___Tak perlu hilang aku tak akan datang\, tak perlu kabur aku sudah mundur\, tak perlu lari aku sudah berhenti___
“Bukankah sudah aku katakan, aku tidak mau makan!” Alby, menepis kotak makan siang yang di sodorkan Zora ke arahnya. Membuat isi kotak makan siang itu berhamburan di lantai.
Zora hanya terbujur di tempat ia berdiri, memparhatikan makanan yang sudah dengan susah payah ia buat. Lidahnya kelu, rasanya ia ingin memaki Alby detik itu juga, dan benar saja.
"Apa salahnya, hanya menerima makanan itu, dan memakannya. Aku juga tidak berniat meracunimu!" Bentak Zora. Akhirnya, emosi yang ia tahan terluapkan juga.
Alby, melirik ke arah Zora. Sedangkan tatapan Zora masih tertuju ke arah makanan yang sudah berhamburan itu. Lalu, Alby menurunkan tatapan matanya ke arah tangan Zora. Jari telunjuknya dipasangkan hansaplast, dan punggung tangannya juga merah - merah di beberapa bagian akibat terkena jipratan minyak.
Melihat itu, hati Alby justru terasa ngilu ada sakit yang justru tak di mengerti Alby. Mengapa? Mengapa ia justru merasa kasihan pada Zora, bukankah ia sangat membenci Wanita itu.
“Apa yang terjadi?” Ujar Jessie, yang datang juga dengan kotak makan siang ditangannya. Ia dikejutkan dengan tumpahan makanan dilantai yang berhamburan.
Zora, menyeka air matanya dengan cepat. Lalu memilih membersihkan lantai itu.
“Kau tak perlu melakukannya, biar di bersihkan oleh cleaning service saja.” Imbuh Jessie berniat menghentikan Zora.
“Biarkan saja.” Sarkas Alby, menghentikan Jessie yang berniat meraih lengan Zora. Jessie, perlahan kembali menarik tangannya yang hampir menyentuh lengan Zora, setelah larangan dari Alby. Jessie, yang tak tahu apa yang sebenarnya terjadi tadi, memilih untuk tak bertanya. Ia melangkah mendekati Alby, “Aku bawakan makan siang untukmu.” Jessie meletakkan kotak makan siang miliknya ke atas nakas.
Alby tak menjawab, tatapannya masih tertuju ke arah Zora.
Hati Zora, semakin sakit. Ketika Alby menolak makanan pemberiannya namun justru menerima makanan pemberian Jessie. Sungguh tidak adil!
Jessie, sempat terdiam beberapa saat. “Kalau begitu aku keruanganku dulu, cepat makan selagi hangat.” Ujar Jessie, lalu keluar dari ruangan itu setelah mendapatkan anggukan dari Alby.
“Bukankah sudah aku katakan, kau tidak perlu datang kesini!” Ujar Alby akhirnya, namun Zora tak menghiraukan sama sekali ucapan Alby. Membuat Alby tambah geram, dan akhirnya turun dari ranjang lalu menarik Zora dengan kasar.
Kedua netra itu beradu, satunya dengan amarah dan satunya lagi dengan sendu. Setelah menarik Zora dengan begitu emosi, Alby justru terdiam ketika manatap mata Zora yang basah dengan air mata.
Zora, juga tak mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya menatap Alby, dalam diam memperhatikan mata yang memerah karena amarahnya itu.
“Apa kau perlu semarah itu? Aku hanya ingin mengantarmu makanan, apa kau harus bersikap seperti ini?” Lirih Zora, membuat Alby mengendurkan genggaman tangannya dilengan Zora.
“Sebaiknya kau pulang sekarang!” Dengan nada suara lebih rendah, Alby melepaskan lengan Zora, dengan sedikit mendorongnya. Lalu berbalik membelakangi Zora. Ia tak sanggup lebih lama lagi memandangi bola mata indah itu, yang kini justru di buat sedih olehnya.
“Aku akan menemanimu disini, kau boleh melakukan apapun yang kau inginkan, dan anggap saja aku tidak ada.” Zora, masih tetap keras kepala, ia tak menyerah. Zora mengambil kotak makan siang itu, lalu membawanya ke kamar mandi untuk mencucinya.
Seharian itu, Zora benar - benar berada diruangan itu.
