"Kamu lapar Jinie, kita mampir resto tempat biasa ya?"
"Heuuum, kamu benar nekat ya datang ke kampus Ran, padahal aku sudah lelah karena kita terhalang restu."
"Biar saja, memang kenapa kamu kan bukan istri orang. Apa kamu telah bertunangan dengan Feli?" Jinie pun hanya terdiam mendengarkan.
"Untuk apa kamu khawatir aku sudah disini. Maaf andai aku tau saat tadi kamu dihampiri wanita Feli, maaf aku terlambat melindungimu." Ran menatap sang kekasih.
"Tapi, kamu tau aku sebenarnya sakit saat wanita tadi bicara seperti itu. Bahkan kampus mungkin aku akan menjadi bahan gunjingan karena wanita tadi masuk ke kantin dengan ramai menuduhku."
"Tenanglah kamu ga usah khawatir ya! aku janji akan membantumu. Aku paham kamu ingin memberontak berbicara pada papa, tapi aku yakin kamu juga punya alasan dan takut jantung papa semakin buruk kan, aku rindu kamu yang kuat dan tegas."
"Terimakasih Ran. Aku sangat berterimakasih padamu."
Lama mereka menghabiskan waktu makan dan berbicara penuh. Jinie yang tiba di satu pantai meregangkan kedua kakinya di atas air laut, ia duduk bersama dengan Ran diujung jembatan, menatap air laut dan ombak memang benar menenangkan juga mendengar suara burung yang terbang dengan angin kencang.
"Kenapa kamu melamun Jinie?"
"Aku hanya mengingat Shiren, Ia sahabatku, aku lupa mengenalkan mu padanya. Dia bilang jika menatap ombak di pantai dan air laut membuat pikiran menjadi tenang. Sesulit masalah pasti akan ada jalan keluarnya bukan?"
"Mau aku antar ke tempatnya?" ujar Ran, tapi ia sedikit berfikir baik jika nama itu mempunyai kesamaan saja.
"Jangan Ran please, aku ga mau libatkan mereka lagi, sudah cukup Ia juga mendapatkan kesulitan. Jangan biarkan ia terlibat antaranya dengan Feli. Shiren terhubung kembali. Bagaimanapun aku tak ingin merusak hubungannya karena masalah aku. Karena aku yakin sesuatu masih menyimpan dalam perasaannya. Kasian dia juga sudah mempunyai kehidupan. Jika aku menambah bebannya rasanya akan membuat masalah baru."
"Baiklah maafkan aku ya Jinie, aku janji padamu tak akan bercerita."
Ran pun menyentuh pipi Jinie. Setelah itu Jinie pun bersandar dipundak Ran sambil memainkan memercik air dikakinya.
"Jinie maafkan aku yang terlambat menyatakan padamu, Aku egois karena mencintaimu tapi aku menginginkan dirimu lebih dulu, harusnya saat di paris, aku tidak meninggalkanmu, jika tidak kamu tak akan terjerat seperti ini pada Feli!"
"Sudahlah. Semua ini sudah terjadi hanya satu kita harus menghadapinya dan menyelesaikannya. Aku hanya pasrah akan apa nanti yang terjadi itu saja."
Jinie merogoh ponsel nya, terkejut ketika ia salah mengambil ponsel. Lalu ia sadar harus menjenguk sang papa di rumah sakit.
"Aku harus ke rumah sakit."
"Aku antar, aku akan ikut bersamamu."
Hingga Jinie pun tak bisa menolak, karena ia kagum akan sikap Ran yang semakin hari membuktikan dirinya serius, untuk mendapat restu sang Appa Kim.
Tiba dirumah sakit, satu jam kemudian Jinie setia menunggu diluar, dan diantarkan oleh Ran. Jinie pun masuk, dan Ran senyum menyapa, duduk kembali ke luar. Setelah meletakkan buah.
"Kenapa kamu diantar dia, ndok.?"ucap Appa Kim yang kini di rumah sakit.
"Appa, please tidak usah berfikir tak enak, Jinie membuat skripsi dan kebetulan tempat magang Jinie dekat dengan Ran. Lagi pula Ran bisa membantu papa dari ranjang, Jinie bereskan yang lain dulu ya."
Saat Jinie pergi ke bagian administrasi, papa Kim tetap angkuh dan masam pada Ran.
Ran bersabar akan perlakuan papa Jinie.
Karena sepenuhnya kesalahannya yang telah mengabaikan Jinie, dan membiarkan Ran lebih dulu masuk.
"Ayo om! Saya bantu, cepat sehat ya om."
Ucapan Ran, Namun hanya mendapat balasan isyarat saja. Sepanjang perjalanan mereka diam hingga berada di tepi rumah. Ran pun mengantar hingga papa Kim ke kamar dan beristirahat.
"Ran makasih ya kamu sudah antar. Oh ia kamu pulang dulu aja sudah larut malam. Juga untuk soal tadi maafkan sikap Appa ya!"
"Tak apa Jinie, aku akan sabar perlahan."
Jinie tersenyum ketika Ran melontarkan kata itu.
"Ran semangat ya berjuang ambil hati Appa, bye selamat malam."
Ran pun tersenyum memberi balasan dan kode membulat tanda cinta pada kekasihnya itu.
Sepanjang perjalanan, ia merasa harus tetap berusaha mengambil hati calon mertuanya itu. Dulu kesalahan Ran adalah mengabaikan Jinie, karena ia terlibat masalah intern dalam keluarga. Sehingga kala Jinie memintanya datang ke rumah, mengakui dirinya adalah kekasihnya. Ran saat itu tak bisa datang, hingga satu pekan kembali menjelaskan. Papa Kim tak merestui, menganggap Ran pria tidak gentle dan bertanggung jawab.
'Kali ini, aku akan lebih baik lagi menjagamu Jinie. Akan aku buktikan jika aku dan kamu tetap bersatu.' batin Ran.
Sementara di lain tempat, Ran merasakan hal tak biasa. Ia menghubungi Ran untuk tidak pulang, dikarenakan di rumah ramai kedatangan keluarga Shiren. Karena sang Appa terlihat sumringah kala kedua orangtua Shiren datang, dan Ran mendengarkan jika perjodohan Shiren dan Ran akan tetap berlangsung.
Ran yang menerima pesan itu, ia tetap pulang dan akan menolak mentah mentah di depan papanya kala perlu. Karena ia tidak peduli, Omma memang lemah. Tapi ia sedikit kesal, meninju sebuah pohon karena memutar otak, bagaimana cara menolak perjodohan. Tanpa nama baik sang Appa tidak semakin rumit, yang akan membuat Bundanya masuk rumah sakit kala syok.
"Arrggggh." teriak Ran kesal.
***
Esok Harinya.
Menjelang sore Jinie yang sudah membersihkan diri, ia pun mengecek ponsel. Begitu banyak panggilan Feli, vcall. Baru saja ingin membalasnya Feli pun sudah memanggil sambungan vcall.
"Hello sibuk kau gadis, kemana saja kamu?" ucap Feli yang memperhatikan Jinie.
"Maaf Feli ponsel ku tertinggal, maaf sekali lagi."
"Jinie dengarkan perkataan ku sekali lagi, jangan membantah atau mengelabui saat satu jam lagi, bersiaplah aku akan menjemputmu!"
"Ta - tapi Feli Oppa .. papa baru sembuh."
Tlith.
Ponsel dimatikan, membuat Jinie nona terdiam kesal.
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments