Pukul tujuh malam, aku baru sampai rumahku. Hari ini benar-benar membuatku lelah, lelah hati, lelah pikiran. Aku melihat mobil Mas Dani sudah di halaman rumah. Aku memarkirkan mobilku di sisi mobil Mas Dani. Aku langsung masuk ke dalam rumah, tumben sekali Mas Dani menjawab salamku saat aku masuk ke dalam, mungkin karena dia mendengar aku mengucap salam, dan Mas Dani juga sedang di ruang tamu.
“Vita, aku mau bicara,” sergah Mas Dani saat aku hendak masuk ke dalam.
“Mau bicara apa, Mas. Mau pamit menikahi Nadira? Pamit sama mama papamu saja sana, jangan sama aku, karena jawabanku pasti sudah kamu ketahui,” jawabku tanpa menoleh Mas Dani.
“Vit, bukan seperti itu. Iya Nadira itu kekasihku, kami sama-sama masih saling mencintai.”
“Lalu apa urusannya denganku? Kalau kamu mau menikahi dia, nikahi saja, Mas. Asal kamu bilang sama mama-papamu.” Tukasku dengan kesal.
Baru saja pulang, Mas Dani menambah suasana hatiku runyam. Aku lebih baik didiami Mas Dani daripada dia mengajakku bicara tapi membicarakan soal dirinya dan kekasihnya itu.
“Bukan itu yang akan aku bicarakan, Vit! Aku minta maaf untuk tadi siang, soal ucapan temanku,” ucap Dani.
“Iya, ya sudah aku mau ke kamar. Mau istirahat.” Vita langsung masuk ke dalam kamarnya. Ia tidak mau lama-lama berurusan dengan suaminya.
^^^
POV DANIAL
Aku merasa sangat bersalah sekali dengan Vita soal tadi siang. Aku yakin dia sakit hati dengan ucapan teman-temanku. Aku memang tidak mencintainya, tapi aku masih berusaha menerima kenyataan, bahwa dia adalah istriku. Wanita pilihan mama dan papa. Harusnya aku buat dia bahagia, harusnya aku menjaganya, juga menjaga hatinya. Tapi, sampai saat ini aku mendiami dia, seperti dia itu sebuah masalah besar dalam hidupku.
Dia wanita yang tenang. Di tengah kejadian tadi siang yang mungkin sangat menyakitkan hatinya dia masih saja tenang, bahkan dia pamit dengank saat akan kembali ke kantor. Dia mencium tanganku dengan tulus, aku merasa malu sekali karena aku tidak pernah menganggap dia ada. Kalau dia membalas perbuatanku, pasti dia tidak akan mengakui aku ini suaminya, tapi dia berani mengatakan kalau dirinya istriku, padahal semua temanku bicara sangat menyakitkan.
Aku belum bisa melepaskan Nadira, bagaimana bisa aku melepaskannya? Aku menjalin hubungan dengannya sejak aku dan Nadira duduk di bangku SMA, meski mama dan papa melarangku memiliki pacar, karena sejak mau masuk SMA aku sudah dikenalkan dengan Revita. Tidak mungkin aku suka dengan cewek yang penampilannya cupu, berkacamata, kerempeng pula? Sedangkan Nadira, dia sangat sempurna, apalagi aku dan dia memiliki kesamaan, dan memiliki tujuan yang sama. Kita sama-sama ingin menjadi guru saat itu.
Aku tidak peduli guru gajiannya sedikit, tapi entah kenapa aku ingin menjadi seorang pengajar. Aku dan Nadira sama-sama kuliah di universitas yang sama, jurusan yang sama juga. Aku tahu, aku sudah dijodohkan, dan itu tidak bisa diganggu gugat, tapi aku menentangnya, aku masih menjalin hubungan dengan Nadira, meski ujungnya akan seperti ini, aku tidak bisa menikahinya, karena setelah Revita lulus S1 kami tunangan, dan menunggu Revita selesai S2 kami menikah.
Nadira pun tahu kalau aku sudah dijodohkan, tapi dia tidak pernah mau berpaling dariku, meski sudah tahu. Bahkan dia bilang padaku, dia siap menjadi istri kedua. Padahal aku tidak pernah memikirkan hal itu, memiliki dua istri. Meski aku tidak mencintai Revita, tapi dia juga punya hati. Dan aku menghargai mamaku. Aku merasa aku sudah menjadi anak yang gagal, masa iya aku harus mengecewakan mama dengan menolak perjodohan itu? Aku tadi melihat dia menahan tangisnya, saat salah satu temanku menyuruh aku menikahi Nadira secara sirri. Aku paham bebannya, papa terlalu membebaninya dengan tugasnya di perusahaan, sedang aku anaknya, aku cuek dan tidak peduli sama sekali soal itu.
Aku melirik ke arah kamar Vita, karena Vita membuka pintu kamarnya. Aku lihat dia berjalan ke arah dapur.
“Aduh ....” Aku sedikit mengaduh karena buku yang aku pegang terjatuh, dan halamannya berserakan, karena buku itu memang sudah lepas halamannya.
Aku gusar menata halaman demi halaman yang tercecer.
“Makanya punya buku dirawat, Mas.” Ucap Revita di depanku.
“Maklum buku sudah tua,” jawabku singkat.
“Setua apa sih? Sepertinya buku itu terbit, aku sudah lahir?” ucap Vita.
“Ya iya, sih?”
“Itu hanya kurang dirawat saja.”
“Ya karena cetakannya mungkin, atau memang gak bagus kertasnya,” sanggahku.
Vita hanya melewatiku, ia masuk ke dalam kamarnya, dan keluar lagi mengambil Staples dan isolasi besar.
“Kemarikan bukumu,” pinta Vita.
“Mau diapain?” tanyaku.
“Mau aku baca, isinya penuh nama Nadira bukan?” jawabnya
“Kamu pernah baca? Aku bilang jangan berani sentuh barangku, kan?”
“Kamu itu sering menjatuhkan buku ini. Enam bulan di rumah mama, tidur satu kamar, lagi-lagi bukumu jatuh berantakan, bagaimana aku tidak membereskannya? Gak betah lihatnya yang berantakan!” jawab Vita. “Sini aku rapihin, biar gak acak-acakkan, kalau jatuh pun aku gak capek menatanya.” Vita mengambil bukuku, dia menatanya dengan rapih, lalu distaples, dan di kasih isolasi sisinya.
“Padahal di perpustakaan sekolahan ada alat gini, kan? Kenapa gak dibetulin sih? Ke perpus buat pacaran ya mana peduli buku sudah rusak?” ejek Vita.
“Maksud kamu apa, hah?”
“Pikir sendiri! Nih sudah rapi, silakan dijatuhkan lagi, aman kok gak akan berantakan!”
Vita kembali ke kamarnya lagi. Aku melihat buku milikku sudah rapi, sudah tidak lagi ada halaman yang terlepas. Memang Vita rajin, dia tidak pernah membiarkan apa pun berantakan.
“Mas, bajumu tadi pagi sudah ditata?” tanya Vita.
“Su—sudah,” jawabku.
Iya sudah aku tata, tapi hanya aku taruh saja di lemari, tidak aku lipat, yang penting masuk ke dalam lemari.
“Gak percaya dengan jawabanmu, permisi aku ke kamar kamu,” ucap Vita dengan berjalan ke kamarku.
Vita terlihat membuka lemari, dia membuang napasnya dengan kasar, mungkin karen melihat lemariku masih berantakan sekali, belum aku tata. Karena tadi Cuma aku masukkan tidak aku lipat dan tata dengan baik.
“Oke, sudah ditata, bagus!” ucapnya. “Dulu sebelum menikah yang menata baju kamu siapa, Mas?” tanya Vita.
“Mbok Sum,” jawabku.
Mbok Sum sudah seperti ibuku sendiri. Beliau yang mengurus aku dari kecil, segala kebutuhanku semuanya Mbok Sum yang tahu, dan yang menyiapkannya. Dari perlengkapan sekolah, baju, makan, dan lainnya. Mbok Sum yang paham semua itu, dan setelah menikah Menikah, Mbok Sum tidak lagi mengurusi semua itu. Aku sudah menjadi guru pun Mbok Sum yang selalu menyiapkan semua kebutuhanku, karena dari kecil mama sudah sering meninggalkanku karena urusan kantor. Itu sebabnya aku tidak mau memiliki istri wanita karier, karena akan cuek dengan anaknya. Tapi ternyata aku malah menikah dengan Vita. Wanita karier, yang kariernya sedang melejit, tapi dia bisa membagi waktu untuk mengurus rumah dulu sebelum bekerja, padahal dia pekerjaannya sangat berat. Vita memang istri yang sempurna menurutku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
guntur 1609
kelakuan kalian gak mencerminkan seorang pendidik. tapi seperti binatanv
2025-04-02
0
Gustiara Gusty
pengen banget rasanya pas mama sama papanya danial lagi bersama vita ketemu danial dan nadira yg lagi jln berduaan sambil mesra2an.....
2023-03-07
2
Zahraa
Danial cowok bodoh yang ada di Universe nya Author wkwk
2023-03-07
1