Hari sudah petang, tetapi gadis itu belum juga bangun. Karel sudah mencoba membangunkan Kay bsbedapa kali. Gadis itu hanya bergumam tidak jelas lalu kembali tertidur pulas. Sekarang dirinya tahu bagaimana pusingnya Raka harus berhadapan dengan sepupu seunik ini.
"Den, temannya susah dibangunin. Udah saya goyang-goyangin badannya tetap aja nggak mau bangun. Saya permisi dulu, ya? Mau jagain Non Cara, soalnya masih tidur di kamar," ucap pengasuh Cara.
"Iya."
Dapat ditebak kalau Kay jarang berolahraga. Bagi orang jarak bergerak seperti gadis itu, dua putaran tanah lapang tempat biasa Radius latihan bela diri itu terlalu berat. Beda lagi kalau memang dia adalah seorang pemula, jarak dua ratus meter saja terasa melelahkan apalagi mengitari lapangan.
Karel merasa sedikit bersalah. Namun, setidaknya gadis itu berhasil walau sekarang tertidur bagai orang mati karena susah dibangunkan. Itu adalah efek dari overtraining, yakni kondisi lelah karena latihan yang berlebihan. Karel menatap wajah lekat wajah Kay.
"Cantik."
Cowok itu segera menggeleng kuat. Kata pertama yang terlintas di pikirannya barusan pasti salah. Ya, ada kesalahan teknis dalam otaknya. Daripada memikirkan yang tidak-tidak, sebaiknya Karel menghubungi Raka. Sahabatnya pasti sudah mencari gadis ini kemana-mana.
"Lo di mana?"
[Lagi ngubek-ngubek Bandung. Si Kay tadi pagi menghilang nggak tahu kemana. Mama gue bilang bahaya lagi ngintai dia dari berbagai sudut!]
Suara Raka terdengar frustasi. Kening Karel berkerut saat mendengar kalimat terakhir. Bahaya sedang mengintai Kay dari berbagai sudut, maksudnya si Alvin dan Kevin patroli di setiap sudut demi menemukan dia?
"Ke rumah gue, dia di sini."
Karel memutuskan panggilan. Ia yakin dalam hitungan waktu dua puluh menit lagi Raka akan tiba bersama anggota Radius yang lain. Tak lama, Kay juga mulai membuka mata. Gadis itu duduk dan kembali merebahkan tubuh di sandaran sofa.
"Bangun dulu!" suruh Karel.
"Hm, ini gue lagi bangun."
"Mata lo masih merem."
Kay menguap lalu mengucek-ucek matanya. Kenapa suara Raka mirip suara Karel, ya? Mungkin cuma halusinasinya saja karena baru bangun tidur.
"Gue tidur berapa jam, Rak? Kok nggak ngebangunin gue?" gumam Kay.
Siaran yang menayangkan film Barbie sudah terlewat. Kay berdecak pelan. Lagi-lagi dirinya ditikung oleh rasa kantuk. Gadis itu menggaruk kepala lalu membuka mata selebar mungkin. Eh, kenapa ada wajah Karel di sini?
"Kok ada Karel?" lirihnya bingung.
Ingatannya memutar kembali kejadian tadi pagi. Saat bangun jam setengah enam lalu mandi dan kabur tanpa sepengetahuan orang rumah. Menyetop taksi, mengarahkan ke sebuah alamat dan itu rumah Karel. Artinya sekarang Kay sedang berada di rumah pujaan hati. Gadis itu manggut-manggut. Eh, tunggu!
"YA SALAAM, GUE ADA DI RUMAH KAREL?!" pekik Kay tanpa sadar.
Matanya membulat. Ia ingat sengaja datang ke sini dengan keberanian penuh untuk meminta sang calon suami dalam mimpi mengajari ilmu beladiri. Akan tetapi, dengan kejam Karel memerintah dirinya berlari mengelilingi tanah lapang sebanyak sepuluh putaran. Lalu Kay kelelahan dan tertidur tanpa sadar.
Ya Tuhan, Kay meringis malu.
"Sorry, Rel. Gue udah ngerepotin lo," cicit Kay.
Cowok itu mengangguk. "Lo mandi aja dulu. Baju ganti minta sama pengasuh Cara. Sebentar lagi, Raka sampe buat jemput."
Dengan wajah memerah antara malu dan senang, Kay mengangguk dan pergi mencari pengasuh Caramel. Ia tidur seharian di rumah calon suami dalam mimpi? Wow, ini~
"KESEMPATAN LANGKA!" ceplos Kay tanpa mengetahui ada Karel di belakang.
...***...
Selesai membersihkan diri di kamar mandi dapur, Kay pergi ke ruang tamu. Di sana sudah ada geng Radius sedang menunggu dirinya. Raut wajah mereka berbeda-beda. Kebanyakan memang santai, tetapi Raka terlihat sedang memendam emosi.
"Duduk!" perintah Raka.
Kay menelan ludah. Sepupunya terlihat menyeramkan. Ia menurut dan duduk di sofa single di ujung meja, wajahnya meringis tak enak. Pasti akan dimarahi ini. Percuma saja memutar otak untuk mencari cara meredam kemarahan Raka. Kali ini dirinya memang salah karena pergi tanpa diketahui siapapun.
"Udah tahu kesalahan lo apa?" tanya Raka dengan suara datar, Kay mengangguk.
