"Airin, akhirnya kamu masuk sekolah." Melodi menyusul langkah Airin saat melewati koridor kelas.
"Iya, badan aku udah enakan. Lagian bosan kalau libur lama-lama. Cuma empat hari aja rasanya ketinggalan banyak materi pelajaran," kata Airin. Mereka kini berjalan sambil mengobrol menuju kelas.
"Semoga saja setelah kejadian kemarin, sekolah sudah aman dari kaum yang meresahkan."
Tiba-tiba saja, Revan mendahului langkah Airin. Dia tidak menoleh ataupun menyapa. Ya, sepertinya Revan sudah kembali dingin seperti semula.
"Kirain es kutub udah mencair," gumam Airin pelan.
"Kamu bilang apa?" tanya Melodi yang samar-samar mendengar gumaman Airin.
"Eh, hmm, nggak."
Melodi tersenyum sambil menggandeng tangan Airin. "Ceritain apa aja yang terjadi selama kamu satu ruangan dengan Revan?"
"Gak ada apa-apa. Emang ada apa? Kan di ruangan itu ada orang tua aku dan Revan juga. Jangan mikir aneh-aneh deh."
"Setelah banyak kejadian yang kamu lalui berdua apa ada debaran-debaran aneh di dada?" tanya Melodi semakin menggoda Airin.
"Ih, apaan sih. Biasa aja."
"Ciee, pipinya merah nih. Ciee..."
"Ih." Airin semakin mempercepat langkah kakinya. Dia masuk ke dalam kelas dan duduk di bangkunya. Sebelum duduk dia sempat melirik Revan yang kini sedang sibuk mencatat di bukunya.
"Van, tim basket sekolah kita cari empat anggota baru. Lo mau ikut? Nanti sepulang sekolah kita akan lakukan tes," tawar Azka.
Revan yang tadinya fokus dengan bukunya kini menatap Azka. Sebenarnya dia juga ingin mengikuti basket tapi sepertinya dia tidak bisa membagi waktu jadi ketua OSIS dan jadi anggota basket. "Gue takut jadwalnya terbentur pas lagi latihan basket sama rapat OSIS."
"Eh, Azka. Lo tuh jangan nawarin Revan. Masak iya posisi yang keren-keren diborong Revan semua." kata Tomi, salah satu teman sekelas mereka yang duduk di belakang Azka.
"Iya, bener juga lo. Yang keren makin keren nanti. Kalau gitu lo mau gak gabung?" tanya Azka.
"Boleh banget, asal udah gak ada kaum itu lagi, bahaya nanti gue diperkaos," canda Tomi lalu dia tertawa dengan keras.
Niat hati bercanda tapi justru mengingatkan kenangan buruk Revan lagi. Seketika Revan berdiri dan berlari keluar dari kelas.
"Tomi, jangan bercanda kayak gitu," kata Airin. Dia tahu betul pasti rasa trauma Revan kembali muncul.
"Cuma bercanda doang."
"Heh, lo gak tahu aja gue dan Revan itu jadi korban." kata Azka. "Revan yang paling parah. Udah jangan bicara asal lagi. Kasihan Revan masih trauma."
Tiba-tiba Tomi mendekat dan membungkuk di antara Airin dan Azka. "Gue tahu, gimana caranya menghilangkan rasa trauma Revan, ya dengan cara buat dia jatuh cinta."
"Terus apa hubungannya sama kita?"
Tomi melirik Airin. "Airin, the next couple of leader."
"Idih, ngaco!"
Seketika Azka mendorong Tomi agar kembali ke tempat duduknya. "Jangan menebar virus."
Tomi semakin tertawa. "Cemburu nih ye."
Sedangkan Airin hanya terdiam. Kemudian dia kini menatap Revan yang berjalan ke bangkunya. Wajahnya terlihat pucat.
Airin menoleh Revan sesaat. Ingin dia bertanya tapi tertahan di bibirnya mengingat sikap dinginnya Revan.
Beberapa saat kemudian, jam pelajaran pertama telah dimulai yaitu pelajaran Matematika.
"Seperti yang saya katakan kemarin, kita akan ulangan hari ini. Ridho, bagikan soal ulangannya."
Seketika Airin mencubit lengan Azka. "Kamu kok gak bilang sih hari ini ulangan."
"Iya, aku lupa. Lagian kamu gak belajar kan udah bisa."
"Tapi materi yang terakhir aku ketinggalan dan belum sempat aku pelajari." Airin menghela napas panjang sambil menerima soal ulangan itu.
"Nanti aku kasih contekan," bisik Azka sebelum mengerjakan soal itu.
"Tidak boleh ada yang mencontek!" kata Bu Sonya seolah mendengat bisik-bisik Azka dan Airin.
"Iya, Bu."
Benar saja, banyak soal yang Airin tidak mengerti. Dia menggaruk rambutnya sesaat, lalu melirik Azka yang sedang mengerjakan lembar jawabannya. Haruskah dia menunggu lembar jawaban dari Azka?
"Nomor satu jawabannya C."
Tiba-tiba saja ada yang bersuara di dekatnya. Apakah itu Revan? Airin menoleh ke sisi kanannya. Hampir saja dia berteriak saat melihat hantu Aditya berada di dekatnya.
Airin menutup mulutnya dan kembali menatap lembar ulangannya.
"Nomor dua, B."
Airin hanya terdiam. Seumur-umur baru kali ini ada hantu yang memberinya jawaban saat ulangan.
"Percaya sama aku. Soal ulangan SMA kelas 11 itu sangat mudah."
Pelipis Airin seketika berkeringat. Haruskah dia meniru jawaban itu?
"Kalau kamu gak mau dengar, ya udah aku diam. Nanti sepulang sekolah, aku tunjukkan rumah Irene."
Airin tidak tahu siapa sebenarnya hantu Aditya semasa hidupnya. Dia sangat beda dengan hantu-hantu yang lainnya.
Oke, untuk sekali ini saja aku percaya dengan ucapan hantu itu.
Airin menulis lembar jawabannya sesuai jawaban dari Aditya.
Aditya memberi jawaban itu sampai selesai.
Hanya 15 menit Airin sudah selesai mengerjakan soal-soal itu. Dia kini melihat Azka yang memberinya kode.
"Aku udah selesai," bisik Airin.
Seketika Azka bengong beberapa saat lalu dia kembali menatap soal ulangannya.
"Yang sudah selesai, boleh dikumpulkan dan silakan keluar," kata Bu Sonya setelah 60 menit berlalu.
Revan berdiri, dia menjadi yang pertama mengumpulkan lembar jawaban. Tidak ada yang kaget, karena Revan pakar Matematika di kelas itu. Kemudian disusul Airin. Kali ini Azka dan Melodi mendongak. Tidak biasanya Airin mengerjakan soal ulangan dengan cepat.
Airin sengaja menyusul langkah Revan menuju Lab. Komputer. Karena kebetulan mata pelajaran yang kedua adalah TIK.
"Revan!" Airin kini memberanikan diri untuk memanggil Revan.
Si kulkas itu akhirnya menghentikan langkahnya dan menatap Airin. "Kenapa?"
Seketika suhu dingin itu tertular ke dirinya. Dia juga bingung harus berkata apa. Akhirnya mereka hanya berjalan beriringan tanpa berkata apapun.
"Gak usah gengsi, kalau suka ya bilang suka."
Seketika Airin menoleh ke sisi kirinya. Hantu Aditya itu muncul lagi. Ternyata ada juga hantu yang sangat kepo seperti itu.
"Dia cocok sama kamu. Hanya sikapnya saja yang dingin. Tapi aku terawang, dia sangat baik dan perhatian. Kalau gak percaya, coba aja kamu tes."
"Ih, bisa diam gak!" Lama-lama Airin merasa kesal juga. Apa semasa hidupnya dulu Aditya dulu adalah seorang sales atau pengacara? Pintar bicara sekali.
Seketika Revan menatap bingung Airin.
"Eh, sorry, maksudnya bukan kamu." Airin menjadi salah tingkah. Lebih baik dia mendahului Revan saja. Tapi nahas, tiba-tiba dia tersandung karena tidak melihat tangga kecil di dekat koridor menuju ruang komputer.
"Airin, hati-hati!" Seketika Revan menarik lengan Airin hingga membuat Airin jatuh ke pelukannya.
Kedua mata itu saling menatap. Debaran di dada semakin terasa.
"Kalian memang cocok, semoga berjodoh."
Airin menegakkan dirinya. Dia semakin salah tingkah. "Maaf." Kemudian dia masuk ke dalam ruang komputer.
Huft, hantu saja sampai mendoakan aku dan Revan. Haruskah aku amini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Setmi Efrianti
ternyata ada juga hantu yg baik
2024-01-17
0
Wina Yuliani
ya ampun hantunya ternyata suhu... wah d jamin gk bakal ketahuan nyontek nih tp nilai pasti sempurna 😊😊
kalau mereka jadian trs apa dong namanya.. kan ada turun ranjang, naik ranjang, nah ini bekas sobat sendiri apa namanya 😅🌹
2023-03-11
2
Ansyanovels
Semangat Thor updatenya. Gua doain tuh si Airin dan Revan berjodoh. Mereka tuh cocok satunya pendiem satunya dingin, aduhai... Gua kan tetap nunggu bab berikutnya dah ❣️
2023-03-10
2