Alby, langsung bergegas menuju kantor penyidik. Sesampainya disana, kedatangannya langsung disambut oleh James di parkiran.
"Tuan.." Sapa James.
"Sudah berapa lama Zora didalam." Alby memastikan.
"Hampir 4 jam Tuan." Jawab James, lesu.
Alby kembali mengambil langkah, masuk kedalam ruang penyidik dimana Zora sedang berada.
Saat melihat Alby, Zora langsung memasang wajah juteknya. Jelas saja ia kesal!
Zulhan, yang tahu Alby datang. Langsung kembali keruangannya.
"Tuan Alby.. Kau disini." Imbuh Zulhan, yang masuk keruangan itu setelah Alby.
"Bukankah aku sudah menarik laporan ku." Pungkas Alby, tampak kesal.
Zulhan mengernyitkan keningnya.
"Tapi, bukankah setelah itu Anda kembali mengirimkan ku laporan yang baru." Zulhan berjalan ke arah meja kerjanya. Meraih dokumen yang tergeletak di atas sana, setelahnya menunjukkan dokumen itu pada Alby.
Alby meraih dokumen itu, lalu memeriksanya dengan teliti. Ia tak merasa pernah membuat laporan seperti itu. Terlebih ditujukan pada Zora.
"Aku tidak pernah mengirimkan laporan ini." Sarkas Alby.
"Tapi-" Zulhan menjadi terbata, ia sendiri pun bingung.
"Jika memang laporan itu dari ku. Aku menariknya kembali." Ucap Alby, setelah itu menarik pergelangan Zora dan membawanya keluar dari ruangan itu setelah melemparkan berkas yang ada ditangannya ke atas meja kerja Zulhan.
"Naik mobilku saja," Ujar Alby ketika mereka sudah sampai di parkiran. "James, kau kembali kerumah saja." Lanjut Alby, pada James yang tadinya sedang mengobrol dengan Rein.
"Baik, Tuan." James mengangguk.
Pun dengan Rein yang langsung mematikan rokoknya, dan masuk kedalam mobil.
"Jika laporan itu bukan darimu, lantas dari siapa?" Tanya Zora, dengan nada kecewa. Ditengah - tengah perjalanan mereka.
"Aku juga tidak tahu." Jawab Alby, sambil mencoba berfikir.
Rein sesekali melirik ke arah spion mobil, melihat ke arah belakang dengan heran. Timbul pertanyaan dalam benaknya, sejak kapan hubungan Zora dan Alby menjadi membaik? Dan itu, membuat ia semakin panas.
Sedangkan Zora, kembali melamun dengan tatapan kosongnya. Beberapa saat sebelumnya, ia menerima pesan dari orang suruhannya. Bahwa ia menemukan seseorang yang mencurigakan di saat kecelakaan Alby saat itu.
*
"Bu.. Mengapa duduk diluar?" Tanya Zora, ketika sampai diruang rawat Ayahnya, justru melihat ibunya sedang duduk seorang diri di kursi tunggu yang berada di luar ruang rawat Ayahnya.
"Zora, kau sudah sampai." Ujar Ibu Amy, yang mendongakkan wajahnya ke arah Zora. "Alby, kau juga sudah kembali, ibu pikir kau kemana tadi menghilang tiba - tiba." Ibu Amy mengalihkan pembicaraan.
Zora duduk di samping Ibunya.
"Tadi, Alby pergi menjemput Zora, Bu. Maaf langsung pergi tanpa beritahu ibu." Jawab Alby, yang masih berdiri ditempat semula.
"Kenapa tidak duduk didalam saja, istirahat.." Lanjut Zora. Dan sesaat kemudian, Lauren keluar dari ruang rawat Ayah Eric.
"Ada apa ini, mengapa semuanya berkumpul di sini?" Tanya Lauren, dengan nada ketus.
"Lauren, apa kau yang menyuruh ibu ku untuk menunggu di luar?" Zora, berdiri dan langsung menghadang Lauren. Ia sudah hafal betul dengan sifat Kakak tirinya itu.
Lauren justru terkekeh, "Ibu mu saja yang suka menyendiri." Sahut Lauren, lalu melirik sinis ke arah Ibu Amy yang terus menunduk di tempat ia duduk.
Zora, meremas geram tangannya. Berdebat dengan Lauren, hanya akan menghabiskan energinya.
"Bu, ayo kita masuk." Zora, menuntun ibunya untuk bangun. Lalu, membawa Ibu Amy masuk kedalam ruang rawat Ayah Eric.
Lauren, kembali tersenyum sinis ke arah Alby.
"Selain bodoh, ternyata kau juga pria yang berlapang dada. Bisa menerima kesalahan istri mu dan memaafkan nya begitu saja." Lauren terkekeh, padahal sebenarnya ia kesal. Kebohongannya tak berpengaruh pada hubungan Zora dan Alby, justru mereka terlihat semakin lengket.
