Dimas mengerem dalam dalam, membuat bunyi dencitan yang memekikan teliang. Untung saja ia berhenti di jalanan sepi, jadi tak ada yang protes saat Dimas mengeren dadakan. Dimas meloncat turun dari atas motor.
"Argh!!" geramnya.
Dimas merogoh saku celana jean dan mengambil sebatang rokok. Tanpa ragu ia menghisapnya dalam-dalam dan duduk pada jog motor sportnya. Dimas merokok, sembari menatap aliran tenang sungai yang terlihat di atas jalan layang ini.
"Gadis itu, aku kira cewek baik-baik. Ternyata juga sama bobroknya dengan cewek lain." Dimas berdecih, ia meniupkan asap rokok ke atas kepala dan langsung hilang tersapu angin.
Dimas melamun, ia melihat telapak tangan yang tadi menyentuh dada Luna. Dalam lamunanan ia teringat dengan pertemuan pertamanya dengan Luna dua bulan lalu.
.
.
.
Hari yang cerah, tidak turun hujan. Dimas masuk ke dalam sebuah mini market di dekat kampus. Ia ingin membeli kopi dari mesin otomatis dan juga beberapa camilan untuk menemaninya membuat tugas kampus.
Saat Dimas tengah sibuk memilih snack, pintu mini market kembali terbuka. Seorang gadis masuk ke dalam, ia mengambil sebotol air mineral dingin dan menempelkannya pada leher. Segarnya menghapus gerah.
Rambut panjang hitam lurusnya diikat ala ekor kuda, menyisakan anak rambut di tengkuk dan telinga, membuatnya terlihat seksi meski hanya kaos oblong dan celana jeans sebagai outfit. Dimas terus melihat ke arah gadis itu tanpa berkedip. Dimas bisa melihat keringat yang menetes dari anak rambutnya yang basah. Apa gadis itu berlari? Karena apa?
"Segarnya," helanya lega sambil tersenyum. Yup, dia adalah Luna, bagi Dimas, hari itu adalah pertemuan pertamanya dengan Luna. Senyuman manis gadis itu mengingatkan Dimas pada sosok cinta pertamanya yang kini entah ada di mana.
Dimas langsung melingsung di balik lemari snack saat Luna membuka mata. Tak ingin ketahuan sedang mencuri pandang. Luna juga tampak acuh karena banyak hal yang berkecambuk di dalam benaknya saat ini. Tak ada waktu untuk melihat sekeliling, ia sedang dirundung masalah pelik belakangan ini karena papanya terjegal kasus korupsi.
"Ini saja, Kak?" tanya petugas toko saat Luna menyerahkan sebotol air mineral dan satu buah roti, juga sebuah pembalut karena ia datang bulan.
"Iya," jawab Luna.
"Totalnya 45 ribu, Kak."
Luna memberikan kartu debit, namun saat Luna mencoba memasukkan nomor pinnya, selalu saja pembayarannya gagal. Ternyata semua perbankkan milik keluarganya sudah dibekukan.
"Ada kartu yang lain, Kak?"
Luna mencoba semua kartunya, biasanya ia bisa membeli banyak buku novel dengan kartu-kartu itu tanpa takut limitnya habis. Namun kali ini, tak ada satu pun kartu yang bahkan bisa ia pakai untuk membeli barang seharga kurang dari lima puluh ribu.
Luna menelan ludahnya dengan berat. Ia melihat isi di dalam dompet, hanya tinggal lima puluh ribu dan tiga lembar uang lima ribuan. Dengan berat hati Luna menggeser roti dari daftar belanjaannya. Hanya menyisakan air dan juga pembalut. Pembalut adalah satu hal yang tak bisa Luna tawar saat ini. Perut keroncongannya masih bisa ditahan dengan sebotol air.
"Ini aja deh, Mbak." Luna mengeluarkan lima puluh ribu, kembali lima belas ribu. Kini sisa uangnya tinggal tiga puluh ribu saja.
"Makasih, Mbak," ucap Luna seraya keluar dari mini market, ia duduk di depan minimarket. Duduk di meja yang memang disediakan untuk para pembeli menikmati mi instan atau makanan lain dari minimarket. Luna membuka segel air dan menenggak air mineral itu dengan cepat.
Dimas mengamati Luna dari kejauhan, ia melihat dari belakang. Dimas juga terus mengamati Luna saat petugas kasir menghitung barang belanjaannya.
"Dua ratus tiga puluh lima ribu, Kak."
"Ini." Dimas menyerahkan kartunya tanpa mengalihkan tatapan.
"Oh, tolong tambah ini juga." Ia menggeser roti yang belum sempat dikembalikan ke tempat semula. Roti yang tidak jadi dibeli oleh Luna.
"Siap, Kak."
Setelah membayar barang belanjaannya, Dimas meminta petugas kasir untuk memberika rotinya pada Luna, namun tanpa memakai nama Dimas karena takut Luna tersinggung. Luna pastilah bukan pengemis, Dimas tahu itu.
"Kak, tadi ada orang yang beli promo beli kopi gratis roti, tapi ia tak mengambil rotinya karena sudah makan. Apa kamu mau?? Roti ini gratis." Petugas kasir menyerahkan rotinya pada Luna.
"Eh, gratis? Untukku?"
"Iya, ambil saja."
Luna terlihat gembira, ia langsung memakan dengan lahap roti pemberian kasir toko tanpa tahu kalau Dimas yang membayarnya. Perut Luna keroncongan karena ia belum makan apa pun sejak pagi tadi. Sejak pihak juru sita menyita rumah dan mengusirnya. Apa lagi siang ini ia datang bulan, membuat perutnya semakin lapar dan lemas.
Begitu kenyang, Luna jadi memiliki keberanian untuk menghubungi Surya. Sementara Dimas hanya tersenyum manis dari seberang jalan. Ia terus melihat Luna dan baru pergi setelah rotinya habis. Saat itu, Dimas tidak pernah menyangka kalau Luna akan menjadi ibu tirinya.
.
.
.
"F*ck!!" umpat Dimas, ia menginjak puntung rokoknya. Hatinya berdesir nyeri, kenapa dia begitu terluka saat tahu Luna bukanlah gadis baik seperti yang ada di dalam bayangannya??
Benarkah hanya karena papanya telah melupakan mamanya? Atau ada hal lain yang mengganjal di dalam hati Dimas?
...--BERSAMBUNG--...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Erna Fadhilah
kamu cari tau dulu dim dan kamu cepetan aja nikahi luna kalau kamu ga mau luna jadi mama tirimu
2023-11-16
0
BELLE AME
Ikutan miris Dimas 🥹🥹🥹
2023-09-11
0