Pernikahan Luna semakin dekat, kurang satu minggu lagi. Tak ada yang Luna undang. Keluarga besar Ryanto sudah menolak Luna, juga teman-teman di kampusnya sudah mengucilkan Luna, ia tak memiliki teman.
Hanya sang ayah yang Luna harapkan bisa hadir di hari pernikahannya. Luna mengunjungi papanya yang ada di dalam sel. Namun bukannya menyambut baik keinginan Luna, ia justru menatap Luna dengan tajam.
"Luna? Kenapa kemari, Nak? Papa bilangkan jangan sering-sering kemari. Nggak bagus buat nama baikmu dan calon suamimu!! Gimana kalau ada orang yang lihat dan bikin prasangka?"
Bukannya tidak suka Luna datang, atau tidak sayang. Benny hanya takut namanya bisa mempengaruhi nama baik Luna. Anaknya sudah cukup menderita, jangan hanya karena sering menjumpai ayahnya yang mendekam di bui, nama Luna sebagai calon istri Surya juga ikutan cemar.
"Mas Surya nggak pernah ngelarang Luna buat jenguk Papa kok." Luna bergeleng.
"Tetap saja, kamu sudah akan menikah dan menjadi istri orang. Jangan gegabah begini. Suamimu itu pemimpin perusahaan besar, koleganya pasti banyak." Benny menggenggam tangan Luna.
Wajahnya terlihat pucat dan juga lebih tirus dari terakhir kali mereka bertemu. Luna menjadi khawatir, jangan-jangan ayahnya tidak makan dengan baik dan teratur, bagaimana kalau beliau sakit?
"Luna kemari karena punya tujuan, Pa." Luna menggenggam tangan Benny.
"Papa nggak mau datang, Luna. Keputusan papa sudah bulat." Sahut Benny sebelum Luna sempat membuka mulut. Benny sudah menolak permintaan Luna sebelum ia merenggek.
"Tapi ... Luna putri papa satu-satunya dan Luna akan menikah. Kenapa papa tega memutuskan secara sepihak untuk tidak datang ke pernikahan Luna? Padahal Luna sudah mengupayakan berbagai macam cara sampai akhirnya mendapatkan ijin bebas bersyarat selama satu hari." Luna meninggikan suaranya. Kenapa pria paruh baya ini bebal sekali?? Kenapa dia sangat bersikukuh untuk tidak hadir di pernikahan putrinya sendiri?
"Kamu mau papamu ini datang ke pesta pernikahanmu dengan baju pesakitan?? Dengan baju oranye ini?? Jangan gila kamu, Nak. Kamu bisa menjadi omongan orang seumur hidupmu. Kamu tak hanya akan mempermalukan dirimu sendiri, namun juga suamimu." Benny menghela napas, ia mengelus tangan lembut putri semata wayangnya itu. Sepertinya menjadi seorang pesakitan juga tidaklah buruk, Benny bisa mengelus dan mengusap tangan Luna dalam waktu yang lama. Selama ini dia hanya memikirkan pekerjaannya dan tak pernah membina hubungan yang baik dengan Luna. Benny hanya berpikir kalau tumpukan harta warisannya kelaklah yang mampu membuat Luna bahagia. Bukan kehangatan tangannya yang membelai tangan atau pun kepala Luna.
"Kenapa sih, Papa selalu mikirin perasaan orang lain terus?? Luna ini anak papa, Luna tidak malu mengakui papa meski pun papa memakai baju oranye itu." Akhirnya Luna menangis, ia tahu papanya orang jahat, tukang korupsi, namun satu hal yang Luna yakini, Benny adalah orang yang menyayangi Luna dengan sepenuh hatinya.
"Pokoknya enggak!! Papa nggak mau! Sudah kalau kamu terus merenggek tentang hal ini lebih baik papa masuk lagi ke sel!!" Benny bangkit, hendak meninggalkan Luna.
"Hiks ... hiks ... papa jahat." Luna terisak, air matanya luruh bagaikan air terjun.
"Maafin papa, Nak. Tapi semua juga demi kebaikanmu." Benny kembali duduk, ia tak tega melihat putrinya menangis.
"Hiks ..." Luna mengusap wajahnya, menghilangkan air mata. Gadis itu mencoba tegar.
"Bagaimana dengan keluarga Surya? Apa mereka baik kepadamu? Surya punya satu orang anak kan? Kalau nggak salah namanya Dimas, kalian sering bermain bersama saat masih kecil. Kalian sangat akrab. Harusnya kalian bisa cocok menjadi keluarga." Benny menceritakan masa kecil Luna dengan Dimas, supaya Luna kembali tersenyum.
"Eh? Kami berteman saat masih kecil??" Luna memang mengaggumi Dimas saat SMA, namun tak pernah menyangka ia pernah dekat dengan Dimas sebelumnya.
"Iya, saat itu kamu masih kelas satu SD, sedangkan Dimas kelas tiga, ah ... mungkin kamu sudah lupa. Saat itu papa belum dipindah tugaskan ke luar pulau, kejadiannya sudah lama sekali.” Benny tersenyum hangat.
"Benarkah?" Luna ikut tersenyum. Wajah ayunya terlihat manis dengan dua buah lesung pipi.
"Benar. Papa hanya berharap dia juga mau menerimamu apa adanya sama seperti saat kalian berteman dulu." Benny menepuk-nepuk punggung tangan Luna.
"I ... iya, Pa." Luna tergagap. Sayangnya Dimas sangat membenci Luna, sampai tega memanggilnya dengan sebutan wanita ja-lang. Bahkan menyentuh tubuh Luna seenaknya sendiri seakan tubuh itu sungguh tidak bernilai.
...-- BERSAMBUNG --...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Erna Fadhilah
bingung mau komen apa
2023-11-16
0
dementor
😍😍😍😍😍😍😍
2023-05-10
1