Diruang makan, dua pasang paruh baya itu mengembangkan senyum bahagia melihat kedua pasangan pengantin baru yang duduk berdampingan.
"Setelah ini, apa rencana kalian?" Tanya Vino disela-sela makan mereka.
"Maksudnya, rencana apa, Pa"? Tanya Keenan bingung.
Vino tersenyum, ia mengambil air putih lalu meminumnya dan setelah itu ia menjauhkan piringnya.
"Ya, barang kali kalian ada rencana mau pergi berbulan madu gitu, apa kalian sudah menentukan akan kemana"? Tanya Vino lagi.
Membuat Keenan tersedak makanan yang dikunyah nya. Anin pun dengan sigap memberikan air minum pada abangnya.
"Maaf Pa, kalau untuk itu kami belum memikirkan nya, iya kan Kanaya." Ujar Keenan ia menatap istrinya, dan Kanaya menganggukkan kepalanya.
"kalian ini, kenapa harus menunda nya, kapan kalian akan memberikan kita cucu, kalau pergi berbulan madu saja masih menunda nya." Ujar Vino dengan raut wajah yang terlihat kecewa.
"Iya Nak, di hari tua kami ini yang kami inginkan hanya lah bisa melihat kalian bahagia hidup rukun dalam berumah tangga, dan tentu nya segera memberikan kami cucu, apalagi memangnya?" Sahut Tania.
"Benar itu Keenan, Om saja sudah ingin punya menantu tapi sepertinya Damar masih betah melajang." Timpal Bara dengan terkekeh, dan di angguki oleh Vani.
Keenan dan Kanaya saling menatap lalu serentak menjawab.
"Iya, nanti Kami pikirkan." Mereka terpaksa mengiyakan dari pada para orangtua itu tahu drama yang sedang mereka mainkan.
Sementara Damar mengepalkan kedua tangannya di bawah meja serta melempar tatapan tajam pada Keenan tanpa seorang pun yang melihatnya.
'Awas saja Kalau Bang Keenan sampai berani membawa Kanaya pergi berbulan madu.'
Setelah selesai makan, Kanaya langsung berpamitan ke kamar hendak beristirahat. Kemudian Keenan pun juga berpamitan menyusul Kanaya ke kamar, yang membuat dua pasang paruh baya itu menggeleng kepala dan tersenyum mengejek.
.
.
.
Malam semakin larut, Bara, Vani dan juga Damar pun berpamitan untuk pulang.
Vino dan Tania mengantar adik mereka hingga ke depan pintu, dan setelah mobil Bara meninggalkan pelataran rumahnya, Tania dan Vino pun masuk kedalam rumah.
Di ruang tamu, tampak Arland sedang berbicara serius bersama Anin. Vino dan Tania pun menghampiri mereka berdua.
"Lagi ngobrolin apa sih? Kelihatannya serius sekali." Tanya Vino setelah mendudukkan tubuhnya di samping Anin.
Anin sedikit terkejut karena kedatangan papa dan mamanya yang tiba-tiba.
"I-tu Pa, Anin cuma tanya-tanya aja sama Om brewok." Jawab Anin dengan sedikit cengengesan.
Arland pun mendengus kesal, sebutan itu sepertinya akan seumur hidup melekat padanya jika ia terus berdekatan dengan Anin.
"Tanya-tanya apa?" Tanya Vino lagi.
"Anin tanya-tanya soal Universitas yang bagus Pa, sebentar lagi kan Anin mau kelulusan. Iya kan Om?" Jawab Anin kemudian ia menoleh menatap Arland.
Arland pun mengangguk sambil tersenyum. Dan senyumnya ini hanya terpaksa.
"Oh, Papa kira kalian sedang bicarakan soal masa depan." Kekeh Vino. Sebenarnya ia senang melihat putri bungsunya itu dekat dengan Arland.
"Mas, gak boleh ngomong gitu. Biarkan Anin mengejar cita-citanya dulu." Tania menegur suaminya.
"Iya nih Papa. Anin tuh mau kuliah dulu sampai sarjana terus itu pengen jadi..." Anin menjeda kalimatnya, karena sejujurnya ia juga bingung saat kuliah nanti akan mengambil jurusan apa mengingat nilainya di sekolah semua dibawah rata-rata.
"Udah ah, Anin mau tidur." Anin pun beranjak dan bergegas pergi ke kamarnya.
Setelah Anin pergi, Arland pun juga berpamitan untuk pulang.
.
.
.
"Kanaya, Kau mau apa?"
Keenan terkejut saat baru masuk ke kamar ia mendapati Kanaya mengambil selimut dan bantal dari dalam lemari penyimpanan kemudian membawanya menuju sofa.
"Apa lagi? Aku mau tidur disini." Ujar Kanaya dengan ketus sembari meletakkan bantal dan selimut itu di sofa.
"Jangan tidur di sofa Kanaya, tidurlah di ranjang bersamaku.''
Kanaya hanya melirik Keenan sambil tersenyum sinis kemudian ia merebahkan tubuhnya di sofa.
Keenan pun merendahkan tubuhnya bersimpuh di samping Kanaya yang sudah berbaring di sofa.
Keenan dengan cepat menarik kembali tangannya yang hampir menyentuh pundak gadis yang sudah menjadi istirnya itu.
"Kanaya jangan seperti ini, tidurlah di ranjang bersamaku."
Kanaya menutup kepalanya dengan selimut, kemudian berkata. "Aku harap Kau tidak melupakan perjanjian mu dengan Bang Damar." Ucap Kanaya memperingati.
Keenan pun mengerti kenapa Kanaya memilih tidur di sofa, rupanya gadis itu khawatir jika ia meminta haknya sebagai suami.
"Aku sudah diizinkan untuk bertanggung jawab dengan menikahi mu itu sudah lebih dari cukup. Kau tenang saja, Aku tidak akan melakukan apapun padamu jadi Aku mohon tidurlah di ranjang bersamaku." Pinta Keenan lagi memohon.
"Aku tidak percaya denganmu, malam itu saja Kau bisa mengambilnya secara paksa apalagi sekarang."
"Kanaya, apa harus Aku jelaskan lagi jika malam itu ada seseorang yang ingin menjebak ku dengan menaruh obat didalam minumanku."
Kanaya menulikan telinganya, dibalik selimut ia berusaha untuk tidur dan mengabaikan Keenan.
Namun, Keenan tak menyerah ia masih terus bersimpuh dan terus membujuk Kanaya agar mau tidur di ranjang bersamanya hingga membuat Kanaya menjadi kesal. Kanaya pun bangun dan mendorong tubuh Keenan menjauh darinya.
"Apa Kau tidak dengar? Aku bilang Aku tidak mau tidur denganmu!" Bentak Kanaya.
Keenan yang didorong tersungkur ke lantai, namun ia sama sekali tidak marah atas perbuatan Kanaya padanya. Ia bangkit dari atas lantai kemudian menghampiri Kanaya kembali.
"Baiklah jika Kau tidak mau tidur bersamaku, biar Aku saja yang tidur di sofa dan Kau tidurlah di ranjang." Ujar Keenan pada akhirnya.
"Kenapa Aku harus tidur disana? Itu ranjang mu bukan ranjang ku."
"Karena Kau sudah menjadi Istriku, apapun milikku maka akan menjadi milikmu juga." Ujar Keenan sembari mengukir senyum tipis di bibirnya.
Kanaya berdecak kesal mendengar penuturan Keenan.
"Hanya Istri sementara, tiga bulan. Ingat itu!" Kanaya dengan tegas memperingati Keenan kembali akan perjanjiannya sebelum pernikahan ini terjadi.
Senyum diwajah Keenan seketika surut, entah kenapa dadanya terasa sesak mendengar perkataan Kanaya. Ada rasa tak rela membayangkan jika pernikahannya ini akan berakhir pada waktunya. Salahkah jika ia egois dan ingin tetap mempertahankan pernikahannya ini.
Tak ingin berdebat lagi, Keenan berjalan ke arah ranjang. Ia mengambil selimut dan bantal kemudian ia membaringkan tubuhnya di lantai di dekat sofa.
"Kau tidak mau tidur di ranjang, maka Aku juga tidak tidak akan tidur di ranjang."
"Dasar bodoh!" Kanaya membaringkan tubuhnya kembali dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Ia berusaha untuk tidur dan tidak ingin perduli dengan apa yang dilakukan oleh Keenan saat ini.
Keenan pun memejamkan mata berusaha untuk tidur meski sebenarnya sulit karena hawa lantai yang dingin. Ini adalah pertama kalinya ia tidak tidur di ranjang empuknya, entah bagaimana badannya esok pagi saat terbangun.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
febby fadila
sabar keenan, beri dia perhatian dan cinta yg tulus pasti akan luluh dengan sendirix...
2025-03-17
0
A Yes
sama pendapatnya Kak @Cris. padahal mereka sama2 korban, apalagi sudah berbesar hati maubtabggung jaeab, coba klo laki2 gak bener, yg ada kabur ajah ngapain repot2 tanggung jaeab
2024-03-28
1
🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ
kanaya terlalu keras
2024-02-06
0