Dimas tak bisa tidur malam ini, ia merasa bersalah, ia terus menerus menyiksa dan bahkan mencela Luna. Memberi tuduhan yang membuatnya sakit hati. Juga melakukan hal yang bisa dikategorikan sebagai tindakan pel*cehan.
"S*al!!" Dimas bangkit, ia menendang selimut. Mengusap dadanya yang berdebar dengan cepat. Debaran aneh itu kembali, mengerayap dan membuatnya kesal. Debaran menyebalkan yang membuat perutnya berdesir geli.
Dimas beranjak keluar kamar menuju ke dapur, berharap segelas air dingin bisa membantunya tidur. Dimas kaget karena saat ia melangkah, tubuh Luna menabrak tubuhnya. Luna oleng, beruntung Dimas sigap menangkap dan membantu Luna berdiri dengan benar.
"Eh, sory!" Luna tak sengaja menumpahkan air minum ke kaos Dimas, ternyata dia juga kehausan dan terbangun untuk segelas air dingin.
"Aku juga salah, jalan cepat-cepat." Dimas menggaruk kepalanya canggung.
"Ja ... jadi basah gini." Luna mengusap kaos Dimas.
"Ng ... nggak apa kok." Dimas bisa merasakan sentuhan tangan Luna pada tubuh atletisnya. Hangat dan dingin di saat yang sama. Luna sadar dan langsung menarik tangannya dari dada bidang Dimas.
"A ... aku balik."
"Iya," jawab Dimas.
Keduanya menjadi canggung. Langkah keduanya saling tertambat, Luna ke kiri Dimas ke kiri, begitu pula saat ke kanan.
"Ah, kamu duluan."
"Kamu duluan saja," lirih Luna.
Keduanya tak ada yang mau bergerak duluan, sama-sama memilih untuk menikmati keheningan itu.
"Nggak bisa tidur?" Pertanyaan Dimas memecah keheningan.
"Iya," angguk Luna.
"Sama."
"Kenapa? Apa kamu lapar? Mau aku masakin sesuatu? Atau mau aku bikinin su-su coklat?" Luna menawarkan kebaikan hatinya.
"Su-su coklat sepertinya enak." Dimas tidak lapar, namun entah kenapa ia tak mau menyia-yiakan tawaran Luna. Ingin bersama dengan gadis itu lebih lama lagi.
"Duduklah, aku buatin sebentar." Luna menyalakan lampu.
Dimas menurut, ia pun duduk sementara Luna mulai menggelung naik rambutnya supaya tidak mengganggu dan mulai meracik susu coklat. Ia mengambil gelas dari lemari atas kitchen set. Dimas menatap tubuh Luna dari belakang. Leher jenjang dan rambut halus di tengkuknya memanggil Dimas untuk menciumi bagian itu.
Masih bisa Dimas bayangkan aroma wangi dari tubuh Luna saat mereka menghabiskan malam pertama. Mendadak, jantung Dimas berloncatan, berdebar dengan sangat cepat, Dimas bisa merasakan debaran aneh itu kembali lagi. Geli!!
"Ah, Dim. Minta tolong donk!" Luna tak bisa meraih toples gula di bagian rak kedua meski ia telah berjinjit.
"Ah, iya," jawab Dimas dan gegas menghampiri Luna. Ia meraih toplesnya dengan mudah dari belakang Luna.
Tubuh Dimas seakan memeluk Luna dari belakang. Luna langsung menunduk, kenapa ia berdebar hanya karena menghirup aroma maskulin yang menguar dari tubuh Dimas??
Tatapan Dimas kembali pada leher jenjang Luna, gadis itu hanya memakai gaun tidur tipis dengan model tali sejari. Dari posisinya saat ini, Dimas dengan mudah bisa melihat be-lahan dada Luna dari belakang. Apel Adam Dimas kembali naik turun. Ingin merasakan betapa indahnya bersatu dengan tubuh mungil Luna satu kali lagi.
Luna memejamkan matanya saat tangan Dimas mengusap pelan leher dan turun ke dadanya. Mengusap lembut sepelan mungkin. Luna merasakan getaran hebat hanya karena ra-ngsangan ringan yang diberikan oleh Dimas. Tangan Dimas yang lain menuruni pinggang Luna sampai ke pinggul Luna hendak menyibakkan roknya.
"Dim ..." lirih Luna. Mereka ada di dalam rumah, Surya dan Jaenap bisa memergoki mereka berdua.
"Ssstttt ..." bisik Dimas seraya menurunkan satu tali sejarinya lalu mengecup pundak Luna.
"Dim, jangan Dim. Papamu di rumah. Ada bibi Jaenap juga." Luna bergeleng, ia ketakutan.
"Papa sudah tidur, dan Bibi nggak akan bangun kalau kamu nggak berisik." Dimas memutar tubuh Luna, kini mereka saling berhadapan. Dada Luna naik turun karena napasnya mulai menderu, sedangkan mata Luna terus menghindar dari tatapan Dimas. Luna tak ingin terjatuh pada dosa yang bisa menyeretnya masuk ke dalam neraka. Luna tahu saat detik ia menatap mata Dimas, ia tak akan bisa menolak godaannya.
Sepintas bayangan menyakitkan kembali merajai hati Luna. Bayangan malam pertama dan juga bulan madu yang ia habiskan bersama dengan Dimas. Bayangan tatapan mata tajam dan ucapan sarkastik Dimas. Apakah kali ini juga sama?? Kelembutan sentuhan Dimas hanyalah sebuah kamuflase untuk merajamnya dengan kebencian??
Luna semakin menundukkan wajahnya. Dimas mencubit dagu Luna supaya wajahnya tidak menghindar. Wajah Dimas maju, hendak menyentuhkan bibirnya dengan bibir Luna. Luna langsung mengangkat tangan dan mendorong bibir Dimas.
"Dim ... please, aku tahu kamu benci sama aku. Aku minta maaf kalau aku salah, Dim. Tapi please, nggak gini caranya. Aku mama kamu, Dimas." Ya ... Luna masih mengira Dimas membencinya. Padahal kebencian di dalam hati Dimas selama ini terjadi karena rasa cemburu. Hanya pria itu baru menyadarinya sekarang.
Dimas mencekal kedua pergelangan tangan Luna dan membuat wajah keduanya kembali bertemu, kembali sangat dekat.
"Apa kamu serius cuma mau dianggap Mama, Luna? Cuma mau dianggap ibu tiri?" Dimas bertanya. Luna tercekat.
...-- BERSAMBUNG --...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Erna Fadhilah
la trs maunya apa la udah terlanjur juga papamu nikah sama luna
2023-11-16
0