Bab 17

Aku terjaga saat mendengar suara tangisan bayiku begitu kencang di telinga. Kuperiksa, ternyata dia sudah pup, aku segera membuka semua pakaiannya dan kumandikan sekalian.

Selesai memandikan, aku bingung sembari mengeringkan dengan handuk yang ada di kamar ini. Bayiku tidak mempunyai pakaian ganti. Didalam kebingungan pintu kamar terbuka, ternyata Hakim aneh itu yang masuk membawa peralatan untuk anakku.

Sepertinya ikatan batin ayah dan anak ini cukup kuat sehingga Pria itu cepat respon bila mendengar bayiku menangis. Aku masih fokus dengan anakku tak menghiraukan kehadirannya.

"Ini peralatan bayimu!" Dia meletakkan semuanya diatas ranjang tepatnya disampingku. Aku hanya diam tak menggubris ucapannya. Hatiku masih sangat kesal padanya, jika aku tak memikirkan Putraku maka aku tidak akan mau menerima bantuannya lagi.

"Telingamu sudah rusak?" tanyanya memulai menabuh genderang.

Aku kembali diam. Abaikan saja mahluk hidup yang sedang mencari masalah ini. Biarkan saja dia mau bicara apa, aku ora urus! Aku fokus dengan bayiku mengenakan pakaian gantinya sehingga bayi mungil itu sudah kembali nyaman dan tersenyum.

"Semoga saja telingamu benaran tuli!" ucapnya seperti menyumpahi.

"Jika telingaku tuli, maka aku berharap matamu juga akan buta!" jawabku tak ingin kalah.

"Kau...!"

"Kenapa? Apa yang ingin kamu lakukan padaku?"

Dia menyorotku tajam, menggertakkan giginya dengan gemas. Jahat memang balasan Do'aku. Tetapi dia sendiri yang memulainya. Aku tidak ingin lemah dihadapan Pria jahat yang sudah kutukarkan kehormatanku padanya demi mendapatkan keadilan untuk kedua orangtuaku.

Bila aku mengingat akan hal itu, maka rasa benciku kembali memenuhi rongga dadaku. Dia yang sudah menjadikan aku dalam kesulitan ini.

Aku tidak tahu apa maunya, kenapa aku ditawan disini. Apa yang ingin dia lakukan padaku. Dasar orang aneh.

Pria itu beranjak keluar dari kamar dengan kekesalannya, peduli apa aku dengannya. terserah dia mau apa.

Setelah dia pergi, aku kembali memberi ASI pada bayi yang kuberi nama Zafran. Setelah bayiku terlelap, aku segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Malam sekitar jam delapan aku sedang membuai bayiku dalam pelukan, sebenarnya ulu hatiku sudah nyeri sedari tadi, mungkin mag-ku kambuh karena aku sudah melewati makan siang dan malam ini.

Aku tidak tahu harus bagaimana, pintu kamar itu masih dikunci dari luar. Jika aku tidak makan bagaimana anakku bisa mendapatkan asupan dari sari yang biasa aku makan.

Aku mencoba untuk bertahan, Pria itu benar-benar tega tidak memberiku makan. Sungguh lelaki yang tak mempunyai perasaan, semakin lama aku semakin tak tahan saat jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Bayiku sudah mulai rewel lantaran dia tidak kenyang. Dua titik air mata jatuh membasahi pipiku. Sungguh aku tak berdaya, apa yang bisa aku lakukan untuk menolong diriku sendiri terlepas dari ruangan ini.

"Tuan, buka pintunya!"

Tok! Tok! Tok!

Aku masih menggedor pintu kamar ini. Entah berapa lama aku mengeluarkan tenaga untuk memukul dan mendobraknya. Apakah diruamah ini tidak ada orang, selain Pria itu?

"Tolong buka pintunya! Hiks..." Akhirnya tangisku pecah aku merosot bersandar di daun pintu sembari memeluk kedua lututku. Apakah dia ingin membunuhku dan anakku secara menyakitkan seperti ini. Dia benar-benar lelaki tak punya perasaan, apakah hatinya sudah mati.

Saat aku masih larut dalam tangisan, aku mendengar suara putaran kunci yang bertanda ada seseorang yang membukakan pintu. Aku segera beringsut dari pintu untuk memberi ruang agar orang itu masuk.

"Ada apa ini? Kenapa kamu menangis? Apakah kamu merindukan Pria yang telah membuangmu itu?" tanyanya membuat aku menatap tak percaya.

Bagaimana dia bisa sesantai itu seakan tanpa dosa atas apa yang telah ia lakukan padaku. Aku masih terduduk rasanya enggan untuk berdiri karena sudah tak ada lagi tenagaku.

"Hei, kenapa kamu diam saja? Aku tidak akan membiarkanmu untuk pergi dari sini," ucapnya kembali.

"Apakah hatimu benar-benar sudah mati? Kau mengurungkan disini tetapi tak memberiku makan walau sedikitpun. Kenapa kau jahat sekali. Hiks... Hiks..."

Tangisku kembali pecah. Sebenarnya aku tak ingin menunjukkan kelemahanku dihadapannya, tetapi aku sungguh tak berdaya, mau tidak mau aku harus meminta belas kasihnya untuk mendapatkan makanan.

Aku melihat ekspresi wajahnya berubah seperti terkejut mendengar ucapanku. Apakah dia lupa akan hal itu, entahlah.

"Ya ampun, ayo berdiri." Dia membantuku.

"Lepaskan aku! Aku tidak butuh pertolonganmu. Aku hanya butuh makanan. Aku tidak bisa mengenyangkan anakku. Jika kau membenciku maka jangan libatkan dia."

Aku masih menangis sesenggukan. Aku benci sekali padanya. Ingin sekali aku menarik rambutnya yang hitam legam itu agar otaknya bisa berpikir atas keselamatan anakku.

Dia tak lagi membalas ucapanku, segera merogoh kantong celananya mengeluarkan telpon genggam, lalu menelpon seseorang untuk membelikan makanan.

Bayiku kembali terbangun dan menangis, mungkin karena dia lapar dan haus karena sumber kehidupannya dariku tak mengeluarkan asupan itu lantaran aku tidak makan apapun.

"Hsss... Hsss..." Dia menggendong bayiku dan membuainya dalam pelukan. Tangisku berhenti ada perasaan entah saat melihat pemandangan itu. Kembali aku melihat bayi mungil itu tenang dalam gendongan ayahnya.

Apakah dia bisa menerima seandainya dia tahu bahwa bayi itu adalah darah dagingnya. Tapi bagaimana jika dia mengambilnya dariku? Ah, tidak. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.

"Hei, berdirilah. Kenapa kamu masih duduk disana, nanti kamu masuk angin," tegurnya melihat aku masih betah duduk dilantai granit dingin itu.

Apa pedulinya padaku, bukankah tadi dia ingin membunuhku. Dasar lelaki aneh. Aku diam saja tak mengindahkan ucapannya. Aku kembali mengusap sisa air mata dan juga menyeka air hidung yang ikut keluar dengan tangisku.

"Jorok sekali! Itu ada tissue, gunakan itu!" ucapnya sembari mengejekku.

"Apa pedulimu, aku mau jorok atau bersih terserah aku!" balasku masih tak ingin kalah.

"Dasar wanita keras kepala!"

Aku hanya diam tak ingin menanggapi lagi ucapannya. Aku berusaha untuk berdiri ingin membasuh wajahku ke kamar mandi. Tetapi rasanya kakiku begitu lemas tak berdaya hanya untuk menopang tubuhku.

"Ayo aku bantu!" Dia mengulurkan tangan membantuku untuk berdiri.

Aku menatap malas dan enggan untuk menerima uluran tangan Pria itu. Aku sudah tak ingin adanya skinship diantara kami. Jika bisa aku ingin mengubur semua kenangan buruk bersamanya. Tetapi aku sadar itu semua tidak akan mudah. Karena adanya peristiwa semalam itu menghadirkan bayi mungil yang kini ada dalam gendongannya.

Aku menepis tangannya dan berusaha tetap berdiri sendiri, dengan sisa tenaga yang aku punya aku berjalan masuk ke kamar mandi untuk membasuh wajahku yang sudah kusut karena sedari tadi menangis.

Saat aku keluar dari kamar mandi, aku melihat makanan sudah terhidang di meja yang ada dikamar itu. Perutku semakin memberontak minta makanan itu segera masuk.

Bersambung....

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Maz Andy'ne Yulixah

Maz Andy'ne Yulixah

Saling mengejek membenci nanti kalian bakal bucin,oh iya kira2 gimana kabar nya mas Andri ya🤔🤔

2024-01-07

3

ARVA

ARVA

Zahira di bw ke pulau bengkalis... pulau bengkalis tmpt tinggal ku.... Tpi ku harap cerita ny biar lh smpai tamat ok

2023-12-13

1

Suryani

Suryani

gimana2 pk hakim harus tahu bahwa dia adalah putranya sendiri dan zahira harus jujur pd hakim

2023-12-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!