Kesunyian menyelimuti suasana, menyisakan deru napas seorang Cinta yang terdengar memburu karena emosi yang ditahan. Tatapan bingung itu Tuan Maheza dapatkan ketika akhirnya pandangannya bertemu dengan Cinta.
Arwah Resty pikir, suami dari tubuh yang ia tempati marah karena apa yang baru saja terjadi. Namun, pria yang selalu bersikap dengan tenang dan memang akan sangat dingin ketika kepada orang lain kecuali kepada Cinta, hanya memintanya untuk bersabar. Sebab, Tuan Maheza berdalih sudah merencanakan semuanya. Semua hukuman terbaik untuk Elia walau sampai detik ini, wanita itu belum sampai dipolisikan.
“Kenapa aku enggak boleh tahu? Kenapa harus dirahasiakan begini?” tanya arwah Resty sambil menatap sungkan pria di hadapannya.
“Emosi kamu enggak stabil. Takutnya dia malah melarikan diri sebelum waktunya tiba,” yakin Tuan Maheza sengaja bertutur lirih. “Sabar sebentar lagi, tapi ya enggak apa-apa, ... kamu tetap boleh melakukan apa pun.”
“Kenapa harus takut dia kabar? Masalah kabur kan dia bisa melakukan kapan pun. Kakinya ada di dia, kita apalagi aku enggak nahan kaki dia!” protes arwah Resty yang membuat Cinta keras kepala. Sebab walau bisa sabar sekaligus menjadi istri baik, urusan memperjuangkan kebenaran, Resty tipikal yang serba ingin secepatnya beres. Kalau bisa, nyawa harus dibayar nyawa.
Tuan Maheza menghela napas pelan. Kemudian, ia yang masih menatap lurus kedua mata Cinta berangsur melangkah pelan, merapatkan jarak mereka. Kedua tangannya membingkai wajah cantik itu. Perlakuan yang serba lembut hingga arwah Resty merasa, dunia yang harus ia jalani sebagai Cinta selalu berputar lebih lambat di setiap ia harus menghadapi Tuan Maheza.
“Sekarang aku punya banyak CCTV yang selalu mengawasinya. Dia tidak akan pernah bisa melarikan diri.” Tuan Maheza meyakinkan.
Tanpa menatap Tuan Maheza, arwah Resty berkata, “Jangan sampai membuatku menunggu lebih dari sembilan belas hari lagi karena jika itu terjadi, ... semuanya sia-sia.”
Tuan Maheza mengernyit, merasa tak paham dengan apa yang Cinta katakan.
Mendapati Tuan Maheza menjadi bingung, arwah Resty sengaja berkata, “Maksudnya pastikan rencana Mas terjadi sebelum itu.”
“Lusa,” ucap Tuan Maheza.
Cinta mengernyit tak habis pikir. “Mas, tiap hari Mas makan, kan?”
“Kenapa?” balas Tuan Maheza serius.
“Ya aneh saja. Mas tiap hari makan, badan Mas gede, masa sekadar ngomong saja harus bikin aku pasang kuping mirip orang budek!” sergah arwah Resty melayangkan keluh kesahnya kepada suami sementaranya.
Tuan Maheza langsung kicep mendapatkan protes tersebut.
“Yang semangat dong! Yang mati saja ingin hidup lagi, masa Mas yang hidup kayak segan!” sergah arwah Resty lagi yang kemudian tak segan menepuk-nepuk punggung kokoh Tuan Maheza. Ia nyaris menyudahinya, tapi pria itu berangsur mendekapnya erat.
Lain dengan arwah Resty yang berhasil membuat Cinta menjadi wanita tangguh, di luar, Elia menatap tak percaya wadah air berbahan stainles antik yang sampai peot setelah mendarat dengan fantastis di jidat sekaligus pelipisnya. Bisa Elia pastikan, pelipis dan jidatnya sampai benjol parah.
“Hari ini aku diammuk oleh dua wanita sekaligus. Mereka terkesan mirip, ... masalahnya, sejak kapan Cinta begitu? Itu jantungnya aman dibawa begitu? Kenapa Cinta yang lemah lembut dan sekadar lihat ketinggian apalagi renang saja enggak bisa, sekarang menjadi sangat emosional energik, seolah dia enggak sakit lagi?” pikir Elia yang langsung ketakutan. Apalagi ketika di pagi harinya ia kembali bertemu dengan wanita itu di dapur. Di dekat jendela, Elia memilih menenangkan diri dengan teh herbalnya.
“Jidat sama pelipis kamu benjol?” tegur Cinta yang kemudian menertawakan penampilan terbaru Elia. Wanita yang tampak necis itu langsung meliriknya dengan sinis.
“Kamu harus membayar semua ini!” tegas Elia penuh emosi.
Cinta tersenyum geli sambil menggeleng tanpa balasan berarti. Malahan ia sengaja berlalu begitu saja sambil mengemban Cikho, kemudian mendudukkan bocah itu tak jauh dari area kompor ia akan masak.
“Dia bahkan jadi pintar masak. Apa jangan-jangan, sebenarnya itu bukan Cinta dan malah arwah orang lain?” pikir Elia jadi curiga. “Kalau memang itu arwah lain, sepertinya aku harus memanggil pengusirnya semacam dukun!” yakin Elia masih bicara dalam hati. Menggunakan ponsel di tangannya, ia langsung mengirimi Sari WA, meminta ART kepercayaannya itu untuk memanggilkan dukun terbaik.
Tak lama kemudian, Elia yang masih mengamati setiap gerak-gerik aneh Cinta malah dibuat kesal oleh kehadiran Tuan Maheza. Tuan Maheza yang baru memakai kaus dalam dipadukan dengan celana panjang bahan warna hitam, rela mengemban sekaligus menenangkan Cinta bayi, kemudian mengantarkannya pada Cinta sang istri. Pemandangan yang sebelumnya belum pernah terjadi. Apalagi sejauh ini, Tuan Maheza selalu berpakaian rapi jika pria itu keluar dari kamar.
“Bentar, ... itu Mamah. Mamah lagi masak,” lirih Tuan Maheza menenangkan bayi mungil dalam dekapannya yang memang tengah menangis dan terdengar sangat nelangsa.
“Sayang! Ke Martin saja kamu enggak mau urus, sekarang kamu malah mirip baby sister anak itu!” kesal Elia sampai membantingg cangkir teh di tangan kanannya dan awalnya akan ia sesap isinya.
Tuan Maheza yang sudah ada di sebelah Cinta menatap sabar Elia. “Sama-sama anak Tomi, kan?” ucapnya sambil tetap menatap Elia walau ia masih menimang Cinta bayi.
Elia yang awalnya masih akan meluapkan emosinya, langsung tak jadi dan malah kebingungan. “Apa maksud Maheza bilang begitu? Tomi bilang, setelah ditangkap untuk kasus kematian Resty, dia sengaja membuang ponselnya di jurang agar hubungan dan juga kerjasama kami tidak terungkap,” pikir Elia yang sungguh tidak tahu, alasan Tomi ditahan juga karena kejahatan yang dilakukan bersamanya.
“Kok Elia terkesan enggak tahu kalau alasan Tomi ditahan juga karena kejahatan mereka, ya?” pikir arwah Resty yang diam-dian mengamati wajah Elia setelah ucapan pamungkas yang baru saja Tuan Maheza katakan mengenai siapa Cinta bayi dan juga Martin, sama-sama anak Tomi. “Jadi memang serapi ini kasusnya demi rencana yang sudah Tuan Maheza siapkan?” batin arwah Resty lagi yang kali ini mengambil alih Cinta bayi dari dekapan Tuan Maheza.
Tuan Maheza langsung tertarik pada kesibukan Cinta di sana. Ada ayam kecap dan juga sup sayuran bertabur daging dan kembang tahu yang tengah menjadi bagian dari kesibukan Cinta di pagi ini. Namun tentu ia tidak mengabaikan Cikho yang sudah langsung mencuri senyumnya. Karena biar bagaimanapun, apalagi setelah tahu pengorbanan Resty untuknya, ia sungguh sudah menganggap Cikho sebagai bagian dari hidupnya.
“Sini ikut Papah!” sergah Tuan Maheza bersemangat dan langsung mengemban Cikho.
Arwah Resty yang baru akan fokus ke masakannya walau sambil mengemban Cinta bayi, langsung bergidik mendengarnya. “Serapuh ini aku kalau sudah berkaitan sama anak. Tapi ya, ... ya makasih banyak Mas sudah menganggap anak-anakku sebagai anak Mas!” batinnya sangat terharu dan langsung berkaca-kaca.
“Kamu paling anteng kalau nemenin Mamah masak, ya? Masakan Mamah enak, enggak?” lanjutnya menyimak saksama jawaban Cikho yang ia tatap dengan saksama. Bocah itu langsung mengangguk-angguk dan berkata, masakan Cinta sangat enak mirip masakan mamah Resty.
“Ya Tuhan, ... sesesak ini. Harusnya aky bahagia, tapi kenapa rasanya juga sangat menyakitkan?” batin arwah Resty lagi dan memilih menyibukkan diri dengan merampungkan masakan yang tinggal sentuhan akhir di hadapannya. Yang membuatnya bahagia, tak semata karena Tuan Maheza sudah langsung berusaha dekat dengan Cikho, tapi juga sang putri yang langsung anteng jika ia dekap layaknya sekarang. Cinta bayi seolah sudah terbiasa atau bahkan mengenalinya.
“Dari kemarin kamu masak, tapi kamu enggak kasih aku makan?” ujar Tuan Maheza.
“Mas enggak minta. Mas kan sarapannya sereal sama buah, ya yang gitu-gitu. Sudah beda jurusan intinya,” balas Cinta.
Tuan Maheza tersipu. “Ya sudah mulai hari ini, aku ikut kamu. Kamu masak apa, pasti aku makan.”
Di balik keakraban Cinta dan Tuan Maheza, Elia yang makin yakin Cinta jadi aneh sekaligus berbeda, juga makin yakin untuk mengusutnya. “Paling tidak aku akan kembali membuatnya menjadi lemah!” batin Elia.
“Kamu ngapain sih di situ terus? Mirip orang-orangan sawah. Lagian dari kemarin kamu sibuk minta orang buat urus Martan Martin, tapi kamu saja yang mamahnya nongkrong sendirian terus mirip orang-orangan sawah!” kesal arwah Resty yang membuat Cinta menatap Elia penuh emosi.
Elia yang mendapat teguran itu langsung melirik sinis Cinta. Apalagi ketika Tuan Maheza juga sampai ikut-ikutan menegurnya.
“Sudah sana urus anak kamu! Masa iya harus ada adegan solet atau malah wajan terbang? Memangnya benjolan di jidat sama pelipis kamu masih kurang?” kesal arwah Resty yang membuat Cinta nyaris melempar solet di di tangan kanannya.
Diam-diam, Tuan Maheza tersipu memandangi Cinta. Bukan karena meski belum mandi dan masih memakai piama, Cinta sudah sibuk masak. Melainkan kenyataan wanita itu yang tampak sangat sehat bahkan garang, melebihi Elia yang bisa ia pastikan sudah mandi dan sampai tampil necis.
“Sehat-sehat terus yah Sayang!” batin Tuan Maheza tetap tersenyum santai memandangi Cinta, walau baru saja, Cinta sungguh melempar soletnya ke arah Elia yang tetap tidak mau pergi.
Semua pekerja di sana langsung syok ketakutan kepada Cinta atas ulahnya yang makin bar-bar.
“Sayang, lihat Cinta begitu ke aku. Lihat jidat sama pelipis aku yang benjol gini kayak ditempeli apel!” protes Elia.
“Kamu yang keterlaluan! Kamu sibuk sendiri tanpa peduli apalagi mau urus anak!” balas Tuan Maheza yang langsung cuek kepada Elia. Sementara di depan sana, dua orang pekerja wanita langsung bahu-membahu membersihkan kuah ayam kecap yang menetes di lantai marmer akibat lemparan solet dari Cinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒
🤣🤣🤣🤣sangar tenan s Resty lha se strong itu mlh hrs meninggal... berubah 100% dr cinta asli ke Arwah resty
2023-12-05
2
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
,🤣🤣🤣🤣🤣
2023-06-07
1
Mbah Edhok
arum teflon ... resty teko yang melayang ... siap-siap ya ...
2023-05-25
1