Bab 7

Aku mulai melepas tali cadar di depan teman-temanku. Seketika mereka tertegun menatapku, aku jadi sedikit heran melihat reaksi mereka.

"Inilah wajahku."

"Masya Allah, cantik banget kamu Zahira!" seru mereka serentak.

"Alhamdulillah. Kalian juga sangat cantik," jawabku jujur.

"Tapi kamu memang sangat cantik Zahira. Memang lebih baik kamu menggunakan cadar, karena aku rasa siapapun yang memandangmu pasti akan jatuh cinta. Aku aja yang sesama cewek sangat mengagumi kecantikanmu," ucap Mbak Marni.

"Subhanallah terimakasih, Mbak. Udah, ah tidak usah bahas itu lagi, aku jadi malu, Mbak."

Saat kami sedang ngobrol, tiba-tiba kepalaku pusing. Aku mencoba untuk menahannya. Ingin segera istirahat, tetapi mereka masih disini, tidak enak harus kutinggalkan.

Setelah magrib teman-temanku sudah pulang meninggalkan kontrakan. Aku segera merebahkan diri, rasanya hari ini tubuhku lelah sekali. Saat aku ingin terlelap, kurasakan perutku mual. Aku segera berlari masuk kedalam kamar mandi menumpahkan segala makanan yang ada dalam perutku.

"Kenapa aku bisa mual dan pusing begini ya? Apakah aku masuk angin." Gumamku sendiri segera membersihkan sisa cairan di bibirku.

Aku kembali merebah untuk menghilangkan sejenak lelah. Namun, pikiranku merewang, aku teringat sudah dua bulan ini tamu bulananku tidak datang.

Aku segera bangkit dari tempat tidur dengan segala pikiran kalut. Rasa cemas mendera dalam hatiku. Tidak, ini tidak mungkin. Aku tidak mungkin hamil, dia hanya satu kali melakukannya.

Lama aku melamun di bilik ini dalam keseorangan. Aku berusaha menghibur diri, namun hatiku tak bisa dibohongi bahwa aku saat ini sungguh sedang cemas.

Aku berdiri dan kembali menggunakan pakaian tertutupku. Aku segera menuju apotik untuk membeli alat penguji kehamilan. Setelah mendapatkan aku kembali ke kontrakan.

Dikamar mandi ini aku berharap semua yang aku cemaskan tidaklah sebenarnya. Dengan hati berdebar aku mencoba mencelupkan benda pipih itu kedalam urine yang telah aku tampung.

Lagi-lagi aku harus menelan pil pahit dari sebuah takdir yang sedang aku jalani. Harapku tak sesuai realita. Aku Hamil. Ya, aku kembali dihempas ombak kehidupan yang mungkin akan lebih menyulitkan diriku.

Aku menangis, tetapi tak ingin terlalu larut dalam kesedihan. Entah kenapa perasaanku menghangat saat membayangkan ada seorang malaikat kecil yang kini sudah berada dalam rahimku. Apakah ini suatu rencana Tuhan agar hidupku tak kesepian.

Aku mungkin memang membenci Hakim itu, tapi tidak dengan bayi tak berdosa yang ada di rahimku saat ini. Baiklah, aku tidak akan menjadikan anak ini sebagai beban. Aku akan menjaga dan merawatnya dengan sepenuh hati.

Ku hapus air mata, dan ku usap perut datarku dengan lembut. "Maafkan Umi ya, Nak, maaf jika hadirmu nantinya tak mempunyai nasab. Ini semua kesalahan Umi sehingga kamu hadir kelak tanpa Ayah.

Untuk saat ini aku harus menyembunyikan kehamilanku hingga waktunya tiba, maka aku akan pergi meninggalkan tempat ini. Semua akan kujalani dengan ikhlas. Aku tak ingin lagi mengeluh atau menjadi wanita cengeng.

Aku harus kuat, sadar sekali bahwa ada nyawa yang harus kulindungi sepenuh jiwa dan raga. Aku harus menjadi pribadi yang tegar, karena aku hidup hanya seorang diri, maka aku tidak ingin lemah melawan kejamnya dunia yang penuh dengan carut marut kehidupan.

Hari-hari kulalui seperti biasa, kehamilanku tidak kujadikan beban, meskipun aku harus menyembunyikan dari semua orang. Aku tahu suatu saat mereka akan mengetahui tentang kehamilanku. Pun, aku sudah siap menerima resikonya bila nanti aku harus meninggalkan tempat ini. Tak mengapa asalkan calon buah hati belahan jiwaku akan tetap bersamaku.

