"Airin..." Melodi datang menjenguk Airin bersama teman-temannya. Dia langsung memeluk tubuh Airin. "Gimana keadaan kamu? Banyak banget lukanya." Melodi mengusap wajah Airin yang penuh luka.
"Ini udah mendingan, udah gak sakit juga."
Kemudian Melodi melepas pelukannya lalu duduk di dekat brangkar Airin.
"Kami ke sini mau minta maaf sama kalian berdua. Kami sudah menuduh kalian yang bukan-bukan." kata Ari teman sekelas mereka.
"Iya, saya juga meminta maaf telah menuduh kalian dan juga mencopot jabatan ketua OSIS Revan. Saya sebagai seorang guru seharusnya menjadi panutan, tidak bertindak gegabah seperti ini." kata Pak Widodo yang turut serta menjenguk mereka berdua.
"Iya Pak, tidak apa-apa. Saya dan Airin tidak mempermasalahkan hal itu."
"Revan, mulai besok kamu menjabat kembali sebagai ketua OSIS. Lanjutkan kinerja kamu selama 6 bulan." Pak Widodo mendekat dan menepuk bahu Revan.
"Iya, Pak. Terima kasih."
Akhirnya wajah yang dari kemarin bersedih, kini bisa tersenyum lagi.
Airin masih saja menatap Revan yang sesekali tersenyum saat berbicara dengan Pak Widodo dan teman lainnya.
Tersadar akan tatapannya, buru-buru Airin mengalihkan pandangannya.
"Ai," Azka kini duduk di sebelah Airin. "Kapan boleh pulang?"
"Mungkin besok kalau gak lusa." jawab Airin. "Aku juga gak betah lama-lama di rumah sakit."
"Semoga aja, setelah ini gak ada peristiwa kayak gini lagi." Melodi masih setia di samping Airin.
"Ya, semoga saja sih. Tapi makhluk itu dimana-mana ada, bahkan di rumah sakit ini juga banyak." Airin memelankan suaranya. Dia sudah beberapa kali bertemu dengan makhluk tak kasat mata itu di ruangannya. Tapi yang paling dia ingat adalah seorang pria yang berpakaian rapi dan mencari sesuatu itu. Sebenarnya dia penasaran, mengapa dia berbeda dari hantu yang pernah dia lihat. Dia tampan dan seperti manusia biasa.
Eh, ngapain aku penasaran sama hantu.
Melodi membungkukkan badannya mengambil tasnya yang terjatuh. Tanpa sengaja dia menemukan sebuah cincin di kolong brangkar Airin. "Ai, ini cincin kamu?" tanya Melodi sambil menunjukkan sebuah cincin perak pada Airin.
Airin mengambil cincin itu. "Bukan, ini juga bukan punya Bunda. Mungkin ini cincin suster yang periksa aku. Biar nanti aku tanyakan." Kemudian Airin meletakkan cincin itu di atas nakas lalu dia kembali mengobrol bersama teman-temannya.
Setelah satu jam berlalu, teman-temannya akhirnya pulang. Kini hanya tinggal Airin dan Revan yang berada di dalam ruangan. Sedangkan Bunda Rili dan juga Mama Alea sedang mengantar rombongan guru dan teman-teman ke depan sambil membeli makanan.
Selesai makan dan meminum obat, Airin merebahkan dirinya dan mulai memejamkan matanya.
Beberapa saat kemudian dia membuka matanya karena dia merasa seperti ada yang terus mengamatinya.
Airin menoleh Revan yang sekarang tertidur, ketika membalikkan tubuhnya tiba-tiba ada hantu tampan yang kemarin masuk ke dalam kamarnya.
Airin menutup mulutnya agar tidak berteriak dan mengganggu Revan.
"Kamu bisa melihat aku? Aku pikir, sudah tidak ada lagi yang bisa melihat aku." kata hantu itu.
Airin hanya terdiam dengan mata yang terbuka lebar.
"Maaf, aku menakutimu."
Bisa-bisanya ada hantu yang bersikap sangat sopan, apa semasa hidupnya hantu itu sangat baik. Ya, sepertinya begitu.
"Aku sedang mencari sebuah cincin yang diambil oleh suster." katanya lagi. "Sebelumnya perkenalkan nama aku Aditya."
Cincin?
Airin teringat cincin yang ditemukan Melodi. Lalu dia mengambilnya dan diberikan pada hantu itu. "I-ini?"
