Bisa kurus kering

'Bagaimana bisa Mas Raka tiba-tiba punya Toko bersebelahan dengan ku, padahal sebelumnya Mang Jojo tidak menjual rukonya, bahkan ingin di sewa oleh Mas Gibran dia tidak memberikannya.' Bunga bergumam di dalam hati, ia kembali menoleh orang yang masih belum beranjak, memandangi Bunga dengan senyum manis. Bunga segera masuk ke dalam tokonya.

"Mbak, mau sholat?" tanya Rozak menawarkan Bunga istirahat lebih dulu.

"Iya Zak, jaga sebentar ya." pinta Bunga meraih tasnya.

"Iya Mbak." ucap pemuda tersebut, duduk di atas tumpukan semen yang di tutup karung.

Bunga menuju ruangan kecil yang sengaja di sediakan Iyan untuk sholat dan istirahat.

Hingga sore menjelang. Pukul 16:30. Semua toko sudah mulai berkemas dan tutup, tak terkecuali toko milik Bunga. Bunga menutup toko tersebut dan menunggu ojek untuk pulang.

"Bunga."

Suara yang sangat familiar itu membuatnya menoleh.

"Kamu belum pulang?" tanya Raka melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Belum Mas, tadi memberikan gaji untuk Rozak dan teman-temannya dulu. Sekalian hitung-hitungan untuk membayar barang besok." jawab Bunga apa adanya.

"Oh, baguslah. Ku lihat Toko mu sangat ramai pembeli." Raka tak mau kehilangan bahan obrolan, hanya membahas toko melati agar wanita itu tidak segera pergi.

"Iya, Alhamdulillah. Cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan teman-teman Mas Gibran yang bekerja disini, itu juga rezeki mereka." jawabnya tersenyum sedikit, menoleh kiri kanan menunggu ojek lewat.

"Sepertinya tukang ojek sepi sore ini. Bagaimana kalau aku yang mengantarmu?" Raka menawarkan diri.

Bunga menoleh laki-laki disampingnya itu, dia terlihat tampan dengan balutan pakaian mahal dan rapi.

Dari dulu dia memang tampan, hanya saja perangainya yang membuat melati berpaling. Bahkan statusnya sebagai anak orang berduit menambah nilai plus untuk Raka Wijaya.

Tubuhnya yang tidak pernah di pakai untuk mencangkul masih tegap dan gagah, Wajah, kaki dan tangannya putih bersih. Dan tentu saja dulu menjadi bahan pujaan gadis-gadis desa di sini. Beruntung ketika itu dia memilih Bunga.

"Bunga." panggilnya mendapati Bunga sedikit melamun memperhatikan dirinya.

"Oh, maaf Mas. Sebaiknya Mas Raka pulang duluan saja." jawabnya mengingat jika sebelumnya menawarkan untuk pulang bersama.

"Aku tidak mungkin meninggalkanmu sendirian di sini." Dia meraih kursi plastik yang ada di depan tokonya, memberikan kepada Bunga.

"Terimakasih Mas." berdiri hampir lima belas menit membuatnya lelah.

Raka menatap lekat wanita yang baru saja menjanda itu, wajahnya yang cantik dan tubuhnya yang molek membuat pikiran Raka berkelana kemana-mana. Senyum licik terlihat di bibirnya.

'Mantera pengasih tentu akan berguna jika sudah tak ada Gibran.'

Raka mulai berkomat-kamit seraya mendekati Bunga. Menghembuskan pelan di dekat telinga Bunga, dan beruntungnya lagi wanita dua puluhan itu menoleh dan terkejut hampir berciuman dengan Raka.

"Mas!"

Keterkejutan yang tak di sia-siakan Raka, semakin menghujaninya dengan ilmu pengasih yang dia miliki.

Matanya saling menatap, senyum Raka, terlihat lebih manis, sengaja menggoda imaginasi Bunga yang kosong.

"Raka!"

"Joko!" Raka terkejut dengan kehadiran tiba-tiba makhluk yang belakangan usil mengganggunya.

"Siapa?" tanya Bunga heran dengan Raka.

"Ah itu tadi aku seperti melihat teman lama." kilahnya tersenyum kaku.

Bunga tersenyum, lalu menunduk mendadak berdua dengan Raka menjadi serba salah.

"Berapa ajian kamu kasih makan ke dia?" ucap Joko menggeleng dengan kelakuan Raka.

"Cuma dua ajian, Semar mesem dan jin pengendali Sukma untuk Bunga. Satunya nanti malam setelah dia tidur, aku akan memaksa jiwanya selalu gelisah jika tidak bertemu dengan aku." jawab Raka, berbicara di dalam hati.

"Gila kamu, dia bisa kurus kering." jawab Joko mendekati Bunga.

Mata ghaibnya tentu bisa melihat bagaimana asap tipis ajian itu mengelilingi Bunga, menyatu dengan udara dan terhisap masuk lewat hidung, mata dan mulut jika sedang terbuka.

Makhluk itu mengibaskan tangannya menjauhkan asap tipis tersebut namun percuma, sebagiannya sudah masuk terhisap oleh Bunga.

"Bukankah jatuh cinta itu sangat nikmat jika berhasil memilikinya?" sindir Raka kepada Joko.

"Tapi aku tidak akan melakukan hal licik seperti dirimu." jawabnya dengan bangga.

Raka tertawa di dalam hati. "Tentu saja tidak, karena Tiara masih kecil. Jika beberapa tahun lagi dia sudah dewasa? Aku jamin kau akan mempertaruhkan segalanya untuk mendapatkan gadis itu, terlebih lagi kecantikannya akan mengundang banyak lelaki untuk mendekat, bahkan bersedia bertarung mati-matian demi mendapatkan dirinya. Kau pasti akan terpancing, turun tangan ikut bertarung memperebutkan dirinya. Aku yakin matipun kau bersedia asalkan bisa memilikinya." Raka kembali tertawa mengejek, meskipun hanya di dalam hati.

Joko tampak kesal dengan apa yang dikatakan Raka, tentu saja apa yang dikatakannya adalah benar. Dia bisa melihat masa depan yang rumit tersebut. Bahkan dia tahu akan ada hal menyedihkan hingga terluka parah tubuhnya, juga hatinya.

"Jadi, jangan ikut campur tentang bagaimana aku ingin mendapatkan Bungaku kembali. Lebih baik kau pikirkan bagaimana caranya agar Tiaramu itu menjadi milikmu selamanya."

Joko tertunduk.

Dia selalu bersama Tiara, mengikutinya dan menjaganya. Bahkan saat Tiara tidur, Joko duduk di kolong ranjang dengan senyum mengembang, mengawasi anak manusia itu. Nyamuk yang berdenging pun menjadi musuh baginya.

"Hahahaha..." Raka tertawa keras di dalam hati, bahkan terlihat mengulum senyum di bibirnya. Ingin sekali menertawai Joko secara nyata.

"Tapi aku tidak menyentuhnya, aku akan menjaganya." ucap Joko terdengar sedih.

"Belum." ucap Raka lagi. "Nanti setelah dia dewasa, kau akan gila jika tidak menyentuhnya."

Joko menarik nafas berat, dia jadi gelisah dengan cinta beda dunia yang akan dia hadapi.

Memilih pergi meninggalkan Raka, dari pada gila karena bicaranya yang membuat Joko bingung sendiri.

"Mas Raka," panggil Bunga pada akhirnya, setelah kebisuan beberapa saat.

"Iya Bunga." jawab Raka pelan, dan mendekatinya.

"Terimakasih sudah menemani Bunga." ucapnya beranjak.

Ternyata seorang tukang ojek sudah ada di depan toko mereka.

'Ah sial!' umpatnya, tidak suka dengan kedatangan ojek tersebut.

"Hati-hati Bunga." ucapnya tersenyum, padahal hatinya kesal.

"Gara-gara menertawai Joko aku jadi lengah, dan dia pulang." kesalnya lagi.

"Atau jangan-jangan?"

Raka mengepalkan tangannya, kedatangan Joko bukan untuk mengacau saja, melainkan mengundang tukang ojek untuk lewat.

"Joko!" teriaknya marah.

Tentu saja Joko di rumah Bunga sedang tertawa cekikikan dengan kemarahan Raka.

"Mana mungkin aku diam saja sementara kekasihku sedang bersedih ibunya belum pulang." Joko tertawa senang, melihat Tiara yang cantik duduk di sampingnya dengan mata terpejam, dia mengantuk.

Joko mengelus kepala Tiara, memandangi wajahnya dengan tersenyum-senyum sendiri.

Dia terlalu menyayanginya, bahkan untuk menyentuh sedikit dia urung karena takut kulit putih bersih Tiara ternoda.

"Aku benar-benar sudah gila." Joko menjatuhkan dirinya di lantai, merasa dirinya terlalu konyol dan bodoh.

Terpopuler

Comments

MasWan

MasWan

namanya sesuai juga sih, joko, sosok pria yg punya cinta buta, tapi sayang joko ini dari bangsa jin

2023-03-21

1

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

gedebruk !!! iisshhh kirain suara karung beras jatuh eehh ternyataJoko yg lg menggalau sampe2 banting badan ,untung lantai nya ga rusak Jok !!😑😐

2023-03-19

6

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!