Sore ini saat aku baru pulang kerja, sebuah mobil berhenti di depan kontrakan ku. Aku merasa heran siapa orang yang datang menemuiku.

"Assalamualaikum," ucapan salam dari seseorang.

"Wa'alaikumsalam... Mas Adri, ada apa datang kesini, Mas?" tanyaku sembari berjalan ingin membuka pintu rumah.

"Ah, Zahira, aku ingin bicara padamu," jawabnya dengan senyum kaku.

"Bicara apa, Mas? Kita duduk disini saja ya, maaf hanya tidak enak dilihat orang bila kita ngobrol didalam," jelasku merasa sungkan.

"Iya, tidak apa-apa, Za, kita ngobrol disini saja."

"Sebentar aku buatkan minum ya, Mas."

"Ti-tidak usah, Zahira, aku tidak akan lama, hanya sebentar saja. Aku takut akan tumbuh fitnah bila kita bicara terlalu lama. Aku tidak ingin bila orang memandangmu tidak baik," jelasnya. Ternyata dia Pria yang sangat baik dia tidak ingin membuatku dalam masalah.

"Baiklah kalau begitu, Mas Adri ingin bicara apa?" tanyaku memulai.

"Zahira, aku datang kesini ingin memintamu untuk menjadi istriku. Apakah kamu bersedia? Entah kenapa sejak pertama kali kita bertemu, aku sudah ada rasa padamu," ucapnya yang membuat aku ternganga tak percaya.

Apa yang harus aku katakan pada Pria baik ini. Aku tidak mungkin menerimanya. Apalagi dengan keadaanku sekarang. Aku bingung harus menjawabnya. Tetapi mau tidak mau aku harus menolaknya, sangat sadar bahwa bukan akulah wanita yang beruntung itu.

"Maaf, Mas Adri, aku tidak bisa menerima permintaan kamu. Semoga Mas bisa mendapatkan wanita jauh lebih baik dan sempurna dariku."

"Apakah aku boleh tahu apa alasannya kamu menolakku?" tanya Pria itu menatapku dalam kekecewaan.

"Alasannya hanya satu, Mas. Karena aku tidak mencintaimu."

"Tapi kalau soal itu, kita masih bisa saling mengenal dulu. Aku rela menunggu sampai hatimu siap," jelasnya kembali.

Sungguh aku sangat merasa bersalah. Andai saja kami bertemu dengan keadaanku tidak seperti saat ini. Mungkin aku tak perlu waktu lama berpikir untuk menerimanya.

"Sekali lagi aku minta maaf, Mas, aku tidak bisa."

Cukup lama dia terdiam sembari menatapku. Aku tak berani membalas tatapan mata teduh itu. Terdengar helaan nafas dalam di rongga dadanya, Pria itu sedang menahan gemuruh hati yang kecewa.

"Ya, aku tahu perasaan memang tak bisa dibohongi. Baiklah, terimakasih untuk waktu kamu. Aku juga berdo'a semoga kamu mendapatkan Pria baik yang kamu cintai. Kalau begitu aku permisi dulu. Wassalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam..."

Kutatap punggung tegap itu hilang dari pandanganku.

Pria yang aku cintai? Bahakan aku tak berani bermimpi untuk mencintai seseorang, Mas. Andai saja kamu tahu bagaimana hancurnya hidupku saat ini, mungkin kamu tidak akan pernah mengutarakan perasaan itu.

Ada rasa sedih bergelayut dalam hati yang ingin memancing tangis. Tetapi segera kusingkirkan, aku tidak ingin merusak mental dan membebani morilku. Sekarang aku sudah mempunyai tujuan hidup, yaitu untuk menjaga dan merawat buah hatiku sepenuh jiwa.

Ya, aku harus menjadi pribadi yang kuat demi anakku. Aku tidak boleh melow dan bawa perasaan. Apapun itu akan aku jalani dengan hati dan pikiran tenang. Agar malaikat kecil ini tetap sehat dalam rahimku.

Bersambung...

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Lienda nasution

Lienda nasution

wah...ternyata kamu gak smart sudah jelas jelas punya rencana mau menukar diri dgn keadilan kok ada usaha buat pencegahan hamil azzura......

2024-02-20

1

Haryati Atik Atik

Haryati Atik Atik

Harusnya berfikir dulu seblm bertindak biar kata satu kli melakukan klo memang yg dia atas berkehendak maka akan jd akibatnya kasian anaknya nnt lahir tanpa bpk

2023-12-09

3

Suryani

Suryani

lebih baik zahira jujur dengan kehamilannya dan alasannya smpaai hamil dan tragedinya

2023-12-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!