Mulai Jatuh

"Ada Mas, silahkan di pilih di dalam bersama Rozak." Bunga menunjuk ruangan penuh dengan banyak alat bangunan tersebut.

"Maunya sama Dek Bunga yang cantik." ucapnya lagi tak berhenti menatap wajah Bunga.

Sedikit menganga mendengar ucapan laki-laki itu, dia ingin sekali marah tapi kemudian ingat statusnya sekarang ini. 'Baru sadar aku, jika sekarang aku sudah menjadi janda, sehingga ada lelaki yang berani genit seperti ini.' ucapnya di dalam hati.

"Kamu mau beli lem apa mau mendekati pemilik tokonya?"

Raka mendekati Bunga dan menatap tajam laki-laki tersebut.

Wajahnya masam, marah dan benci sungguh jelas sekali.

"Mas Raka." cegah Bunga ketika Raka lebih mendekat, gugup dan juga takut dia marah dan keduanya berkelahi.

"Berani macam-macam, aku bisa menghabisi mu." kesalnya lagi.

Namun laki-laki itu malah tersenyum, dia terlihat tenang dan menantang.

"Kau sudah beristri, tidak baik ikut campur urusan duda dan janda." ucapnya dengan mata tak kalah tajam, menyiratkan permusuhan.

"Kau hanya tidak tahu siapa aku." ucap Raka geram sekali, tersenyum sinis dan kepada duda tampan tersebut.

"Aku tahu siapa kamu, dan aku juga sudah mendengar dari warga kalau kau adalah laki-laki yang punya ilmu bela diri yang hebat. Tapi sayangnya kau sudah punya istri, sehingga tidak mungkin mendekati Dek Bunga. Jadi jangan ikut campur." ucapnya sopan tapi menyinggung.

Ingin sekali Raka menendang pemuda itu, belum lagi penampilannya yang sok tampan menyaingi Raka. Panas rasanya dada Raka, namun demi menjaga image di depan Bunga, dia akan berusaha sekuat hati untuk bersabar.

"Zak, kamu ambilkan lem untuk talang air, Mas ini butuh satu." pinta Bunga kepada Rozak yang baru saja mengeluarkan tumpukan karung.

"Oh, Iya Mbak." Rozak mengambilkannya.

Pemuda tersebut terlihat kesal, gagal mengobrol dengan Bunga gara-gara Raka mendekat dan mengganggu.

"Ini Mas, lemnya." Rozak memberikannya kepada laki-laki itu.

"Terimakasih." ucap duda tersebut, kemudian pergi setelah melirik tak suka dengan Raka.

"Mas Raka tidak boleh seperti itu." ucap Bunga pada laki-laki egois yang masih berdiri bersamanya.

"Mengapa tidak boleh? Dia laki-laki dan aku juga laki-laki. Sebagai sesama laki-laki, tentu kami bisa saling membaca niat dan tujuan jika sudah berhubungan dengan wanita. Terutama wanita itu adalah kamu, Mas tahu persis dia menyukaimu." ucap Raka menatap wajah Bunga.

Bunga membuang pandangannya, tak mau saling menatap dengan Raka.

"Jujur saja, aku masih sangat mencintaimu." ucapnya sengaja semakin dekat dengan wajah Bunga, menghembuskan nafas hangat di dekat telinganya. Dia tak peduli jika saat ini jalanan sangat ramai, dan bisa saja memancing gosip dan prasangka.

"Jangan seperti ini Mas." ucap Bunga gugup, tubuh dan hatinya merespon tak terduga, walau entah apa namanya.

"Masuklah, nanti aku akan menyusul." perintahnya mengejutkan Bunga, tapi kemudian wanita itu menurut.

Raka tersenyum senang, dia yakin sekali jika ajian yang dia kirimkan sudah merasuk ke dalam jiwa Bunga.

"Aku akan mendapatkan dirimu lagi." lirihnya tersenyum senang. Dia sedang bahagia sekali hari ini.

Dari kejauhan, seorang wanita hamil sedang berdiri terpaku, memandangi dua orang laki-laki dan perempuan yang baru saja masuk. Dia mengelus dada dengan tingkah Raka, dia tahu persis jika suaminya masih sangat mencintai Bunga. "Lalu apa artinya aku? Bahkan aku sulit bergerak karena sedang mengandung anakmu Mas Raka."

Tanpa pikir lagi, Dewi berjalan menuju pertigaan jalan. Urung meminta Raka mengantarnya, setelah berpikir sejak tadi pagi, akhirnya ia memutuskan untuk menemui dukun itu bersama ibunya, dia tidak bisa hanya berdiam dengan keadaan seperti ini.

Sementara di dalam toko tersebut, ponsel Raka bergetar disertai notifikasi pesan.

Ia meraih ponsel tersebut, keningnya berkerut membaca pesan dari istrinya.

"Mas, aku pulang ke rumah Ibu." begitu isi pesan singkat Dewi.

"Mengapa tidak bilang dari tadi jika ingin pulang, aku bisa mengantar atau memesankan jemputan." Raka langsung menelepon istrinya.

"Tidak apa-apa Mas, hanya beberapa hari saja, Ibu dan Ibumu sedang mempersiapkan pakaian untuk anak kita, sekaligus mau bikin acara tujuh bulanan minggu depan." ucap Dewi memang benar jika satu Minggu lagi kandungannya berusia tujuh bulan.

"Baiklah." jawab Raka merasa Dewi sedang merajuk.

Tapi kemudian ia malah tersenyum, kepergian Dewi membuatnya bebas mengejar Bunga.

Kembali keluar menyusul Bunga yang sedang makan siang, dia sungguh bersemangat.

"Makan apa Bunga?" tanya Raka dengan senyum mengembang.

"Mas. Hemmm, makan nasi Mas." jawabnya selalu gugup di beberapa hari terakhir ini, entah mengapa menatap dada Raka saja seperti seolah sedang di peluknya.

Hatinya masih sedikit sadar, berusaha sangat sadar. "Astaghfirullah, apakah Mas Raka menjerat aku dengan ilmu pengasihnya?" gumam Bunga khawatir.

Namun hanya khawatir, tentu dia tak bisa melawan, dia tidak faham.

"Mas mau minta boleh?" Raka duduk di samping Bunga, sangat dekat sekali.

"Tidak Mas, kalau Mas mau buat Bunga belikan saja." tolaknya serba salah, hatinya tak bisa di kendalikan, jantungnya berdebar tak beraturan.

Raka tak menyerah, mengambil sendok dari tangan Bunga, lalu menyendok nasi tersebut dan memakannya.

"Jorok Mas, itu bekas Bunga." pelan suaranya masih terdengar.

Raka terkekeh senang. "Ini hanya bekas liurmu, yang di bawah sana saja aku pernah menikmatinya." bisik Raka terdengar menggelitik, sengaja dekat sekali di telinga Bunga, menggoda jiwa kesepian seorang janda.

"Astaghfirullah." ucap Bunga berusaha sesadar-sadarnya.

Raka beranjak, meninggalkan wanita yang sedang menahan gejolak dan malu itu.

"Aku pastikan malam ini kau akan sulit tertidur nyenyak, kau pasti akan menginginkan aku." Raka tertawa senang setelah berada di dalam tokonya.

Jika hari ini belum mendapat hasil, maka ia akan mengulang keesokan harinya, terlebih lagi semakin hari sikap Bunga semakin tunduk kepada Raka. seolah seperti sedang berpacaran.

Setiap hari setiap malam ia terus saja mengamalkan mantera pengasih kepada Bunga, tak akan menyerah. Hingga dia merasa Bunga sudah sangat jatuh cinta padanya, Raka sangat yakin.

Suatu sore yang mendung, gelap hingga hujan turun.

Bunga yang tidak bisa menyetir mobil, setiap harinya hanya naik ojek. Tapi ketika hujan deras, petir seperti ini tak akan ada ojek yang berlalu lalang mencari penumpang.

"Mbak mau di temani menunggu atau saya antar saja?" Rozak terlihat bimbang ketika akan pulang menerobos hujan lebat.

"Rozak pulang saja jika khawatir dengan Bu Dhe, biar aku di sini menunggu hujan reda. Nanti aku akan minta Bapak saja menjemput aku." jawab Bunga.

"Baiklah kalau begitu, saya duluan ya Mbak." ucapnya memakai helm butut bersiap untuk pulang.

"Iya Zak, hati-hati." jawab Bunga tetap berdiri di dalam toko, enggan keluar karena petir-pun sesekali menyambar.

Kini hanya tinggal dia sendiri, pukul lima seperti sudah malam dengan hujan lebat dan listrik ikut mati. Bunga menyalakan salah satu senter untuk menerangi ruangan itu.

"Merasa tak aman jika pintu toko tetap terbuka, dia berpikir akan menguncinya.

Namun begitu terkejut ketika melihat sosok laki-laki gagah masuk lalu mengunci pintunya, mendahului Bunga.

Terpopuler

Comments

yamink oi

yamink oi

hayooo Arep ngapa....

2023-04-27

3

MasWan

MasWan

wah mulai lagi nih si Arka

2023-03-21

2

Indriyani Pkl

Indriyani Pkl

ini gmn ceritanya katanya iyan sebelum mninggal arka tidak akan prnah bisa mendapatkan melati, lha ini kok lagi-lagi pelet, masa may mengulang dosa lagi katanya brarti kata² terahir iyan g' ngefek

2023-03-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!