“Kau ingin minum, biar aku tuangkan.” Zora langsung mengambil alih, mengambil gelas dari tangan Alby yang tadinya hendak di tuangkan air. Zora juga mengupas beberapa buah, mengatur suhu ruangan, juga menghidupkan siaran TV kesukaan Alby.
Zora tak perduli, walaupun Alby terus saja menunjukkan sikap tak sukanya. Zora tetap berlaku layaknya seorang istri yang sedang mengurus suaminya.
“Apa yang sebenarnya kau inginkan Zora, bukankah kau sudah mendapatkan semuanya!” Kalimat itu, tiba - tiba saja keluar dari mulut Alby, setelah sejak tadi terus memperhatikan Zora yang sedang sibuk dengan iPad nya.
Zora, perlahan mengalihkan pandangan matanya ke arah Alby, “Yang aku butuhkan hanya kau, By.” Sarkas Zora.
“Ch!” Alby tersenyum smirk. “Bukankah kau hanya mengincar hartaku?” Lanjut Alby, tampaknya ia benar - benar telah terhasut oleh omongan Mama Renata.
“Jika kau berfikir begitu, aku tidak mungkin berada disini sekarang! Aku lebih baik tidur dirumah dengan nyaman. Menikmati harta yang telah aku rebut dari mu!” Pungkas Zora, dengan ekspresi yang tak dapat ditebak.
Alby tersenyum sinis. “Jika begitu, kembalikan semuanya pada ku, bukankah kau tak menginginkannya!” Tantang Alby.
“Tentu! Jika kau mau menggantikannya dengan hati dan tubuhmu.” Zora menyeringai, lalu kembali mengalihkan pandangannya ke arah iPad.
Sedangkan Alby menatapnya dengan tak percaya. Bukankah itu artinya sama saja!
“Silahkan bermimpi! Aku akan merebutnya kembali tanpa harus menyerahkan hati dan tubuhku padamu.” Sarkas Alby, setelah itu memilih berbaring di atas ranjangnya.
Jam sudah menunjukkan pukul 21.20 malam. Perut Zora mulai keroncongan. “Ssttt…” Imbuh Zora, sambil memegang perutnya.
Alby membuka sedikit matanya, melihat ke arah Zora yang sedang memegang perutnya dan menggigit bibir bawahnya. Sedangkan fokusnya masih tertuju ke layar iPad nya.
Tok!Tok!
Zora langsung menoleh ke arah pintu.
“Waktunya Alby minum obat.” Imbuh Jessie pada Zora yang sedang menatapnya, lalu masuk dan langsung menghampiri Alby di ranjangnya.
Alby berdehem, lalu bangkit dari rebahannya dan membenarkan posisi duduknya.
Saat Zora bangkit dari duduknya, Alby langsung mengarahkan tatapannya ke arah Zora dengan cepat.
“Mau kemana?” Tanya Alby, spontan ketika Zora akan mengambil langkah keluar dari ruangan itu.
“Bukan urusanmu!” Jawab Zora jutek, setelahnya langsung keluar dari ruangan itu.
“Kalian bertengkar lagi?” Tanya Jessie sambil menyodorkan obat pada Alby.
Tak ada jawaban, Alby hanya tersenyum dengan sudut bibirnya. Setelahnya meminum obat yang diberikan Jessie.
“Apa aku sudah boleh pulang?” Pertanyaan yang akhirnya di ajukan Alby.
Jessie tertawa pelan, “Apa kau sudah tak sabar ingin pulang?” Jessie, duduk di kursi yang berada di dekat ranjang Alby. Tampaknya obrolan itu akan panjang.
Sepanjang obrolannya dengan Jessie, Alby justru terus berulang kali melirik ke arah jam. Memikirkan Zora yang tak kunjung kembali. Alby, sama sekali tak menikmati obrolannya dengan Jessie, terasa membosankan dan tak menarik sama sekali.
“Jessie..” Potong Alby, “Tampaknya ini sudah larut-“
“Tak apa, aku libur besok. Jadi malam ini bisa menemanimu disini.” Sela Jessie, sebelum Alby menyelesaikan kalimatnya.
“Begitukah..” Zora, tiba - tiba saja muncul dan menyela percakapan mereka.
Alby langsung mengalihkan pandangannya ke arah Zora.
“Dari mana saja kau? Apa kau tidak tahu ini sudah hampir tengah malam.” Bentak Alby, padahal sebenarnya ia mengkhawatirkan Zora sedari tadi.
Next ✔️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments