Bersikap kasar bukanlah kriteria Kanaya. Namun, mau bagaimana lagi? Ia terpaksa melakukan hal demikian untuk menekankan pada laki-laki yang telah menjadi suaminya bahwa ia sama sekali tidak menginginkannya.
Pagi hari menjelang, Keenan sudah rapi dengan setelan kantornya. Sebenarnya semalam ia tidak bisa tidur karena hawa dingin lantai yang membuatnya menggigil padahal lantai tempat tidurnya itu dialasi dengan karpet namun tetap saja rasanya dingin.
Meski sudah rapi namun Keenan tidak keluar kamar karena masih menunggu Kanaya yang belum bangun. Ia tidak ingin orangtuanya bertanya-tanya kenapa ia turun sendiri.
Sementara Kanaya masih tertidur dengan pulas, bagi Kanaya bahkan sofa yang menjadi tempat tidurnya itu lebih empuk daripada kasur lipat miliknya dirumah.
Keenan pun membuka tirai jendela, cahaya matahari seketika memancar masuk ke kamar dan mengenai wajah Kanaya, membuat gadis itu akhirnya terbangun.
"Selamat pagi?" Sapa Keenan sembari melangkah mendekati istrinya.
Kanaya mengusap wajahnya kemudian bangun dari pembaringan, ia seolah tidak mendengar sapaan Keenan.
"Ayo cepat mandi, setelah itu kita turun bersama untuk sarapan."
"Pergilah sendiri tidak usah menungguku." Ujar Kanaya dengan ketus.
Keenan tersenyum mendengarnya, yeah sepertinya ia harus membiasakan diri mendengar kalimat-kalimat pedas yang meluncur dari bibir istri kecilnya itu. Setidaknya ia tetap akan memperlakukan Kanaya dengan baik selama menjadi istrinya sampai tiga bulan ke depan.
"Hei, ini rumah mertuamu, apa kata Mama nanti jika Aku keluar kamar sendirian. Mau dibilang sebagai menantu pemalas?'' Ujar Keenan sambil terkekeh.
Kanaya berdecak kesal, ia menghentakkan kakinya sebelum akhirnya beranjak dari sofa kemudian segera masuk ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya.
Beberapa saat kemudian Kanaya pun keluar dari kamar mandi, ia terkejut melihat Keenan yang bersandar di dinding dekat kamar mandi dengan memegang handuk ditangannya.
"Kamu gak mandi?" Tanya Keenan sembari menyodorkan handuk itu pada Kanaya.
"Enggak!" Jawab Kanaya singkat kemudian melewati Keenan begitu saja.
"Mandi dong, Aku saja sudah mandi." Ujar Keenan yang mengekor dibelakang istrinya itu.
"Terserah Aku mau mandi apa enggak, gak usah repot-repot Kamu mengurusinya!" Tukas Kanaya.
"Baiklah Kalau tidak ingin mandi, tapi sekarang setidaknya basahi lah rambutmu sedikit agar terlihat seperti sudah mandi." Tutur Keenan.
Kanaya menghentikan langkahnya kemudian berbalik menatap laki-laki yang telah menjadi suaminya itu. Dengan kedua tangan yang bertengger di pinggang dan tatapan yang tajam ia arahkan pada Keenan.
Kanaya tentu tahu apa maksud Keenan menyuruhnya untuk membasahi rambut, namun ia tidak akan menurutinya begitu saja tanpa mengambil keuntungan didalamnya.
Melihat senyum samar diwajah Kanaya, Keenan pun ikut tersenyum.
"Baiklah, tapi Kamu harus menuruti permintaanku." Ujar Kanaya.
"Apa?" Tanya Keenan dengan antusias.
"Mulai malam ini, Aku tidak mau tinggal di sini lagi." Ujar Kanaya dengan lantang.
"Kenapa?" Tanya Keenan lagi dan kali ini dengan raut wajah yang lesu.
"Aku ingin tinggal di rumahku sendiri, di sana Aku tidak perlu repot-repot berakting seperti disini." Jawab Kanaya langsung pada intinya.
Keenan hanya bisa menghela nafasnya dengan berat, lalu pada akhirnya ia mengangguk setuju membuat Kanaya tersenyum senang.
Kanaya pun pergi membasahi rambutnya seperti permintaan Keenan, sungguh ini membuat Kanaya merasa risih karena orang-orang pasti akan menganggap dirinya dan Keenan telah melakukan malam pertama. Dan setelah tinggal dirumahnya sendiri ia tidak perlu repot-repot untuk bersandiwara lagi seperti ini.
.
.
.
Baru keluar dari kamar, Kanaya langsung merentangkan kedua tangannya saat melihat sang adik berjalan kearahnya. Semalam adalah pertama kalinya ia tidur terpisah dengan adik kesayangannya itu.
Bocah laki-laki yang bernama Aryan itupun langsung berhambur kedalam pelukan Kanaya.
Melihat momen itu Keenan pun tersenyum, ia jadi teringat masa kecilnya bersama Damar dulu.
"Kak lihat, Aku punya mainan baru." Bocah bernama Aryan itu dengan wajah sumringah memperlihatkan mainan barunya pada sang Kakak.
"Aryan, Kamu dapat mainan ini dari mana?" Tanya Kanaya dengan tatapan menyelidik sambil membenarkan dasi adiknya yang sedikit miring.
"Dari..." Aryan menjeda kalimatnya, ia menoleh kearah Anin yang berdiri tak jauh dari sana.
"Kak Anin, Om yang tadi malam membelikan mainan ini siapa namanya?" Tanya Aryan pada Anin dengan sedikit berteriak.
"Om Brewok." Jawab Anin terlihat acuh.
Yah, semalam Anin tidak bisa tidur karena terus memikirkan kedua abangnya. Akhirnya Anin pun memutuskan membawa adiknya Kanaya untuk berjalan-jalan ke sebuah pasar malam, dan tak sengaja bertemu Arland yang kebetulan mobilnya sedang mogok tak jauh dari pasar malam itu. Anin pun memanfaatkan situasi itu untuk menguras isi dompet Arland. Bukan hanya membelikan berbagai makanan dan mainan untuk Aryan, tapi juga membayar semua permainan dan wahana yang dimainkan oleh Anin. Dan tentunya Anin beralasan jika ia lupa memasukkan uang lebih kedalam dompetnya.
Mendengar itu tiba-tiba saja Keenan terkekeh, kemudian ia menekuk lutut dan bersimpuh di samping Aryan.
"Aryan, itu bukan Om tapi namanya Bang Arland, sama seperti Bang Keenan dan juga Bang Damar." Ucap Keenan lirih di akhir kalimatnya.
Kanaya refleks memejamkan mata saat namanya kekasihnya disebut. Rasa rindu tiba-tiba saja menyeruak.
"Tapi Kak Anin kok manggilnya dengan sebutan Om Brewok?" Tanya Aryan dengan tampang polosnya.
Lagi-lagi Keenan terkekeh, ia menarik tangan mungil Aryan dan mendudukkan di pangkuannya.
"Jangan dengerin Kak Anin, sekarang sebaiknya kita sarapan dan nanti Bang Keenan yang akan antar Aryan ke sekolah."
Aryan sangat senang, ia pun segera berlari menghampiri Anin yang juga sudah rapi dengan seragam sekolahnya.
"Kak Anin, sepulang sekolah perlihatkan nilai Kak Anin padaku ya. Kalau nilai Kak Anin lebih rendah dariku maka Kak Anin harus mendapatkan hukuman." Ujar Aryan dengan begitu menggebu-gebu.
Anin hanya bisa mengangguk lemah tanpa berniat untuk menjawab sepatah kata saja, karena ia tahu pasti akan kalah meski pendidikannya lebih tinggi dari Aryan. Dulu disekolah Kanaya sering bercerita padanya, meski masih duduk disekolah dasar tapi Aryan selalu mendapat nilai tertinggi dan bahkan selalu menjadi juara umum setiap semesternya, sementara Anin sendiri selalu mendapat nilai dibawah rata-rata namun, ia bersyukur tidak ada yang mengekang nya dan malah seluruh keluarga terus mendukung agar ia semakin giat belajar agar bisa menjadi juara.
Tanpa sadar, Keenan dan Kanaya serentak menggelengkan pelan kepalanya melihat tingkah Aryan. Mereka sudah tahu pasti siapa yang akan menjadi pemenangnya.
Saat diruang makan, hal yang sedari tadi diwanti-wanti oleh Kanaya pun terjadi. Sang mertua tak hentinya tersenyum dengan sesekali melirik kearahnya dan Keenan secara bergantian. Beberapa saat lalu juga mama mertuanya sempat menyinggung tentang rambutnya dan Keenan yang masih terlihat lembab dan Kanaya hanya bisa menanggapinya dengan senyuman.
Kanaya berharap jika hari ini Keenan tak mengingkari janjinya untuk pindah kerumahnya sendiri agar ia tak perlu repot-repot untuk bersandiwara lagi dan membohongi dua paruh baya yang sudah begitu baik padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Rafly Rafly
jgn terlalu lemah karena poerasaan bersalah Keenan, sesekali bentak Napa perempuan model Naya..biar tau dan sadar diri.. ngelunjak nanti jadi nya
2025-03-31
0
febby fadila
sifat kanaya terllu keras...
2025-03-17
0
Dewi Nurani
kanaya keras kepala dan angkuh
2024-07-31
0