Bekerja

Disinilah tempat aku tinggal sekarang. Aku dengan hari-hariku, menjalani kehidupan seorang diri tidaklah mudah. Tetapi aku percaya bahwa aku pasti bisa melewati semuanya. Hidup akan terus berjalan, aku hanya mengikuti alur saja dengan skenario takdir yang sudah di tentukan oleh Allah.

Aku mencoba mencari pekerjaan, Namun, dengan penampilanku ini menyulitkan aku untuk mendapatkan pekerjaan. Terkadang aku ingin menyerah, tetapi aku sadar tidak boleh putus asa. Tuhan pasti akan memberiku jalan.

"Darimana Zahira?" tanya Bu Winda, beliau adalah pemilik rumah kontrakan yang aku tempati saat ini.

"Biasa, Bu, pulang cari kerjaan," jawabku menghentikan pergerakan tangan saat ingin memutar kenop pintu rumah.

"Oh, sudah dapat pekerjaan?"

"Belum, Bu," jawabku jujur. Aku berusaha tetap tersenyum.

"Apakah Nak Zahira mau bekerja di warung makan Ibu?" tanya beliau menawarkan pekerjaan padaku.

"Ah, tentu saja aku mau, Bu. Kapan aku bisa mulai bekerja?" tanyaku dengan semangat.

"Mulai besok kamu sudah bisa bekerja. Tapi gajinya tidak besar, Nak," ucap Bu Winda.

"Alhamdulillah, soal gaji tidak jadi masalah, Bu, yang penting aku bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari."

"Baiklah, besok pagi setelah sholat subuh kita berangkat ke warung. Cuma sampai jam lima sore kok bukanya."

"Baiklah, Bu."

Aku sangat bersyukur bisa mendapatkan pekerjaan. Biarlah untuk saat ini ku kubur semua cita-cita ingin menyelesaikan kuliahku yang tertunda. Semoga suatu saat Allah mudahkan rezeki ku maka akan ku selesaikan.

Di warung makan Bu Winda aku mengais rezeki demi melangsungkan kehidupan. Aku tidak pernah mengeluh, kujalani semua dengan hati ikhlas. Aku tidak pernah canggung bila hidup susah, karena dari kecil aku dan kembaranku sudah di didik untuk hidup sederhana oleh Ayah dan Ibu.

Andai Azzurri masih ada, tentu saja aku tidak akan merasa kesepian, tapi kembali lagi semua sudah takdir dari Allah mengharuskan aku hidup seorang diri. Aku percaya bahwa aku pasti bisa menerima segala ketentuan dari-Nya.

***

Tak terasa sudah dua bulan aku bekerja di warung makan Bu Winda, aku mulai terbiasa dengan lingkungan sekitar, dan aku juga sudah memiliki banyak teman-teman sebaya.

Aku sangat bersyukur ternyata di dunia ini masih banyak orang yang baik, sehingga bisa membuat aku sedikit demi sedikit bangkit dari segala kesedihan.

Siang ini aku masih sibuk dengan aktivitasku untuk melayani pembeli yang rata-rata dari orang PT pengeboran minyak, yaitu PHR( Pertamina Hulu Rokan). Maklum di daerah aku tinggal saat ini mata pencariannya minyak dan kelapa sawit.

Saat aku sedang buru-buru tanpa sengaja aku menabrak seorang Pria yang masih menggunakan pakaian PT.

"Astaghfirullah. Maafkan saya, Mas!" seruku saat melihat pakaiannya sudah terkena tumpahan minyak sambal.

"Ah, tidak apa-apa, Mbak. Saya juga tidak fokus berjalan. Tidak masalah, nanti saya ambil baju ganti yang lain di mobil," ucapnya begitu ramah.

Aku sedikit lega, ternyata dia orang baik. Dia mengukir senyum padaku. Aku tidak berani menatap matanya teduhnya, aku segera mengalihkan pandangan.

"Sekali lagi saya, minta maaf."

"Iya, tidak apa-apa. Bisa saya pesan makannya dengan Mbak saja? Soalnya di sana terlalu ramai," ucapnya.

"Ah, tentu saja. Mas mau pesan apa? Makan disini atau di bungkus?" tanyaku padanya.

"Niatnya tadi ingin bungkus makan di mes, tapi karena ada Mbak saya lebih tertarik makan disini saja," ucapnya seperti sebuah gombalan.

Ah, aku hanya menanggapi dengan senyum simpul, meskipun dia tidak bisa melihat senyumku. Setidaknya dia sudah baik tidak mempermasalahkan saat pakaian kerjanya terkena noda.

"Mari silahkan duduk, Mas. Saya antar pesanan sebentar dimeja sana." Tunjukku dan segera berlalu.

Dia mengangguk dengan senyuman. Pria itu segera duduk di meja agak di pojokan. Aku segera mengambilkan menu yang dia minta dan segera kuhidangkan.

Selesai waktu makan siang biasanya semua karyawan PT sudah mulai meninggalkan tempat makan itu dan kembali bertugas. Tetapi, aku melihat Pria tadi belum juga beranjak. Dia masih betah duduk berlama-lama disana sembari memainkan ponselnya.

Aku sedikit risih selalu diperhatikan gerak gerikku oleh Pria yang bernama Adriansyah. Nama itu dapat ku lihat dari id card yang tersemat di bajunya.

"Bunda!" sapa Pria itu saat Ibu Winda baru saja datang. Ya, hari ini Bu Winda ada urusan, jadi aku dan pegawai yang lainnya yang melayani setiap pembeli.

"Eh, Adri, udah makan?" tanya Bu Winda.

"Udah dong, Bun. Kenyang banget malah. Apalagi diambilin Ama pegawai baru Bunda. Hehe..." Pria itu cengengesan.

"Siapa maksud kamu, Zahira?"

"Nggak tahu siapa namanya, Bun, yang pakai cadar," ucapnya yang masih bisa aku dengar saat sedang membungkus nasi rames.

"Iya, itu namanya Zahira. Kamu kok baru nongol, kemana saja?"

"Aku Mandah di Minas, Bun, ada beberapa Rig yang aku awasi disana."

"Oh, pantes baru kelihatan lagi. Kenapa, kamu naksir dengan anak Bunda itu?" tanya Bu Winda yang memang dipanggil bunda pada setiap pelanggannya.

"Hehe, Bunda tahu saja. Boleh titip salam dulu nggak, Bun."

"Iya, nanti Bunda sampaikan."

Aku hanya menghela nafas saat mendengar percakapan Bu Winda dan pemuda itu. Ditambah lagi teman-temanku juga menggodaku.

"Cie, ditaksir sama Bapak HES. Nggak pa-pa, Zahira, beruntung banget kamu. Udah tampan karirnya bagus. Mapan lagi!"

"Kalian apaan sih? Ya kali dia beneran suka. Dia kan belum melihat wajahku. Sekali dia tahu pasti kabur. Hehe..." Aku membalas dengan gurauan.

"Masa sih, Za, tapi benaran kami juga penasaran deh sama wajah kamu. Boleh dong kami lihat wajah kamu. Kan kita sama-sama perempuan," ucap temanku yang bernama Irma.

"Boleh, tapi besok-besok ya."

"Ish, pelit banget. Disini saja, kan tidak da yang lihat."

"Eh, jangan. Nanti deh kalian main ke kontrakan aku ya. nggak enak buka cadarku disini."

"Oke, Nanti sepulang kerja kita main ke kontrakan kamu, ya."

"Penasaran banget ya. Hehe... Iya deh, boleh."

"Berapa, Mbak?" tanya Pria itu menghampiri kami yang sedang ngobrol di meja kasir.

Setelah membayar makanannya, sebelum pergi dia masih sempat menatapku, dan kembali tersenyum. Dia membisikkan sesuatu pada Mbak Marni, yaitu kasir di rumah makan itu.

Mbak Marni tersenyum dan mengacungkan jempol pada Pria itu bertanda menyetujui sesuatu. Aku hanya menatap dengan penuh tanda tanya.

Sore setelah rumah makan tutup, seperti yang sudah kujanjikan. Para teman-temanku datang ke kontrakan demi ingin melihat wajahku. Sesama wanita aku tidak keberatan untuk memperlihatkan wajahku pada teman-temanku agar mereka tidak penasaran.

"Ayo dong, Za. Sejak kamu masuk kerja kami sangat penasaran sekali dengan wajah kamu," ucap mereka.

"Ya, baiklah. Kalau aku cantik jangan dipuji ya, dan bila aku jelek jangan dibuly. Karena kita ini sama-sama mahluk ciptaan Tuhan."

Bersambung....

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

guntur 1609

guntur 1609

wah jangan sampai kau tekdung anak hakim tu zahira

2024-01-14

0

Maz Andy'ne Yulixah

Maz Andy'ne Yulixah

Semoga jodoh Zahira mau menerima masa lalu Zahira dan Zahira jangan sampai hamil ya kak😊

2024-01-07

0

¥®‽°indri✓¶∆

¥®‽°indri✓¶∆

waah nama&pekerjaan kayak yg ada di FB.terinspirasi dr itu ya?JK kenal akun FB Ardiansyah ngaku bkerja di pertambangan negara hati2 yg ada di FB hati hati ya min.sy kena 1jt modus minta tolong pengajuan cuti akan di bayar setelah gaji cair nyatanya saya cek di youtobe wajahnya masuk dalam wajah yg sering di gunakan untuk nipu.yg punya wajah asli namany Alfin kerja di pelayaran.do FB di gunakan org g bertanggung jawab jadi Ardiansyah ngaku kerja di sperti Mimin sebutkan.smoga Mimin terlindung dari org2 yg berniat TDK baik.amin

2024-01-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!