra datang menjemput. Sang Jenderal yang biasanya telah hadir lebih awal untuk mempersiapkan segala keperluan sebelum pergi bertempur, kini malah masih di meja makan dengan wajah malas dan menginginkan makan sebelum pergi bertugas.
BRAKK!!
"Jangan membuat suasana hatiku kacau di hari yang masih ungu ini, Dra! Sarapan itu penting!" teriak Kiarra marah sampai menggebrak meja.
Kiarra merasa jika perilakunya seperti bercampur dengan sang Jenderal dalam hal-hal tertentu. Dra dan para dayang tertegun karena sang Jenderal mengamuk hanya karena mengutamakan makan.
"Sa-ra-pan? Apa itu?" tanya Eur melirik Ron.
"Entahlah. Aku merasa jika sikap Jenderal berubah-ubah sesuai suasana hatinya. Sebaiknya kita jangan bertingkah. Terlebih, hari ini Jenderal akan berperang," bisik Ron dan para dayang yang mendengar mengangguk pelan dalam diam.
"Jenderal Kia, Anda di—"
"Sttt!" Para dayang dengan sigap memutar tubuh mereka dan melotot ke arah pria yang baru saja datang.
"Oh, Panglima Goo! Maaf, kami tak bermaksud lancang," ujar Ben langsung bersujud diikuti dayang lainnya dengan panik.
"Jika kalian tak sabar menunggu, pergilah. Aku akan menyusul," ucap Kiarra dengan daging panggang dalam tusukan.
Panglima Goo memicingkan mata saat melihat sang Jenderal yang makan dengan lahap seperti orang kelaparan. Panglima itu akhirnya mengundurkan diri dan memilih untuk menunggu bersama para kesatria lainnya di aula keberangkatan.
"Kenapa kalian masih bersujud seperti itu? Kontribusi apa yang diberikan Panglima pada kalian? Jika tak ada, tak perlu memujanya terlalu tinggi. Dia makhluk tak kekal sama sepertiku. Dia bisa mati," tegas Kiarra yang sudah merampungkan sarapannya.
Dra menatap Kiarra yang kini sedang didandani oleh para dayang dengan baju perang kebanggaannya. Baju perang itu terbuat dari emas. Kiarra terlihat berkilau dan gagah dengan baju zirahnya. Saat pedang Kia akan diserahkan oleh Pop, Kiarra menatapnya tajam terlihat serius memikirkan sesuatu. Dra tahu apa yang dipikirkan saudaranya dan diam mengamati.
SRING!!
"Aku akan mengubah nasibmu di tanganku," ujar Kiarra mantap saat menggenggam pedang tersebut.
Para dayang saling melirik karena bingung. Dra masih diam entah apa yang dipikirkannya. Kiarra menyarungkan pedangnya lalu melangkah pergi. Para dayang sang Jenderal mengikuti sampai ke aula berikut Dra.
Praktis, kedatangan Kia membuat semua orang membungkuk hormat. Seekor kuda dengan mata ungu dan berekor senada dengan matanya menjadi tunggangan sang Jenderal. Kiarra yang sebelumnya tinggal di Jepang dan terbiasa berkuda sebagai aktivitas hariannya sebelum bisa mengendarai mobil serta motor, tak mengalami masalah dengan hewan tersebut.
"Kakak. Kau harus mengatakan sesuatu sebagai penyemangat untuk pasukanmu. Itu yang biasa dilakukan oleh Kia. Jangan merubahnya," ujar Dra berbisik yang berdiri di samping kudanya.
Para pria yang masih berdiri di samping kuda mereka menatap sang Jenderal tajam seperti menunggu sesuatu. Para pejabat, Raja dan Ratu bahkan ikut ada di sana. Kiarra memejamkan mata dan membayangkan seperti suasana ketika di kantor sebelum dimulai. Ya, briefing pagi dengan para karyawan dan manajer meski ada beberapa hal yang akan ia ubah.
"Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. Semoga hari ini misi yang akan diemban bisa terlaksana dengan baik, tak ada yang gugur dan pulang kembali ke istana dengan selamat," ucapnya mantap dengan mata memindai wajah semua orang di sana satu per satu. Namun, apa yang dikatakan oleh sang Jenderal membuat semua orang terdiam. Kiarra tegang. "Katakan 'amen' karena aku berdoa untuk keselamatan kita semua," imbuhnya menegaskan.
"A-amen," jawab semua orang gugup.
"Mari kita pergi dan pulang membawa kejayaan! Demi Vom!" serunya lantang dengan pedang terangkat ke atas.
"Demi Vom! Hoh! Hoh! Hoh!" jawab semua orang lalu bersorak dengan tubuh membungkuk.
Kiarra yang bingung tersenyum tipis lalu melirik Dra. Penyihir itu memutar bola matanya dengan wajah malas. Kiarra sadar jika ucapannya tak sama dengan sang Jenderal kala itu, tetapi ia masa bodoh. Mulai hari ini, Kia dalam kendalinya.
"Tunggu apalagi? Jalan!" seru Kiarra mantap.
"Na-namun, Anda yang memimpin perjalanan, Jenderal," ujar seorang kesatria gugup.
Kiarra menelan ludah terlihat gelisah karena tak tahu ke mana arah menuju perkampungan itu. Ia lalu melirik panglima yang tadi datang menjemput ke kamarnya.
"Kau! Goo bukan?" tanya Kiarra memastikan. Sang Panglima mengangguk. "Kau pimpinlah jalan. Aku dan Dra akan berada di barisan paling belakang. Cepat, lakukan!" titah Kiarra menatap Panglima itu tajam.
Semua orang saling melirik, tetapi Goo akhirnya mengangguk meski ia tampak bingung. Raja, Ratu dan para pejabat kerajaan berkerut kening karena seorang Jenderal di negeri itu tak pernah berada di belakang, melainkan selalu di barisan terdepan untuk memimpin.
"Kami pergi," ujar Kia saat Dra sudah siap di atas pelana kuda.
Raja dan lainnya mengangguk meski terlihat bingung akan sesuatu. Iring-iringan kuda dalam jumlah besar pergi meninggalkan Kerajaan Vom. Mereka melewati jalanan di tengah pemukiman warga. Penduduk menaburkan bunga ungu dan kuning sepanjang lantai batu sampai ke gerbang terluar istana sebagai bentuk dukungan serta harapan kembali membawa kemenangan.
Kiarra menikmati perjalanannya karena kuda berlari kecil meninggalkan kawasan kerajaan. Matanya menatap bulan ungu yang bersinar terang dan membuat wilayah yang terkena sinarnya ikut memancarkan warna bercahaya seperti penerang jalan. Senyum Kiarra terukir karena pemandangan Negeri Kaa sangat menakjubkan.
"Oia. Bagaimana nasib para kesatria yang ditinggalkan oleh kita waktu itu? Aku hampir melupakan keberadaan mereka," tanya Kiarra tiba-tiba membuka obrolan.
"Sudah kuselesikan saat kau sibuk dengan dayang-dayangmu," jawab Dra tanpa melihat Kiarra.
"Hem, baguslah. Inisiatifmu bagus. Kau seperti sekretarisku Vera. Apa kabarnya dia, ya? Aku penasaran, siapa yang mengurus perusahaan saat aku tak ada. Hempf ... pasti banyak yang mengincar jabatanku. Sialan, penggantiku keenakan karena kantor berjalan stabil. Dia tak merasakan kerja kerasku sampai perusahaan berjaya. Menyebalkan," gerutunya.
Di Bumi. Jakarta, Indonesia.
Mereka bicara dalam bahasa Indonesia.
"Hatchim!"
"Kau tak apa?" tanya Rui saat putrinya mendadak bersin hingga ingusnya nyaris menetes.
"Hidungku tiba-tiba gatal, Ibu. Pasti ada yang sedang membicarakanku. Siapa ya?" tanya Rein Mikha sembari mengusap lubang hidung menggunakan tisu.
Rui tersenyum di mana kini Rein Mikha yang menggantikan tugas dan jabatan Kiarra semenjak kematian sang kakak. Naomi mempercayakan perusahaan tersebut kepada salah satu putri Rui untuk dikelola.
***
ILUSTRASI. SOURCE : FREE IMAGES
lele ngebut ah. bisa gak ya sampai akhir bulan 60 eps terus tamat. kwkwkw 😆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Wati_esha
Ternyata Rein yang menggantikan posisimu, Kiarra!
2023-04-03
0
Wati_esha
🤦♀️🤦♀️🤦♀️🤦♀️🤦♀️🙃🙃🙃🙃🙃🙃🙃
ini katanya CEO?
2023-04-03
1
Wati_esha
Tak usah protes, terima saja karena kau tak membantunya sama sekali!
2023-04-03
0