"Bang Keenan ayo bangun, jika Kau seperti ini hanya akan memperlambat semua prosesnya. Aku tidak bisa menunggu terlalu lama lagi." Damar berusaha membangunkan Keenan.
Arland yang tengah fokus mengemudi, tersenyum kecut mendengar penuturan Damar, ternyata Damar tak benar-benar mengkhawatirkan keadaan Keenan.
Sesampainya di rumah sakit, Keenan langsung dibawa menuju ruangan ICU.
Didepan ruangan, Damar dan Kanaya menunggu dengan kebisuan, dalam keadaan seperti ini tidak tahu harus berkata apa. Yang bisa dilakukan hanya menunggu dokter keluar dan mengatakan apa yang sebenarnya yang terjadi pada Keenan sehingga sampai tak sadarkan diri seperti itu.
Sementara itu, Arland menjauh untuk menghubungi Tania dan Vino.
Beberapa saat menunggu, pintu ruangan ICU terbuka. Arland yang baru saja selesai menelpon bergegas mendekat.
"Dok, Kakak saya sebenarnya sakit apa? Kenapa bisa sampai pingsan?" Tanya Damar dengan raut wajah khawatir.
Kanaya dan Arland pun turut menanti jawaban sang dokter.
Dokter wanita yang kira-kira berusia empat puluh tahun itu tersenyum sembari melepas kacamatanya.
"Tidak ada hal yang serius, pasien hanya sedang mengalami sindrom cauvade." Tutur dokter.
Kalimat yang asing terdengar, membuat Damar, Kanaya dan Arland mengerutkan keningnya.
"Dok, itu penyakit semacam apa?" Tanya Arland. "Karena memang Teman saya itu sudah dua bulan terakhir sering mengalami pusing dan mual." Ujarnya.
Dokter itu kembali tersenyum. "Sudah saya bilang tidak ada hal serius, dan sindrom cauvade itu bukan penyakit. Sindrom cauvade disebut juga dengan kehamilan simpatik yang sering terjadi kepada suami yang turut merasakan tanda-tanda kehamilan yang sedang dialami oleh istrinya. Dan kenapa pasien bisa sampai pingsan, itu karena kondisi pasien yang memang sedang melemah ditambah stres dan kelelahan. Tekanan darah pasien juga rendah, mungkin karena efek kurang tidur."
Deg...
Kedua kaki Kanaya serasa melemah dan seperti tidak bisa menopang tubuhnya lagi. Damar pun turut tersentak mendengar penuturan dokter itu. Bagaimana bisa Keenan mengalami kehamilan simpatik sementara Kanaya benar-benar yakin jika dirinya tidak hamil.
Arland yang berdiri di samping Kanaya langsung menangkap tubuh Kanaya ketika melihat gadis itu akan jatuh, Damar pun tersadar dari lamunannya dan langsung mengambil alih menopang tubuh kekasihnya.
"Kamu tidak apa-apa?"
"Bang Damar, itu tidak mungkin. Yang dikatakan dokter pasti salah." Ujar Kanaya.
Damar pun langsung menoleh menatap dokter. "Dokter, apa Anda yakin dengan dugaan Anda? Karena istrinya tidak pernah mengalami tanda-tanda apapun tentang kehamilan."
"Hal seperti itu memang biasa terjadi, bahkan hingga menjelang persalinan beberapa wanita hamil tidak merasakan gejala yang sering dialami oleh wanita hamil pada umumnya. Jika kalian ragu, bisa dilakukan pemeriksaan terhadap istri pasien karena saya sangat yakin dengan diagnosa saya. Tidak sedikit pasien saya yang mengalami hal serupa."
.
.
.
.
Beberapa saat lalu setelah terjadi perdebatan antara Arland dan Damar, akhirnya Damar pun setuju agar Kanaya di periksa supaya semua jelas.
Dan kini Kanaya sudah berbaring di ranjang pasien didalam ruangan poli kandungan dan bersiap untuk dilakukan USG. Didalam ruangan itupun Damar dan Arland turut menyaksikan pemeriksaan itu.
"Usia kandungannya sudah jalan delapan Minggu." Tutur dokter usai melakukan USG. Dokter pun turut menunjukkan bagian kantung janin.
Air mata Kanaya seketika luruh, bukan karena bahagia mengetahui dirinya hamil. Tetapi karena kehadiran janin itu akan kembali menghalangi hubungannya dengan Damar.
Damar pun tidak tahu harus berkata apa lagi, yang ada dalam benaknya sekarang hanyalah ucapan Keenan saat membuat perjanjian.
'Jika Kanaya benar-benar hamil. Bang Keenan meminta keihklasan mu untuk merelakan Kanaya tetap menjadi Istri Bang Keenan.'
Damar terhenyak kala merasakan tepukan di bahunya.
"Aku berharap kamu bisa menerima kenyataan ini." Setelah mengatakan itu, Arland pun keluar dari ruangan poli kandungan menuju ruangan tempat Keenan dirawat.
Tangisan Kanaya pecah ketika dokter juga keluar dari ruangan itu.
"Aku tidak mau bayi ini, aku tidak mau!"
Damar dengan cepat menangkap kedua tangan Kanaya yang memukuli perutnya sendiri.
"Kanaya jangan, dia tidak bersalah." Damar pun turut menangis, ia memeluk kekasihnya itu dengan erat.
"Tapi bayi ini hanya akan menjadi penghalang untuk kita."
Damar terdiam, yang dikatakan Kanaya benar. Kehadiran bayi itu akan menjadi penghalang untuk mereka bisa bersatu. Namun, Damar tidak ingin menjadi orang jahat dengan menyuruh kekasihnya menggugurkan kandungannya.
"Biarkan dia tetap hidup." Akhirnya kalimat itu terucap dari bibir Damar.
Kanaya menggeleng kepalanya dengan kuat, ia langsung mendorong tubuh Damar yang memeluknya.
"Sekarang aku sadar, ternyata Bang Damar tidak benar-benar mencintai Aku!" Kanaya menatap Damar dengan tajam.
"Tidak Kanaya, aku sangat mencintaimu. Tapi apa yang harus aku lakukan? Apa kamu tega membunuh bayi yang tidak bersalah itu?"
Kanaya pun terdiam, tidak ada kata lagi yang terucap. Hanya suara tangisannya yang memenuhi ruangan itu.
.
.
.
Di ruang rawat Keenan...
Jari-jari Keenan mulai bergerak seiring kedua matanya yang mulai terbuka, pandangannya menyapu seluruh ruangan yang asing dimatanya.
"Aku dimana?"
Arland yang duduk di sofa menunggu, dengan cepat bangkit dan menghampiri Keenan.
"Syukurlah, akhirnya Kamu sadar juga."
"Arland, kenapa aku bisa ada disini?"
"Kamu pingsan, jadi Kami membawamu kerumah sakit."
Keenan tersenyum kecut, kemudian mencoba bangun.
"Aku ini ternyata lemah sekali, baru seperti itu saja sudah pingsan." Ujarnya sambil terkekeh.
Arland pun turut tersenyum, "Keenan, ternyata keluhan yang kamu rasakan selama dua bulan ini adalah sindrom cauvade."
Keenan mengerutkan keningnya, "Apa itu? Apa itu penyakit yang serius?"
"Ya, itu penyakit yang cukup serius. Aku tidak bisa membayangkan jika kau akan mengalaminya hingga beberapa bulan ke depan."
"Ck, malang benar nasibku. Sebentar lagi akan menjadi duda, dan sekarang terkena penyakit."
Arland terkekeh yang membuat Keenan mendengus kesal.
"Ternyata kau itu teman yang tidak baik, kau senang melihat aku menderita." Sindir Keenan.
Arland terkekeh lagi, "Seharusnya kau senang menderita sakit seperti ini, karena ternyata penyakitmu ini akan menjadikanmu seorang Ayah."
Keenan terdiam beberapa saat, dan kini gilirannya yang terkekeh. "Jangan bercanda, Arland. Mana ada penyakit yang akan menjadikan seseorang akan menjadi seorang Ayah. Hei, aku tidak segalau itu akan menjadi duda sehingga kau berlebihan seperti ini menghiburku."
Arland berdecak, ia menyilang kedua tangannya di dada sembari menatap temannya dengan lekat.
"Keenan, dokter bilang, kau sedang mengalami kehamilan simpatik." Ujar Arland akhirnya menjelaskan.
Keenan bergeming, kedua matanya tak berkedip menatap Arland.
"Keenan, yang kau alami selama dua bulan ini ternyata adalah kehamilan simpatik yang sering terjadi kepada suami yang turut merasakan tanda-tanda kehamilan yang sedang dialami oleh istrinya. Pantas saja Kanaya tidak merasakan tanda-tanda kehamilan, karena kau yang merasakannya." Ujar Arland lagi.
Detik itu juga, Keenan langsung melompat turun dari ranjang pasien mendekati Arland.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
febby fadila
pikiran kanaya macam anak SD aja
2025-03-17
0
angel
benar sekaliiii ...pikiran Kanaya msh cetek
2024-11-29
1
Qaisaa Nazarudin
Jangan Egois Kanaya,Kalaupun Damar bisa menerima keadaan mu,Belom tentu ortunya Damar akan menerima kamu..
2024-09-03
1