Lauren tak tahu saja, ada jurang yang sedang menunggu di ujung jalan pernikahan Alby dan Zora.
Alby tak menghiraukan ucapan Lauren, ia memilih berjalan melewati Lauren dan masuk kedalam ruang rawat Ayah mertuanya itu.
Ibu Amy, terlihat lesu dan lelah. Ia sudah menjaga suaminya berhari hari dirumah sakit. Ditambah lagi dengan kondisi Ayah Eric yang tak kunjung membaik, membuat mental Ibu Amy juga menjadi drop.
"Bu.. ada apa, Apa yang sedang ibu pikirkan?" Tanya Zora, memecahkan keheningan, juga membuyarkan lamunan Ibu Amy.
"Ti-tidak ada." Ibu Amy menggeleng pelan, lalu setelahnya kembali menunduk.
"Ibu tampak pucat," Zora mengusap lembut pipi wanita paruh baya itu. "Begini saja, ibu pulang saja hari ini. Biar aku dan Alby yang jagain Ayah dirumah sakit." Ucap Zora, yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Alby. Bagaimana tidak, itu di luar kesepakatan.
"Apa yang kau ucapkan itu! Aku belum tentu menyetujuinya." Bisik Alby, sambil mengeratkan giginya.
Tampaknya, Ibu Amy menyadari rasa keberatannya Alby.
"Tidak apa, jangan menyusahkan Alby. Lagi pula dia pasti sibuk dengan pekerjaannya." Sahut Ibu Amy, menolak permintaan Zora.
"Tidak apa - apa bu, untuk hari ini saja. Ibu istirahat yang nyenyak dirumah." Zora memaksa.
Lagi dan lagi, Alby mengeratkan giginya geram.
"Mengapa tak tanya dulu, aku setuju atau tidak!" Alby kembali berbisik.
"Ajukan syarat apapun, aku akan menurutinya." Zora balas berbisik.
Lalu setelahnya Zora bangkit dari duduknya, membereskan barang barang ibunya.
"Alby, bisa tolong antarkan ibu ku ke mobil. Dan minta Rein mengantarnya kerumah." Ujar Zora, sambil menyodorkan tas berisi barang - barang ibu nya ke arah Alby.
Alby, menatap Zora sambil menyipitkan matanya.
"Ibu bisa sendiri." Ibu Amy berniat meraih tasnya dari tangan Zora.
Namun Zora dengan cepat mengelaknya. "Tidak, Bu. Ini tugas menantu laki-laki." Imbuh Zora, sambil menyengir lebar.
Alby tampaknya tak punya pilihan, untuk 3 bulan ini ia hanya bisa patuh dan menurut saja pada Zora.
Alby meraih tas itu dari tangan Zora. Lalu bangkit dari duduknya. Walaupun terpaksa ia tetap melakukannya.
Zora, memandang punggung keduanya saat keluar dari ruangan itu.
Paling tidak, akhirnya ibunya bisa merasakan memiliki menantu lelaki.
Zora, menghela napas dalam. Lalu berjalan menuju ranjang Ayahnya. Merapikan selimutnya dan menatap sendu ke arah wajah Ayahnya yang tampak seperti sedang terlelap. Sedangkan di tubuhnya, di penuhi dengan segala peralatan medis, kepalanya juga masih diperban.
"Cepat sembuh Ayah, sebentar lagi kita akan kembali berkumpul." Lirih Zora.
Ya, bukankah setelah 3 bulan ini. Ia akan kembali pada keluarganya. Terbebas dari kekangan Alby juga tak harus lagi di awasi 24 jam.
Hal yang dulu begitu ia impikan, namun kini justru berat untuk melakukannya.
Ibu Amy, tak dapat menutupi rasa bahagianya. Akhirnya, ia bisa merasakan memiliki menantu lelaki. Padahal dulu, untuk bertemu saja susah. Ibu Amy bahkan merasa seperti kehilangan putrinya setelah Zora menikah dengan Alby.
Ia hanya bisa menahan rindu, pun dengan Ayah Eric. Yang selalu tampak termenung, hari harinya tak lagi seceria saat ada Zora. Ya, gadis itu selalu menjadi pemecah keheningan saat berada dirumah. Gadis yang ceria dan penuh tawa. Kini, sosok gadis itu seakan sudah menghilang entah kemana.
Hanya tinggal Zora, yang murung dan lebih pendiam.
Next ✔️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
miyura
lanjut othor..
2023-04-15
4
Amalia Khaer
nahh kannn..
takutnya Alby amnesia 😢😢
si Zora ini hatinya trllu keras. gk mau membuka hati. pdhal jelas2 status kalian suami istri. ya walaupun di balik itu ada pemaksaan.
2023-04-15
3