“Pah, Martin, ... Martin juga butuh kamu!” ucap Elia ketika akhirnya Tuan Maheza dan Cinta pulang.
Ia sengaja langsung menghampiri keduanya di lantai bawah setelah mendapat laporan dari Sari. Tepat pukul satu dini hari, dan kedua sejoli itu baru sampai rumah.
Tuan Maheza langsung menghela napas pelan. “Sebentar aku antar Cinta ke kamar dulu.”
“Biasanya juga Sekretaris Lim,” sergah Elia saking kesalnya.
“Aku bisa ke kamar sendiri!” sergah arwah Resty sengaja membuat Cinta pergi dari sana apalagi ia sudah tidak sabar untuk mengisi daya batre ponsel Resty.
Elia menatap kesal kepergian punggung Cinta. Namun ketika ia menoleh ke Tuan Maheza, Tuan Maheza malah menyusul Cinta. Membuat ia hanya berdua dengan Sekretaris Lim. Pria itu menatapnya dengan tatapan menakutkan walau jelas-jelas ada kacamata bening yang menghalangi.
“Sopan sedikit kenapa? Begini-begini aku istri kakakmu. Aku bahkan sahabat wanita yang sangat kamu cintai!” tegas Elia yang jujur saja ketakutan. Malahan daripada kepada Tuan Maheza, ia jauh lebih takut kepada Sekretaris Lim.
Sekretaris Lim, walau dia merupakan adik tiri dari Tuan Maheza, pria itu terkenal cerdas. Selain itu, Sekretaris Lim ibarat sumber nyawa Tuan Maheza dan juga usahanya. Sebab hampir semua pekerjaan Tuan Maheza dipantau langsung oleh Sekretaris Lim. Ibaratnya, Tuan Maheza hanya terima beres.
“Kamu sudah dicerai, kan?” tanya Sekretaris Lim yang jujur saja sudah ingin mencabiik wanita di hadapannya menjadi bagian tak berupa.
Elia yang sempat tersentak dan refleks memelotot hanya pernyataan Sekretaris Lim barusan, berangsur tersenyum sinis sambil bersedekap. Ia menatap Sekretaris Lim dengan tatapan menantang.
Sebelum Elia berbicara, dan Sekretaris Lim hanya akan menghasilkan kata-kata tak ia inginkan, Sekretaris Lim sengaja berkata, “Kamu enggak usah bawa-bawa Martin deh, apalagi kalau dilihat saja, walau dia memang anak kamu, dia enggak ada mirip-miripnya dengan kakakku. Maaf-maaf saja, ya. Dia malah mirip sopir pribadi kamu! Beneran berasa beda level!” Ia mengakhiri ucapannya dengan tersenyum kejji sebelum akhirnya berlalu ke lorong sebelah.
“Elia ... Elia. Asal kamu tahu, kamu hanya tinggal menunggu kejutan yang sudah kami siapkan saja. Kamu terkejut bahkan malu, barulah kamu menyusul Tomi supir terbucinmu!” batin Sekretaris Lim menjadi sibuk tersenyum sendiri.
Di tengah suasana rumah yang sudah temaram mengingat waktu sudah dini hari, Elia sungguh menahan kekesalan luar biasa. Kedua tangan yang awalnya bersedekap, menjadi mengepal kencang di sisi tubuh.
“Aku ingin nyawanya! Aku benar-benar ingin nyawa Lim! Karena andai Lim matti apalagi matii secara tragiiis, otomatis Cinta juga akan gilla!” batinnya yang kemudian melongok ke lorong sebelah. Lorong yang berlawanan dengan tujuan langkah Sekretaris Lim. Lorong tersebut merupakan lorong yang dituju Cinta maupun Tuan Maheza.
Elia sudah tidak melihat keberadaan kedua sejoli itu. Ia memutuskan pergi dan naik ke lantai atas lagi. Namun jika lebih dari sepuluh menit Tuan Maheza tak kunjung datang, bisa ia pastikan ia akan kembali bahkan mengamuuk apalagi ia memiliki alasan kuat melakukannya.
“Mau ke mana?” ucap Tuan Maheza masih sangat tenang. Di hadapannya, Cinta yang melangkah cepat cenderung menunduk, ia dapati langsung kebingungan. Wanita itu memasuki lorong buntu.
“Bahkan dia lupa kamarnya ada di mana?” batin Tuan Maheza ketika akhirnya Cinta balik badan. Mata bulat Cinta yang kebingungan mengamati sekitar, berangsur menatapnya.
“Rumah ini terlalu besar. Aku bahkan lupa di mana kamar Cinta maupun kamar yang ditempati anak-anakku. Apalagi ini malam dan temaram gini suasananya,” batin arwah Resty yang berniat akan bertanya andai Tuan Maheza tidak memberitahunya.
“Ke sini ... kamar kita ada di sebelah kiriku. Sedangkan kamar anak-anak ada di belakangku,” jelas Tuan Maheza benar-benar sabar.
Cinta yang masih memegang kaitan tas mahal yang menghiasi pundak kanan menggunakan kedua tangannya, berangsur melangkah. Arwah Resty yang masih mengendalikan tubuh Cinta sengaja menuju kiri Tuan Maheza, memilih kamar Cinta dan Tuan Maheza untuknya segera mengisi daya ponsel Resty.
Tuan Maheza sengaja membiarkan Cinta melangkah lebih dulu. “Kamu ganti pakaian saja, enggak usah mandi sudah mau pagi. Aku mau lihat anak-anak dulu.”
Ucapan barusan mematahkan langkah Cinta lantaran arwah Resty yang mengendalikannya, mendadak terenyuh. Tepat di bibir pintu yang baru ia buka, ia berangsur menoleh dan mendapati punggung kokoh Tuan Maheza memasuki kamar Cikho dan Cinta.
“Kok rasanya enggak asing banget, ya? Seolah, ... kami memang nyata. Tuan Maheza bahkan lebih peduli ke Cikho dan Cinta,” batin arwah Resty.
Di kamar anak-anak yang dimaksud, hati seorang Tuan Maheza mendadak rapuh. Pria itu menjadi berlinang air mata hanya karena memandangi kedua anak Resty. Cikho tidur di ranjang mewah, sedangkan Cinta di ranjang bayi. Sebelum ia menumpahkan kesedihannya itu, seorang pengasuh yang kebetulan belum tidur, sengaja ia minta untuk keluar dulu.
“Mulai sekarang, kalian tidak akan kekurangan apa pun. Berbanggalah kalian karena terlahir dari wanita pemberani seperti mamah kalian,” batin Tuan Maheza. Ia sampai mengelus kepala Cikho maupun kepala Cinta.
Menunggu daya batrenya terisi, arwah Resty tak hentinya membuat tubuh Cinta mondar-mandir. Ia menunggu di depan nakas sebelah tempat tidur ia mengisi daya baterai ponsel.
“Takut Tuan Maheza ke sini, tapi aku belum ganti pakaian,” pikir Resty yang buru-buru membuka lemari.
Perihal lemari karena terlalu banyak pintu dan juga lemari dinding nan mewah yang ada di sana, arwah Resty juga sampai lupa di mana keberadaan pakaian tidur maupun pakaian dalam. Ia sampai harus membuka setiap laci atau pintu lemari. Ia melakukannya dengan cekatan demi menghemat waktu.
Arwah Resty tak hanya sekadar ganti pakaian. Karena arwah itu juga sengaja merawat tubuh Cinta. “Aku sudah diberi kesempatan menumpang di tubuh ini. Aku enggak boleh jadi arwah jahat, dan aku harus merawat tubuh Cinta agar aku tetap bisa menjalani misiku. Semuanya sungguh tinggal selangkah lagi,” batin arwah Cinta sambil mencuci wajahnya menggunakan sabun wajah khusus yang tersedia di sana.
Beberapa saat kemudian, arwah Resty yang bar-bar, membuat tubuh Cinta yang feminin lari tak sabar keluar dari kamar mandi. Tepat di saat itu juga Tuan Maheza yang sebenarnya baru masuk kamar yang masih dibiarkan temaram, kaget.
“Dia bertingkah aneh lagi, ... tapi dia yang sekarang sangat menyenangkan. Mungkin karena dia yang sekarang sangat menghargai aku. Juga, ... dia yang sekarang menjadi membutuhkan aku,” batin Tuan Maheza.
Tuan Maheza memilih diam, memperhatikan setiap apa yang Cinta lakukan walau ia hanya bisa memandangi punggung indah Cinta yang kali ini memakai piama lengan panjang warna jingga muda. Di depan nakas sana, ia dapati Cinta tengah mengotak-atik ponsel Resty.
Arwah Resty sampai membuat tubuh Cinta menahan napas hanya karena kesibukannya menunggu ponsel aktif. Harusnya semuanya berjalan singkat dan tak sampai membuatnya menunggu lama. Namun karena rasa tidak sabarnya, arwah Resty merasa proses tunggunya sangat lama.
“Nah, kentang banget nih hape!” keluh arwah Resty yang tentu saja menjadi diucapkan Cinta.
Tuan Maheza yang masih menyimak langsung mesem. Karena sekali lagi, Cinta yang sekarang dan memang terasa beda, malah menjadi membuatnya merasa wanita itu jauh lebih spesial. Dan baru saja, Cinta sampai duduk sila di lantai setelah sebelumnya sampai melepas sandal bulu warna merah mudanya.
“Masa iya aku jatuh cinta lagi, ... dan itu masih pada orang yang sama?” batin Tuan Maheza menjadi tersipu. Ia masih betah menjadi penguntit apalagi yang diperhatikan sama sekali tidak sadar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
🤭🤭🤭🤭🤭
2023-06-07
1
Mbah Edhok
nggak papa jatuh cinta lagi pada orang yang sama ...
2023-05-25
0
Firli Putrawan
y cinta resty kl bs biar lama d tubuh nya skrg biar bs ngurus anak2 nya sampe gede
2023-04-05
0