"Iya, cincin ini yang aku cari." Hantu tampan itu berusaha untuk mengambil cincin di tangan Airin tapi tangannya terus menembus cincin itu.
"Iya, aku tidak bisa memegang benda ini lagi. Aku lupa." Seketika hantu itu bersedih. Dia menundukkan pandangannya. "Harusnya hari itu aku melamar kekasihku. Pasti dia sedang menungguku di tempat itu."
Airin semakin menarik selimutnya. Sebenarnya dia tidak mau mendengar kisah pilu dari sesosok hantu, meskipun dia berwajah tampan sekalipun.
"Apa kamu bisa menolongku? karena hanya kamu yang bisa melihatku."
Airin hanya terdiam. Dia semakin menarik selimutnya hingga menutupi wajahnya.
"Jangan takut, kalau kamu tidak bisa tidak apa-apa. Aku hanya ingin memberikan cincin itu pada kekasihku dan pulang ke keluarga aku meski hanya jasad yang terbujur kaku."
Airin kembali membuka selimutnya, dia melihat hantu itu sudah berada di dekat pintu.
Airin kini bangun, mengambil infusnya dan mengikuti hantu itu.
"Airin mau kemana?" Revan juga turun dari brangkar. Dia mengikuti langkah Airin. Di depan ada Papa Kevin dan Ayah Alvin yang sedang mengobrol tapi mereka tidak melihat Airin dan Revan melewatinya.
Airin masuk ke sebuah ruangan tanpa melihat nama ruangan itu.
"Airin, ngapain ke kamar mayat?" Revan mempercepat langkah kakinya. Dia menyusul Airin masuk ke dalam kamar mayat yang gelap itu. "Ai, kamu ngapain di sini?" tanya Revan sambil menepuk bahu Airin.
Airin seolah baru tersadar, dia melihat takut ruangan itu. Ada beberapa mayat yang tertutup selimut rumah sakit. Suhu di dalam ruangan itu juga sangat dingin.
Mereka berdua akan membalikkan badannya tapi tiba-tiba pintu itu tertutup dengan rapat. Mereka tidak bisa membuka pintu itu.
"Revan, aku takut."
Terpaksa Revan mencabut jarum infusnya lalu membuangnya. Dia berusaha menarik pintu itu sekuat tenaga. "Gak bisa!!" Lalu dia menggedornya dari dalam dan meminta tolong. Tapi seolah-olah tidak ada yang mendengar teriakan dan gedoran mereka.
Tabung infus Airin seketika terjatuh saat dia melihat sosok hantu pria itu lagi. Kali ini wajahnya begitu kelam dan terus menatapnya.
"Aw," jarum infus di pergelangan Airin bergeser dan darahnya mengalir.
"Airin! Kamu tahan, biar aku tarik jarumnya." Dengan cepet Revan menarik jarum infus Airin agar darahnya berhenti mengalir.
"Sakit?" tanya Revan sambil mengusap lembut bekas jarum itu.
"Udah gak terlalu."
Pandangan mata Airin kini menatap makhluk itu lagi. Di bawah sinar temaram dia terlihat sangat menakutkan. Dia semakin mendekati Airin.
"Revan, dia ke sini." Airin semakin memeluk Revan dari samping.
"Airin tenang dulu."
Tiba-tiba salah satu mayat itu terbuka.
"Aaa..." Airin sangat terkejut, dia menyembunyikan wajahnya di dada Revan. "Kamu mau apa? Aku gak bisa menolong kamu. Aku takut."
"Iya, aku mengerti. Dulu waktu aku masih hidup, juga tidak ada yang menolongku. Apalagi sekarang ketika aku sudah tiada."
Revan sama sekali tak bisa melihat dan mendengar apa yang dikatakan hantu itu. Dia hanya bisa mengusap punggung Airin yang bergetar.
"Aku hanya ingin memberikan cincin itu pada kekasihku. Aku tidak mau dia menungguku terlalu lama."
Perlahan Airin menegakkan kepalanya dan melepas pelukannya dari Revan. Hatinya tergerak untuk menolong Aditya, meski itu tandanya dia harus berpetualang lagi dengan makhluk tak kasat mata itu. "Baik aku akan menolong kamu."
💕💕💕
.
Like dan komen ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Setmi Efrianti
siapa aditya?
2024-01-17
0