"Jawab, gue nggak butuh anggukan dari lo. Mendadak bisu, hah?" sentak Raka tiba-tiba.
"Iya, gue tahu. Pergi diam-diam dan nggak bilang sama siapapun," jawab Kay takut.
Gadis itu merapatkan tubuhnya dengan sandaran sofa. Ia memang mengakui dirinya salah, tetapi Kay tidak pergi ke tempat berbahaya. Ia hanya ingin ke rumah Karel dengan tujuan jelas. Seharusnya Raka tak perlu semarah ini. Kay mulai merasa terbebani, dia seperti dikekang. Sejak kecil selalu saja dilarang pergi jauh kecuali ditemani Raka.
Ayolah, Kay adalah seorang manusia. Bukan hewan yang harus selalu dikurung di sangkar sekalipun terbuat dari emas. Dirinya butuh kebebasan sedikit saja.
"Berapa kali gue bilang kalo mau keluar kasih tahu gue atau Bi Dini. Gue bisa anterin sekalipun lo bangunin tengah malam buta. Nggak usah bertingkah kekanakan pake acara kabur segala. Lo buat semua orang susah tahu nggak?!" bentak Raka.
"Gue minta maaf," sahut Kay dengan suara pelan.
"Maaf? Lo pikir dengan kata maaf gue bakalan simpati? Gue udah nyuruh semua kenalan gue buat nyari lo ke berbagai tempat. Kalo seandainya Karel nggak ngasih tahu lo ada di sini, mungkin gue udah lapor polisi dan dia bakalan ditangkap karena kecerobohan lo!"
"Tapi, gue cuma mau main aja ke sini." Kay mencoba membela diri.
"Pake otak, Kay Demian Holscher! Lo pikir Tuhan ngasih lo otak buat pajangan? Buat dipake mikir!"
Semua tertegun ketika mendengar Raka menyebut nama lengkap Kay yang sebenarnya. Jadi, selama ini Kay adalah keturunan Demian Holscher juga? Pengusaha asal Jerman yang diketahui memiliki harta berlimpah. Akan tetapi, sayangnya anak pertama dari pengusaha itu diketahui meninggal bersama dengan istrinya dalam kecelakaan meninggalkan seorang anak perempuan yang tak diketahui siapa.
Kalau tidak salah, ayah dan ibunya Kay sudah meninggal. Itu artinya gadis itu adalah pewaris utama sebagian besar aset kekayaan Demian Holscher, kakeknya? Mereka menatap takjub. Namun, rasa takjub itu digantikan oleh isak tangis Kay yang tiba-tiba pecah diselingi kekehan antara isakan.
Gadis itu mengangkat wajahnya lalu menatap Raka.
"Gue nggak suka dikekang! Gue butuh kebebasan! Gue manusia bukan binatang! Kenapa lo sama yang lain selalu aja ngekang gue?! Kenapa nggak sekalian dipasung aja?! Gue benci jadi keturunan Demian Holscher. Gue benci!" Kay bangkit dan berlari ke luar rumah.
Raka hendak mengejar, tetapi sebuah tangan menahan pergerakannya. Karel menatap tajam. Ia tak mengizinkan Raka mengejar Kay saat mereka sedang sama-sama diliputi emosi. Bukannya tambah tenang malah tambah kacau.
"Lo tunggu di sini!" setelah mengatakan kalimat bernada perintah, Karel masuk ke dalam kamarnya dan keluar dengan dua jaket di tangan serta kunci mobil.
Semua menatap kepergian cowok itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Pening, Raka kembali mengempaskan tubuhnya di sofa. Ia sudah terlalu keras pada Kannaka. Namun, emosinya menggumpal dan meledak begitu saja saat melihat wajah santai Kay tanpa mengetahui bagaimana paniknya semua orang saat tahu dia hilang.
"Tenangin diri lo. Karel pasti bisa bujuk Kay," ucap Gibran.
...***...
Mobil sport berwarna merah itu melaju pelan menyusuri jalanan sekitar rumah. Mencoba menatap kehadiran sesosok gadis bertubuh mungil mengenakan dress selutut berwarna krem. Pemilik mobil yakin kalau gadis itu masih berada di sekitar sini.
Karel menghela napas. Matanya tetap fokus mencari keberadaan Kay. Ia menghentikan mobilnya di pinggir jalan lalu keluar. Lebih baik dirinya berjalan kaki agar lebih mudah menemukan gadis yang sedang marah itu.
Langkah Karel berhenti di depan gerobak seblak. Ia seperti mengenal sosok gadis berambut panjang yang sedang menunduk menikmati makanan kesukaannya. Benar, itu memang Kay. Ia tersenyum tipis.
"Enak seblaknya?" tanya Raka.
"Nggak usah nanya-nanya. Gue lagi sebel."
Nada suara gadis itu terdengar ketus. Ia masih tidak terima dengan perlakuan Raka selama ini. Mungkin Kay memang tidak pernah protes dengan kekangan yang didapatkan selama tidak ada yang mengungkitnya. Akan tetapi, tadi Raka benar-benar berlebihan. Memarahinya di depan semua orang bahkan bersikap begitu kasar.
Karel mengambil tempat duduk di samping Kay. Ia menatap wajah mulus nan menggemaskan karena pipi tembemnya terlihat semakin nenggembung karena sedang mengunyah.
"Gue temenin di sini sampai marah lo hilang. Terus kita pulang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments